Nikah Belasan Tahun Tak Punya Anak Gegara Vaginismus, Padahal Bisa Diobati dengan Cara Ini
- Pixabay/pexels
SURABAYA – Vaginismus merupakan pasien wanita yang tidak bisa melakukan hubungan intim. Kondisi ini ditandai dengan pengencangan otot-otot vagina secara tidak sadar atau disengaja, akibat respons tubuh terhadap rasa takut dari kondisi tertentu.
Prof. Dr. dr. Eighty Mardiyan Kurniawati, SpOG., Subsp.Urogin. RE, mengungkap, bahkan ada pasien yang mencapai usia pernikahan 19 tahun belum pernah melakukan hubungan intim gegara vaginismus ini. Lantas, bisakah kondisi ini diobati? Scroll untuk mengetahui jawabannya, yuk!
“Ada data yang kami kumpulkan terkait pasien dengan vaginismus di RSIA Merr (Surabaya). Saya melihat sebuah tren, dulu pasien masih malu-malu, dulu pasien vaginismus gak ada. Tapi sekarang keterbukaan informasi, media sosial itu membuat orang ngerti bahwa ini bisa diobati,” ujar Prof Eighty saat peluncuran layanan Urogynecology Center dan MUACH (Merr Urogynecology and Aesthetic Center Healthcare) di RSIA Merr Surabaya, yang digelar virtual, baru-baru ini.
Prof Eighty mengungkap, kasus vaginismus kian bertambah setiap tahunnya. Dan tidak hanya berasal dari Surabaya saja, tapi dari berbagai provinsi di Indonesia.
“Tahun 2020, waktu itu setahun cuma 5 pasien, kemudian 2021 ada sekitar 19 pasien, 2022 ada sekitar 64 pasien, 2023 ada 67 pasien gak bisa hubungan, tahun 2024 sampai April ada sekitar 28,” jelasnya.
“Pasien ini dari mana-mana bukan hanya Surabaya, dari Bali, NTT, Kalimantan, karena keterbukaan informasi pasien tahu oh di Merr bisa ditangani,” sambungnya.
Lalu, bagaimana pengobatan untuk pasien vaginismus?
“Prinsipnya harus dipastikan ini ada gangguan anatomi atau tidak, kalau ada kita perbaiki anatomisnya dan seringkali ini ternyata suaminya akhirnya lama-lama depresi. Bertahan dalam pernikahan tapi depresi, akhirnya gak bisa ereksi dengan baik,” ungkapnya.
“Saya beberapa kali harus berkolaborasi dengan teman-teman andrologi. Jadi dia lelah, akhirnya seringkali ejakulasi dini. Begitu dikonsulkan dengan Andrologi, yang perempuannya saya perbaiki, bisa penetrasi, hamil. Banyak kasus-kasus yang seperti itu,” tambahnya.
Akhirnya dengan diagnosis dan penanganan yang baik, salah satunya dengan penggunaan injeksi botox pada otot-otot di daerah vagina, pasien bisa sembuh dan bisa berhubungan intim.
“Terakhir, minggu lalu ada pasien saya sudah menikah 9 tahun, sudah shopping dokter ke mana-mana, seringkali (vaginismus) dianggap faktor psikologis. Jadi pasien akhirnya shopping dokter, psikolog, tapi tidak selesai (sembuh),” tuturnya.
“Padahal ternyata penyebabnya simpel, yaitu selaput daranya kaku dan otot-otot vaginanya juga kaku. Sehingga ketika sudah dilakukan insisi pada selaput dara, sudah diberikan injeksi botox pada Desember (2023), bulan Mei (2024) lalu, dateng ke saya sudah hamil. Sembilan tahun menikah ternyata solusi hanya dalam 5 bulan pasien sudah bisa hamil,” imbuh Prof Eighty.
Berada dalam ruang diskusi yang sama, Direktur RSIA Merr, dr. Dhimas Panji Chondro A, MH, menambahkan kasus Urogynecology termasuk vaginismus, sebenarnya sudah ada sejak lama.
“Bahkan semenjak ada perempuan kasus itu sudah dialami, tapi perkembangan ilmunya baru beberapa tahun terakhir. Bahkan, saya sendiri ketika pendidikan kedokteran belum terpapar oleh konsultan Urogynecology. Temen saya yang dokter spesialis anak, spesialis mata, nanya, kamu kok center Urogyn, Urogyn itu apa? Mereka masih gak ngerti padahal dokter, apalagi yang awam,” ucapnya.
“Sehingga kita punya tanggung jawab menjelaskan pengetahuan ini kepada masyarakat Surabaya dan sekitarnya agar mereka kalau punya keluhan itu mereka tahu harus ke mana untuk penatalaksaan kesehatannya,” tutup dr Dhimas.