Kasus Mutilasi dan Pembunuhan Kejam Marak, Ada Apa di Balik Meningkatnya Kriminalitas?

Ilustrasi korban mutilasi
Sumber :
  • VIVAnews/Adri Prastowo

JAKARTA – Belakangan ini publik dikejutkan dengan kasus mutilasi yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya di Ciamis, Jawa Barat. Tarsum (50) diketahui memutilasi istrinya sendiri, Yanti (44) di kawasan Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Bahkan pelaku disebut-sebut sempat menawari daging hasil mutilasi korban ke pihak ketua RT 08 di Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol, Yoyo Tarya. 

Tom Lembong Ngaku Sampai Detik Ini Masih Belum Tahu Perbuatan yang Jadikan Dirinya Tersangka

Bukan hanya kasus mutilasi saja yang menggegerkan publik. Beberapa waktu lalu, publik juga dihebohkan dengan sosok laki-laki melakukan pembunuhan terhadap perempuan berinisial RM (50). Jasad RM ditemukan dalam koper di semak-semak di kawasan Cikarang, Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Lantas jika dilihat dari sudut psikologis apa yang membuat kasus kriminal belakangan ini semakin marak dan kejam?

Terkait hal ini, psikolog klinis, Meity  Arianty angkat bicara. Dijelaskannya bahwa kehidupan saat ini serba sulit, yang menjadi salah satu faktor penyebab kasus kriminal semakin marak dan kejam.

Tom Lembong Sebut Nama Jokowi: Saya Selalu Berkoordinasi Selama Jadi Menteri Perdagangan

"Kehidupan saat ini serba sulit baik di bidang politik dan ekonomi, di satu sisi kita melihat para pejabat dengan mudahnya mendapatkan uang, salah satunya dengan korupsi dan mereka yang melakukan itu gak mungkin sendirian, pasti berjamaah. Hasil korupsi di bagi-bagi sehingga kasus korupsi terus merajalela dan gak ada efek jera sebab pemerintah tidak serius menangani," kata dia saat dihubungi VIVA, Selasa 7 Mei 2024. 

Profil Ibnu Basuki Widodo, Hakim yang Kini Jadi Pimpinan KPK

Meity juga menyoroti tentang biaya politik beberapa waktu lalu yang memakan biaya tinggi dan kurang bermakna apapun. 

"Lihat pilpres kemarin, berapa trilyun yang dihabiskan hanya untuk kampanye yang tidak jelas buat apa. Selain pembodohan dan membuat rakyat tampak sangat miskin dengan bagi-bagi sembako di mana mereka hanya makan tidak sampai seminggu habis setelah itu apa? Mengapa pemerintah membuat rakyatnya bermental pengemis bukannya membuka lahan pekerjaan yang mengharuskan rakyat bekerja dan mencari nafkah dengan bekerja bukan dengan menunggu jatah," kata dia. 

Alhasil, kata Meity, bisa kita lihat semakin marak kejahatan yang terjadi di sekitar kita yang terliput maupun yang tidak terliput oleh media massa. Karena sulitnya keadaan ekonomi dan hal itu memaksa sekelompok orang atau seseorang mencari jalan pintas untuk mengatasinya. Salah satunya dengan melakukan segala cara. Ada yang mencuri, menipu, bunuh diri karena stres dan lebih banyak mengalami gangguan mental yang pada akhirnya melakukan kekerasan salah satunya dengan membunuh. 

"Jika kita lihat maraknya tindakan kriminal di Indonesia mulai berkembang pada saat ekonomi semakin sulit dan angka pengangguran semakin tinggi. Hal ini berarti pemerintah gagal mensejahterakan masyarakatnya. Padahal pajak sangat besar, semua dipajakin, dari makan sampai pekerjaan setiap orang harus membayar pajak, namun pajak tersebut dikorupsi oleh pejabat bukan untuk membantu masyarakat miskin," kata dia.

Dia menambahkan,"Kita merdeka berapa puluh tahun tapi masih kalah dengan negara tetangga yang juga terjajah sama dengan negara kita. Karena apa? karena pemerintah kita gagal mensejahterakan rakyatnya, fokus pemerintah katanya ke pembangunan, tapi yang penting bukan hanya pembangunan tapi bagaimana membuat masyarakat dapat bertahan menghadapi hidup, salah satunya dengan membantu perekonomian,"  ujarnya.

Meity juga menyoroti bahwa penting mengetahui kebutuhan utama bagi manusia yakni sandang dan pangan. Kata dia jika sandang dan pangan sudah terpenuhi akan lebih mudah.

"Yang paling dibutuhkan makhluk hidup adalah sandang pangan. Jika itu sudah terpenuhi maka yang lain akan lebih mudah. Di negara kita terjadi ketimpangan yg sangat besar, kasihan masyarakat yang tidak beruntung mereka hanya dijadikan tumbal bagi orang-orang kaya/pejabat/politikus. Sehingga tidak heran banyak masyarakat bawah yang tidak sanggup menghadapi tuntutan hidup, susahnya mencari pekerjaan dan harus menghidupi keluarga. Sehingga apa yang bisa dilakukan jika merasa tidak ada jalan keluar? Yaa pada akhirnya stres, depresi, ada yang bunuh diri atau ada yang nekat melakukan kejahatan dan membunuh,"katanya menjelaskan. 

Aktivis lingkungan dan tokoh Bangka Belitung, Elly Rebuin

Kasus Korupsi Timah, Saksi Ahli: Kerugian Negara Belum Jelas tapi Ekonomi Babel Sudah Hancur

Sidang kasus korupsi tata niaga timah dengan terdakwa Helena Liem dan Mochtar Riza Pahlevi kembali di gelar di PN Tipikor, Jakarta, Rabu, 20 November 2024.

img_title
VIVA.co.id
21 November 2024