Kecanduan Onani Berdampak Pada Pikiran dan Gaya Bicara, Begini Kata dr Boyke

Ilustrasi alat kelamin pria.
Sumber :
  • The Sun

JAKARTA – Kecanduan onani, seperti kecanduan perilaku lainnya, adalah kondisi di mana seseorang secara berlebihan melakukan aktivitas onani hingga mengganggu kehidupan sehari-hari dan kesejahteraan mereka. 
Kecanduan onani dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan fisik, kesejahteraan mental, dan hubungan interpersonal seseorang.

Hari Ibu: Peneliti Wanita Indonesia Jadi Dokter Pertama Raih NAOS Ecobiology International Award di Prancis

Dokter spesialis kandungan dr Boyke Dian Nugraha atau lebih dikenal dengan dr Boyke mengatakan, kecanduan onani dapat berdampak buruk pada pikiran dan juga cara berbicara.

Dokter Boyke

Photo :
  • YouTube HAS Creative
Mayat Pria dengan Kepala Pecah Ditemukan di Depan TPU Menteng Pulo

“Orang-orang yang melakukan onani berlebihan otak tengah itu tidak berfungsi dengan sempurna. Otak kiri untuk logik, kalau yang kanan untuk seni, itu tidak nyambung,” kata dr Boyke, dikutip dari tayangan HAS Creative, Selasa,23 April 2024.

“Biasanya orang-orang yang kecanduan onani, tidak bisa memberi keputusan. Kadang-kadang juga ngomongnya ngelantur kemana-mana,” imbuhnya.

Gerbong Khusus Wanita di LRT Jabodebek Mulai 23 Desember, Berlaku Senin hingga Jumat

dr Boyke pun menyarankan bagi anak-anak muda yang kecanduan onani untuk mencari kegiatan yang lebih positif lagi. Sebab, dampak kecanduan onani tidak hanya dirasakan dalam jangka pendek, melainkan akan berdampak di usia senja.

“Nanti di usia tuanya juga akan mengalami gangguan-gangguan fungsi seksual yang lain,” ujar dokter 67 tahun itu.

Ternyata kecanduan seks ini juga dialami oleh wanita. Biasanya, kata dr Boyke, mereka menggesekkan Mis V ke benda-benda untuk mendapatkan kepuasan.

“Dia bisa menggesekkan pada bantal. Kalau di kampung-kampung pakai timun, singkong dan terong. Dia bisa ketagihan juga,” ungkap dr Boyke.

ilustrasi hubungan seksual

Photo :
  • Times of India

Ia mengungkap jika tidak pria saja yang hypersex, tetapi wanita juga ada yang hypersex. Namun, pasangan yang sama-sama hypersex itu tidak menjadi masalah. Namun, ketika hanya salah satu dari mereka hypersex itu yang menjadi masalah.

“Wanita juga kan ada yang boleh dikatakan hyper juga kan. Kalau laki-laki hyper ketemu wanita hyper is oke. Yang paling problema di klinik itu adalah kalau laki-lakinya low, wanitanya hyper. Atau wanitanya low, laki-lakinya hyper, itu persoalan banget,” jelas dr Boyke.

Jika permasalahan ini muncul, maka masing-masing harus saling mengimbangi. Seperti contoh yang dijelaskan dokter Boyke, jika pria yang hypersex maka bisa sedikit diturunkan dan si wanitanya harus bisa menambah gairahnya sedikit agar sama-sama mendapatkan kepuasan yang pas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya