Riset: Pasca Pemilu Masyarakat Mengalami Stres, Ini Penyebabnya

Ilustrasi depresi/stres.
Sumber :
  • Freepik/jcomp

VIVA Lifestyle – Pasca pemilu 2024 yang diselenggarakan secara serentak pada 14 Februari lalu, ditemukan masyarakat Indonesia mengalami gangguan kecemasan hingga depresi berat. Dalam riset yang dilakukan oleh Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa terhadap 1.077 responden di 29 provinsi di Indonesia ini prevalensi kecemasan sedang-berat warga Indonesia berada di angka 16 persen.

Pilpres 2024 Dinilai Mulai Geser Demokrasi RI Jadi Otokrasi Elektoral yang Mengkhawatirkan

Sementara itu, prevalensi masyarakat Indonesia yang mengalami depresi pasca pemilu 2024 berada di angka 17 persen. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Dari studi ini pula ditemukan bahwa risiko yang muncul terkait proses dan partisipasi pemilu 2024 meningkatkan potensi kecemasan sebesar 2 kali lipat dan risiko depresi meningkat hingga 3 kali lipat.

4 Trik Manajemen Stres yang Tepat, Tahun Baru Dijamin Lebih Rileks dan Damai

"Data sebelum pemilu menunjukkan angka depresi sedang-berat 6 persen dan gangguan emosi termasuk kecemasan sedang-berat 9,8 persen,” ungkap Ketua Tim Peneliti, Dr.dr. Ray Wagiu Baswori, MKK, FRSPH dalam keterangan resminya, Kamis 29 Februari 2024.

Ilustrasi sakit kepala, putus asa, depresi, pusing, stres.

Photo :
  • Pixabay/ lukasbieri
Polres Tangerang Minta Masyarakat Lapor Bila ingin Gelar Pesta Kembang Api Tahun Baru 2025

“Jadi terlihat memang meningkat bila dibandingkan temuan kami yang dilakukan tepat sesaaat setelah hari pencoblosan yaitu antara 14 hingg 16 Februari, dan terlihat bahwa risikonya pun semua terkait dengan persepsi kesehatan jiwa yang berhubungan dengan proses partisipasi pemilu," lanjutnya.

Lebih lanjut, dijelaskan oleh Ray, mayoritas orang yang mengalami gangguan kecemasan hingga depresi berat pasca pemilu ini dipicu tekanan eksternal dalam menentukan pilihan calon presiden, calon wakil presiden hingga calon legislatif.

Tak hanya itu, dari data riset yang dilakukan pihaknya juga ditemukan sebanyak 12 persen partisipan yang mengalami konflik diri, dan 88 persen lainnya tidak mengalami konflik diri.

Konflik diri ini berkaitan dengan perasaan bimbang yang dialami respon saat memutuskan untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden. Konflik diri yang dominan adalah ketika mereka membuat keputusan untuk memilih.

"Ketika seorang WNI yang diwakili responden kami mengahdapi konflik selama proses pemilihan. Konflik itu kemudian memuncak pada waktu dia membuat dalam memilih di tanggal 14 kemarin. Satu dia sulit, dia enggak nyaman dan berpotensi mengalami gangguan kesehatan jiwa karena sulit membuat keputusan ditambah lagi adanya perbedaan pilihan politik dengan pihak lain," kata Ray lebih lanjut.

Selain itu, dari riset ini juga aspek konflik dengan pihak lain terbukti berpotensi menimbulkan depresi sedang-berat sebesar 31,3 persen responden dengan tingkat risiko 2,5 kali lipat.

Sementara itu, 4 dari 10 responden mengaku mendapat tekanan ketika harus memilih calon tertentu yang akibatnya berisiko depresi berat-sedang hingga 3,3 kali lebih besar.

Studi ini juga menemukan sebanyak 40 persen responden mengalami depresi berat-sedang akibat tekanan dalam memilih calon tertentu dengan tingkat risiko hingga 3,3 kali lipat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya