Komplikasi DBD Bisa Sebabkan Dengue Shock Syndrom, Ahli: Pembuluh Darah Bocor
- Pexels/icon0.com
JAKARTA – Angka kasus demam berdarah atau DBD di Indonesia hingga saat ini mencapai 35.556 kasus dengan total kasus kematian mencapai 290 kasus. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi menyebut bahwa kasus demam berdarah dan kasus kematian akibat demam berdarah ini paling banyak menyerang anak usia 5 hingga 14 tahun.
Imran juga mengingatkan tentang kemungkinan adanya komplikasi demam berdarah yang disebut dengan Dengue Shock Syndrom (DSS). Komplikasi ini dapat terjadi karena pasien DBD terlalu lama mendapatkan penanganan, termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda syok dini. Scroll untuk info lengkapnya, yuk!
"Sebenarnya dengue itu spektrum mulai dari yang tidak ada gejala, gejala ringan sampai gejala berat. Gejala berat itu yang disebut sebagai DSS karena adanya reaksi imunologis maka pembuluh darah bocor. Bocor inilah yang menyebabkan shock," Â kata dia kepada awak media di Jakarta, Kamis 21 Maret 2024.Â
Lebih lanjut, Imran menyebutkan bahwa berbeda dengan perdarahan yang lainnya, perdarahan akibat DSS ini tidak terlihat di permukaan kulit, sehingga membuat orang kurang waspada.Â
"Bedanya shock perdarahan dengan shock demam berdarah itu keliatan keluar. Kalau dengue ini shock perdarahannya merembes tapi tidak keluar, jadi dia keluar dari darah tapi berada di bawah kulit. Makanya orang-orang yang dengue shock itu bengkak, karena cairannya berada di luar pembuluh darah," sambungnya.Â
Bahkan Imran menyebut orang dengan berat badan berlebih memiliki risiko fatal yang tinggi, karena semakin sulit untuk melihat shock perdarahannya pada permukaan kulit.
"(yang terkena DSS) bisa semua. Yang gemuk yang lebih berbahaya karena tidak kelihatan shocknya seperti apa, karena di bawah kulit," ujarnya.Â
Di sisi lain, Imran juga menyebut bahwa jika memiliki tanda dan gejala yang mengarah pada demam berdarah, masyarakat harus sesegera mungkin mendatangi faskes.
"Seawal mungin, enggak usah (tunggu tiga hari demamnya) karena sekarang sudah ada pemeriksaan NS1. Itu sudah bisa terdeteksi antigen virusnya. Jadi kita tidak perlu lagi mendeteksi lagi antibodinya karena kan butuh waktu, sekarang dengan NS1 sudah terdeteksi antibodinya," ujarnya.