Baru Terdeteksi saat Stadium Lanjut, Kenali Gejala Hingga Faktor Risiko Kanker limfoma Hodgkin
- Pixabay
VIVA Lifestyle – Kanker menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia. Terhitung hampir 10 juta kematian pada 2020, atau hampir 1 dari 6 kematian. Di tahun 2020, kasus kanker yang paling umum ditemui adalah kanker payudara (2,26 juta), paru-paru (2,21 juta), usus besar dan rectum (1,93 juta), prostat (1,41 juta), kulit/non-melanoma (1,2 juta), dan kanker perut (1,09 juta).
Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia cabang Jakarta Raya (POI Jaya), Prof. Dr. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp.PD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked, FINASIM, FACP, mengungkapkan, kanker adalah masalah kesehatan dengan urgensi yang tinggi. Scroll untuk informasi selengkapnya.
Secara global, kanker merupakan penyebab kematian kedua terbanyak, dengan hampir 10 juta orang meninggal setiap tahunnya. Menurut Prof. Ikhwan, dari sekian banyak kanker, limfoma Hodgkin adalah kanker dengan diagnosis yang masih rendah.
"Kanker kelenjar getah bening jenis Limfoma Hodgkin adalah salah satu kanker yang tingkat diagnosisnya masih rendah. Penyakitnya ada, tapi sayangnya, pada banyak kasus, baru terdiagnosis setelah berada di stadium lanjut," ujar Prof Ikhwan di acara World Cancer Day: Hope, Faith, Love, dalam rangka Hari Kanker Sedunia, yang digelar baru-baru ini.
Limfoma Hodgkin (LH) adalah salah satu jenis kanker yang berasal dari sel darah putih yang disebut limfosit. Limfosit merupakan komponen sistem limfatik yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh. Menurut data Globocan tahun 2020, di Indonesia terdapat 1.188 kasus baru limfoma Hodgkin dengan kematian sebanyak 363 kasus.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI, Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes., menambahkan, kanker yang ditemukan pada stadium awal melalui deteksi dini dan ditangani secara tepat akan memberikan peluang kesembuhan 90 persen.
"Apalagi saat ini pengobatan untuk limfoma Hodgkin telah tersedia dan tercakup di dalam BPJS Kesehatan. Untuk itu, masyarakat jangan ragu untuk segera melakukan deteksi dini," sambung dr. Eva.
Ada sejumlah faktor risiko yang meningkatkan seseorang terkena limfoma Hodgkin di antaranya:
1. Infeksi virus Epstein-Barr.
1 dari 1.000 orang yang terinfeksi virus Epstein-Barr berisiko terkena limfoma Hodgkin.
2. Sistem imun.
Risiko meningkat pada orang yang terinfeksi HIV (virus penyebab AIDS), orang yang mengonsumsi obat-obatan penekan sistem kekebalan tubuh, dan orang dengan penyakit autoimun.
3. Riwayat keluarga.
Saudara laki-laki dan perempuan dengan penyakit ini memiliki risiko lebih tinggi terkena LH. Risiko ini sangat tinggi untuk kembar identik dari seorang pasien LH.
4. Jenis kelamin.
Kasus limfoma Hodgkin lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita.
5. Usia.
Limfoma Hodgkin umumnya terjadi pada usia 15-30 tahun dan di atas usia 55 tahun.
Lebih lanjut Prof. Ikhwan menjelaskan, gejala yang ditimbulkan dari penyakit kanker limfoma Hodgkin yang perlu diwaspadai, yaitu muncul benjolan atau pembesaran pada kelenjar getah bening di leher, bawah ketiak, atau pangkal paha.
"Selain itu, terjadinya gejala umum yang disebut ‘B symptoms’ atau gejala sistemik seperti demam lebih dari 38 derajat Celcius tanpa penyebab yang jelas, berkeringat berlebihan pada malam hari, turun berat badan lebih dari 10 persen dalam 6 bulan berturut-turut," ungkapnya.
"Untuk itu, segera periksakan diri ke dokter apabila merasa memiliki gejala tersebut. Walaupun penyakit kanker limfoma Hodgkin memiliki angka kesembuhan yang tinggi, namun masih ada kemungkinan untuk kambuh sekitar 10-30 persen. Jadi, semakin dini limfoma Hodgkin dapat dideteksi, semakin cepat dapat ditangani, dan semakin tepat sasaran pengobatan yang diberikan," jelas Prof. Ikhwan.
Secara umum, harapan hidup pasien limfoma Hodgkin dalam 5 tahun setelah terdiagnosis adalah 89 persen. Komplikasi penyakit limfoma dapat mencakup penyebaran kanker ke organ lain, penurunan fungsi organ, kerusakan sumsum tulang, infeksi, efek samping pengobatan, dan masalah kesehatan mental atau emosional.
Dalam beberapa kasus, limfoma dapat bersifat agresif dan sulit diobati, menyebabkan prognosis yang lebih buruk. Sayangnya, kebanyakan kasus limfoma Hodgkin baru terdiagnosis pada stadium lanjut.
Berdasarkan tatalaksana dari National Comprehensive Cancer Network (NCCN), beberapa jenis pengobatan Limfoma Hodgkin antara lain, kemoterapi, radioterapi, imunoterapi dan terapi target, yang menargetkan protein pada sel kanker yang mengendalikan pertumbuhan sel kanker, tanpa memengaruhi sel normal lain.
Head of Patient Value Access PT. Takeda Indonesia, Shinta Caroline, berterima kasih atas kesempatan berkerja sama yang diberikan oleh POI Jaya dalam meningkatkan kesadaran tentang gejala, diagnosis, dan pengobatan limfoma Hodgkin.
"Kami menyadari beban yang ditimbulkan penyakit ini. Oleh karena itu, Takeda berkomitmen memperkuat kerja sama dengan pihak-pihak terkait, termasuk POI dan Kementerian Kesehatan RI, dalam memastikan akses obat-obatan dan vaksin kami tersedia bagi para pasien di Indonesia, termasuk untuk limfoma Hodgkin yang mpengobatan inovatifnya saat ini telah tersedia di JKN," tuturnya.
"Melalui acara talk show kesehatan hari ini, kami juga berharap dapat mendorong deteksi dini dari masyarakat dan memberikan harapan kepada pasien untuk kehidupan yang lebih berkualitas," imbuh Shinta.