BPOM Pastikan Galon Guna Ulang Masih Aman Digunakan, Perhatikan Aturan Pakainya

Ilustrasi BPOM
Sumber :
  • VIVA/ David Rorimpandey

JAKARTA – Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memastikan galon guna ulang masih aman digunakan untuk air minum dalam kemasan (AMDK). Yang penting, masyarakat juga perlu diedukasi untuk memperlakukan semua jenis galon, baik yang guna ulang maupun sekali pakai dengan baik.

Migrasi BPA di Galon Guna Ulang Sangat Kecil, BRIN: Kalau Cuma Terjemur Sinar Matahari Masih Aman

“Jadi, galon guna ulang masih aman digunakan,” ujar Dwiana Andayani, Direktur Standardisasi Pangan Olahan Badan POM baru-baru ini di Jakarta. Scroll untuk informasi selengkapnya.

Karenanya, lanjutnya, industri diminta untuk memperlakukan semua jenis kemasan galon itu dengan baik.

Mengintip Proses Pembuatan Air Minum, dari Mata Air Sampai ke Tangan Masyarakat

“Tidak membanting atau menyikat dengan keras. AMDK dalam galon juga harus disimpan di tempat yang tidak kena panas matahari langsung,” katanya.

Ilustrasi galon.

Photo :
  • Pixabay
Sering Diremehkan, Padahal Air Minum Berkualitas Pengaruhi Gizi Ibu Hamil dan Janin

Menurutnya, Badan POM juga secara rutin akan melakukan pemantauan terhadap semua AMDK yang beredar.

“Jika ada yang tidak memenuhi syarat, akan dilakukan tindak lanjut, baik terhadap produk maupun produsennya,” ucapnya.   

Sebelumnya, Guru Besar Bidang Keamanan Pangan & Gizi di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Ahmad Sulaeman, mengatakan dalam peraturan BPOM sudah jelas disebutkan bahwa semua kemasan plastik itu mengandung zat-zat kimia berbahaya.

Dalam pedoman implementasi Peraturan BPOM No.20 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan disebutkan bahwa baik AMDK plastik berbahan Polietilen Tereftalat (PET) dan Polikarbonat (PC) sama-sama mengandung zat berbahaya. Karenanya, BPOM mengatur batas migrasi zat-zat berbahaya yang ada dalam kedua kemasan itu agar bisa digunakan sebagai kemasan pangan yang food grade.  

“Jadi, dalam pelaksanaannya di lapangan, perlakuannya juga harus sama, tidak boleh ada perlakukan khusus hanya kepada satu kemasan plastik tertentu saja. Karena keduanya sama-sama mengandung zat-zat berbahaya. Apalagi peraturan itu kan BPOM juga yang membuatnya,” ujarnya. 

Adapun zat-zat kimia berbahaya yang ada di dalam kemasan PET terdiri dari Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), dan Asetaldehid. Sedang kemasan PC mengandung zat kimia yang dinamakan Bisfenol A (BPA). Dalam Peraturan BPOM, batas maksimum migrasi masing-masing zat kimia tersebut sudah ditetapkan, yaitu EG dan DEG 30 bpj, Asetaldehid 6 bpj, dan PC 0,6 bpj.

“Jadi, batasan migrasi zat-zat kimia berbahaya dari kedua jenis kemasan plastik itu sebenarnya kan sudah diatur secara komprehensif dalam Peraturan BPOM itu,” katanya. 

Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan  IPB, Prof. Dedi Fardiaz,  menyampaikan bahwa mengenai migrasi dari zat kontak pangan ke produk pangannya itu sudah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan.

“Di sana semua jelas sekali dipaparkan,” katanya. 

Dia mengatakan peraturan BPOM itu menyebutkan beberapa yang wajib dilakukan label bebas dari zat kontak pangannya itu tidak hanya kemasan berbahan PC yang mengandung BPA saja, tapi juga produk lainnya seperti melamin perlengkapan makan dan minum, kemasan pangan plastik polistirena (PS), kemasan pangan timbal (Pb), Kadmium (Cd), Kromium VI (Cr VI), merkuri (Hg), kemasan pangan Polivinil Klorida (PVC) dari senyawa Ftalat, kemasan pangan Polyethylene terephthalate (PET), juga  kemasan pangan kertas dan karton dari senyawa Ftalat.

Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB), Akhmad Zainal Abidin, mengatakan bahwa semua unsur pembentuk bahan kemasan makanan dan minuman itu berbahaya bagi kesehatan manusia. Dia mencontohkan kemasan PET yang mengandung EG dan DEG, PC mengandung BPA, PVC mengandung PCM, bahkan kertas ada juga yang mengandung unsur berbahayanya.

“Zat-zat kimia itu semua harus sama-sama diamankan, sehingga masyarakat terbebas dari hal-hal yang berbahaya,” ucapnya.

Untuk plastik misalnya, menurut Zainal, sebenarnya yang berbahaya itu bukan plastiknya melainkan bahan lain yang bukan plastik yang ada di dalam plastik itu.

“Itu kan sebenarnya bahan baku, cuma tidak 100 persen bahan bakunya terproses. Jadi ada yang tersisa. Nah, yang tersisa itu dibatasi jumlahnya supaya masih aman. Jadi, baik di plastik PET maupun PC pasti ada sisa-sisa bahan bakunya yang tidak terproses 100 persen. Karenanya, semua kemasan plastik ini harus diperlakukan sama,” katanya. 

Anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Hermawan Seftiono, menyampaikan jika BPOM tidak melakukan pengawasan yang berimbang terhadap semua kemasan plastik, itu bisa membuat polemik tidak hanya di masyarakat, tapi juga di kalangan ilmuwan dan juga pakar-pakar terkait.

“Ini bisa berbahaya karena dikhawatirkan, masyarakat nantinya akan menganggap kemasan yang satu lebih aman dibanding yang lain. Padahal, di semua kemasan plastik itu ada zat berbahayanya seperti asetaldehid, antimon, etilen glikol, dietilen glikol, BPA, dan lain-lain,” ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya