Asosiasi Rumah Sakit Swasta Minta Pemerintah Tak Buru-buru Terapkan KRIS: Karena Tidak Urgent

Ilustrasi dokter/rumah sakit.
Sumber :
  • Freepik

VIVA Lifestyle – Pemerintah akan segera mengimplementasikan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) paling lambat 30 Juni 2025 mendatang, untuk menggantikan kelas-kelas pelayanan pasien pada layanan BPJS Kesehatan. 

Presiden Korsel yang Dimakzulkan Datangi Rumah Sakit setelah Tampil Perdana dalam Sidang

Pelaksanaan KRIS merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 Pasal 18 yang menyebutkan rumah sakit swasta mengalokasikan ruang perawatan KRIS minimal 40 persen dari total ruang perawatan yang ada di rumah sakit tersebut. Scroll untuk informasi selengkapnya.

Namun, ada kekhawatiran dalam memenuhi 12 kriteria untuk KRIS terutama bagi rumah sakit swasta yang memiliki alokasi dana yang tidak memiliki anggaran dana operasional besar. Mengingat pihak rumah sakit swasta harus merenovasi sejumlah ruangan untuk memenuhi kriteria tersebut. 

Kampung Industri Jadi Salah Satu Alternatif Gerakan Ekonomi dari Pedesaan

"RS Swasta ini bervariasi ada rumah sakit yang mungkin modal anggarannya besar ada juga yang tidak besar. Mungkin bagi rumah sakit modal atau anggaran dana cukup untuk menuju kriteria itu mudah. Tapi perlu perhatikan juga variasi rumah sakit swasta terhadap permodalan untuk bongkar pasang (renovasi) kriteria itu, ya bisa secara bertahap," kata Sekertaris Jendral Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), dr. Noor Arida Sofiana, MBA, MH saat dihubungi VIVA, melalui sambungan telepon, Rabu 15 Maret 2024. 

Airlangga hingga Agus Gumiwang Temui Prabowo di Istana Bahas Gas Murah

Noor Arida juga mengungkap bahwa jika memungkinkan penerapan KRIS di rumah sakit swasta yang bekerjasama dengan BPJS untuk ditunda terlebih dahulu. Mengingat sejumlah rumah sakit swasta yang baru recovery pasca pandemi COVID-19 di tahun lalu. 

"KRIS ini bagi rumah sakit swasta tidak harus mendesaklah, kalau bisa ditunda ya karena tidak urgent. Kita melihat rumah sakit swasta di tahun 2023 baru recovery layanan COVID, baru mendesain ruang isolasi. Sekarang harus menyiapkan KRIS ini," kata dia lebih lanjut.

ARSSI juga berharap pemerintah melakukan evaluasi dari sisi tarif terlebih dahulu sebelum penerapan KRIS ini yang direncanakan efektif per 30 Juni 2025.

"Jadi harapan kami selain KRIS ini pemerintah juga harus melakukan evaluasi dari sisi tarif. Kalau dulu berdasarkan tarif kelas 1,2,3 berdasarkan premi atau plan kelas yang dipilih peserta. Jadi kalau KRIS ini jadi satu kelas ini harus dipikir tarifnya seperti apa? Berarti kan hanya satu, preminya juga harus 1," kata dia.

Noor menambahkan, dengan adanya penyesuaian tarif terlebih dahulu, keseimbangan antara persiapan-persiapan yang dilakukan rumah sakit swasta ini juga terhadap rasionalisasi pembiayaan sesuai. Mengingat dampak re-design ruangan di rumah sakit terhadap pengurangan kapasitas tempat tidur.

Ilustrasi rumah sakit.

Photo :
  • Pexels/Sals

"Harusnya tarif disesuaikan dulu, premi juga disesuaikan. Sehingga keseimbangan antara persiapan-persiapan yang dilakukan rumah sakit swasta ini juga terhadap rasionalisasi pembiayaan sesuai. Karena dampaknya dengan adanya re-design ruangan ini ada rumah sakit harus mengurangi tempat tidurnya. Karena mungkin jarak tempat harus disesuaikan mungkin 6 tempat tidur dijadikan 2 tempat tidur. Jadi itu dampak buat rumah sakit," kata dia.

Noor juga mengungkap bahwa ARSSI berharap pemerintah tidak terlalu terburu-buru dalam menerapkan KRIS yang dijadwalkan di 30 Juni 2025 mendatang.

"Jadi kami dari asosiasi berharap pemerintah tidak terlalu terburu-buru. Kalau mau diterapkan dihitung kembali kesiapan kecukupan tempat tidur. Apabila ini diberlakukan dan kemampuan di dalam melakukan desain. Jadi bagi kami yang harus ditata ini kelas 1, kelas 2 standarnya seperti apa. Tapi bukan jadi satu kelas. Tapi karena Pepres sudah terbit tentunya kami dari rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS acuannya regulasi pemerintah. Kami juga harus mematuhi itu," kata dia. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya