BPOM Temukan 188.640 Produk Pangan Kemasan yang Sudah Kadaluwarsa dan Rusak Selama Ramadhan

Ilustrasi tanggal kedaluwarsa makanan
Sumber :
  • Pixabay/Greyerbaby

JAKARTA  – Selama periode Ramadhan dan Jelang Idul Fitri 2024 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melakukan intensifikasi pengawasan pangan terhadap 2.208 sarana. Intensifikasi pengawasan pangan yang dilakukan sejak 4 Maret 2024 ini menyasar 920 sarana ritel modern, 867 sarana ritel tradisional, 386 gudang distributor, 28 gudang importir dan 7 gudang e-commerce.

Bahaya BPA Ditegaskan Bukan soal Bisnis, Tapi Ancam Kesehatan Konsumen

Dari 2.208 sarana tersebut, BPOM RI telah menyita 188.640 produk pangan kemasan yang sudah kadaluwarsa dan rusak.

Plt Kepala BPOM RI, L Rizka Andalusia mengungkap bahwa, kegiatan pengawasan ini berfokus pada produk pangan olahan terkemas yang tidak memenuhi ketentuan (TMK), yaitu tanpa izin edar (TIE)/ilegal, kedaluwarsa, rusak, dan jajanan takjil buka puasa yang mengandung bahan dilarang.

Dokter Tirta Bedah Soal Bahaya BPA dalam Galon, Hoax atau Nyata?

"Dari hasil pemeriksaan, kami menemukan 628 sarana (28,44 persen) yang menjual produk TMK berupa pangan TIE, kedaluwarsa, dan rusak, dengan jumlah total temuan pangan TMK sebanyak 188.640 pieces, yang diperkirakan bernilai lebih dari 2,2 milyar," kata dia dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip dari situs resmi BPOM.

Terkait Anggur Muscat Shine di Jakarta, BPOM: Tidak Terdeteksi Residu Chlorpyrifos

Hasil pengawasan memperlihatkan hasil yang positif yaitu terjadinya penurunan jumlah sarana TMK sebesar 13,14 persen dibandingkan tahun sebelumnya (723 sarana). Penurunan ini sejalan dengan upaya penguatan post-market yang dilakukan BPOM melalui pembinaan kepada pelaku usaha terkait penerapan cara peredaran pangan olahan yang baik (CPerPOB).

Jenis temuan pangan terbesar merupakan pangan TIE sebesar 49,03 persen. Produk ini banyak ditemukan di wilayah kerja UPT Tarakan (Kalimantan Utara), Pekanbaru, Palopo (Sulawesi Selatan), Banda Aceh, dan DKI Jakarta. Produk TIE ini berupa cokelat olahan, bumbu, permen, minuman serbuk, dan biskuit. 

Kemudian temuan pangan kedaluwarsa sebesar 31,89 persen (60.151 pcs) di wilayah kerja UPT Manado (Sulawesi Utara), Palopo (Sulawesi Selatan), Belu, Kupang, dan Ende (Nusa Tenggara Timur). Produk kedaluwarsa berupa jeli/agar/puding, minuman serbuk, bumbu, bahan tambahan pangan (BTP), dan mi/pasta. 

Sementara untuk temuan pangan rusak sebesar 19,09 persen (36.006 pcs) banyak ditemukan di wilayah kerja UPT Semarang (Jawa Tengah), Pangkal Pinang (Bangka Belitung), Belu (NTT), Sofifi (Maluku Utara), dan Palopo (Sulawesi Selatan). Produk pangan rusak ini berupa ikan olahan dalam kaleng, mi/pasta, produk kental manis (susu/krimer), susu ultra high temperature (UHT)/steril, dan BTP.

"Produk TIE impor banyak ditemukan di wilayah perbatasan negara seperti, Tarakan, Pekanbaru, dan Banda Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat jalur ilegal dan dibutuhkan pengawasan lintas sektor yang lebih intensif. Selain itu, produk TIE impor juga banyak ditemukan di wilayah yang banyak warga negara asing (WNA) berdomisili seperti di wilayah Jakarta dan Palopo. Hal ini karena tingginya demand/permintaan WNA terhadap produk tersebut", ujar dia lebih lanjut.

BPOM telah menindaklanjuti hasil pengawasan tersebut dengan melakukan langkah-langkah penanganan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran. Tindak lanjut ini termasuk melakukan pengamanan dan menginstruksikan retur/pengembalian produk kepada supplier produk TIE, serta pemusnahan terhadap produk rusak dan kedaluwarsa. 

Selain pengawasan ke sarana secara langsung, BPOM juga melakukan pengawasan daring/online melalui patroli siber. Dari hasil patroli siber selama pelaksanaan intensifikasi pengawasan tahun ini, ditemukan 17.586 tautan yang menjual produk TIE pada platform e-commerce dengan nilai ekonomi lebih dari 31 Milyar. BPOM telah berkoordinasi dengan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) untuk melakukan penurunan konten (take down) terhadap tautan yang teridentifikasi menjual produk TIE.

Untuk meningkatkan kesadaran pelaku usaha dan mengurangi peredaran pangan TIE, BPOM berperan aktif memfasilitasi pelaku usaha, termasuk usaha mikro kecil (UMK) melalui pendampingan terhadap pemenuhan persyaratan pendaftaran produk pangan olahan. Masyarakat diimbau untuk tidak membeli produk TIE dan beralih ke produk lokal yang aman dan berkualitas. Hal ini penting untuk melindungi kesehatan dan mendukung perekonomian nasional.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya