Respons IDI Soal Buka 300 Fakultas Kedokteran
- www.pixabay.com/jennycepeda
JAKARTA – Debat kelima calon presiden (capres) yang diselenggarakan, Minggu 4 Februari 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta menyita perhatian publik. Mengangkat tema Teknologi Informasi, Peningkatan Pelayanan Publik, Hoaks, Intoleransi, Pendidikan, Kesehatan (Post-COVID Society), dan Ketenagakerjaan", paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto sempat menyinggung tentang visi misinya salah satunya terkait dunia kesehatan. Prabowo menyebut akan mendirikan 300 fakultas kedokteran untuk mengatasi masalah kekurangan dokter di Indonesia.
"Kita kekurangan 140 ribu dokter di Indonesia dan itu akan segera kita atasi dengan cara kita akan menambah fakultas kedokteran di Indonesia. Dari yang sekarang 92, kita akan membangun 300 fakultas kedokteran," kata Prabowo dalam menyampaikan visi misinya.
Terkait dengan pembangunan 300 fakultas kedokteran, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), DR. dr. Moh. Adib Khumaidi, SpOT menjelaskan bahwa pendirian 300 fakultas kedokteran itu berlebihan.
Dia menjelaskan bahwa saat ini setidaknya ada 12 ribu dokter yang dicetak setiap tahunnya dari total fakultas dokter yang ada saat ini. Sementara itu kekurangan dokter yang saat ini katanya mencapai 60 ribu bisa dipenuhi lima tahun ke depan.
"Sangat berlebihan, 300 FK kedokterran itu sangat sangat berlebihan," kata dia dalam virtual media briefieng IDI Senin 5 Februari 2024.
Lebih lanjut, diungkap Adib bahwa yang saat ini masalah yang penting perlu diperhatikan adalah biaya pendidikan kedokteran yang masih mahal.
"Kenapa? yang menjadi masalah yang belum tersampaikan pada saat pembuatan fakultas kedokteran. Saya kira masyarakat sudah tahu yang menjadi masalah di dalam pendidikan kedokteran yang saat ini adalah pembiayaan pendidikan kedokteran yang masih mahal. Siapa yang bisa mengintervensi biaya pendidikan itu adalah negara," sambung Adib.
Adib juga menjelaskan jangan sampai rencana pembuatan 300 fakultas dokter yang tidak diimbangi dengan aturan dan tidak memperhitungkan kebutuhan dokter. Maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi pengangguran intelektual di kalangan dokter.
"Maka kita 5 tahun lagi akan dihadapkan dengan overload. Kita dihadapkan kalau dalam bahasa kami pengangguran profesional intelektual yang sebenarnya dibutuhkan negara yaitu profesi dokter, dia kemudian tidak dapat tempat pekerjaan karena sudah banyaknya dokter," kata dia.
Lebih lanjut, Adib juga menyoroti bahwa sebenarnya yang dibutuhkan saat ini bukanlah dokter umum melainkan dokter spesialis. Hingga saat ini dokter spesialis di Indonesia tercatat sebanyak 52.843. Sementara dokter umum tercatat sebanyak 173.247.
"Kami melihat harus kita mulai dari aspek menilai kebutuhan dokter, dokter spesial. Yang kita butuhkan saat ini bukan dokter umum tapi yang lebih banyak dibutuhkan masyarakat saat ini terutama kebutuhan dokter spesial," sambungnya.
Sementara itu, Adib juga menjelaskan, pembukaan 300 fakultas kedokteran itu hanya akan mencetak dokter umum padahal yang dibutuhkan saat ini adalah dokter spesial. Melihat hal itu, ada baiknya kata Adib yang perlu ditingkatkan adalah pembukaan program studi spesialis yang dibutuhkan masyarakat. Dia juga menekankan untuk memberikan beasiswa kepada dokter umum di daerah untuk disekolahkan negara yang kemudian diharapkan dokter tersebut bisa mengabdi ke daerahnya kembali.
"Prodi dokter spesialis sesuai yang dibutuhkan rakyat apa saja yang menjadi problem prioritas masalah kesehatan di tiap wilayah, cetak itu kemudian ambil putra-putra daerah, dokter umum untuk disekolahkan negara melalui program afirmasi, program beasiswa, melalui sebuah program LPDP dan sebagainya dan dia nanti akan kembali ke daerah menjadi dokter-dokter spesialis yang akan bekerja di daerahnya karena mereka putra daerah," kata dia.
Dia juga meminta agar paslon bisa mempertimbangkan dengan matang terkait rencana pembukaan 300 fakultas dokter.
"Itu yang harus ditingkatkan bukan kemudian akhirnya kita membuat 300 fakultas kedokteran, ini yang perlu kita perdalam. Sehingga kita benar-benar ada link match antara need dan demand, jangan sampai ada tenaga medis dan tenaga kesehatan yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan," kata dia.