PDPI: Prevalensi Perokok Elektrik di Indonesia Alami Kenaikan Hampir 100 Kali Lipat
- pixabay/LindsayFox
JAKARTA – Angka pengguna rokok elektrik di Indonesia dilaporkan terus mengalami kenaikan. Bahkan dari tahun 2011 hingga 2018 disebutkan prevalensi pengguna rokok elektrik di Indonesia mengalami peningkatan hampir 100 kali lipat.
“Kondisi perokok elektrik di Indonesia, tahun 2011 itu 0,3 persen, di tahun 2018 itu 10,9 persen. Kalau sekarang tentunya lebih besar lagi,” kata Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Prof. DR. dr. Agus Dwi Susanto Sp.P (K), FISR, FAPSR dalam virtual conference di Jakarta, Selasa 9 Januari 2024. Scroll untuk informasi selengkapnya.
Lebih lanjut diungkap Agus, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Global Adults Tobacco Survey (GATS) pada 2021, prevalensi perokok elektrik yang berusia lebih dari 15 tahun mengalami peningkatan 10 kali lipat dalam 10 tahun terakhir.
“Remaja jadi 10.9 persen meningkat dibanding tahun 2016 sebanyak 10 kali lipat, dari tahum 2011 0,3 persen menjadi 10,9 persen itu peningkatan sebesar 40 kali lipat,” jelasnya lebih lanjut.
Masih dalam penelitian yang sama, Agus menjelaskan 55,7 persen masyarakat Indonesia terpapar informasi rokok elektrik. Sebanyak 11,9 persen di antaranya pernah menggunakan vape, sementara 3 persen sisanya masih aktif memakai vape.
Agus juga mengungkap bahwa situasi perokok elektrik di Indonesia lebih tinggi dibanding tahun lalu. Dalam riset yang dilakukan Statisa Consumer Insight pada Januari – Maret di tahun 2023 lalu, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai konsumen rokok elektrik tertinggi dibanding Swiss, Amerika dan Inggris.
“25 persen masyarakat Indonesia pernah setidaknya menggunakan rokok elektrik satu kali. Ini angkanya lebih tinggi dari Swiss 16 persen, Amerika Serikat 15 persen, Inggris 13 persen,” ujar dia.
Dalam riset yang dilakukan di RS Persahabatan terhadap pasien perokok elektrik, ada empat alasan utama mereka memilih rokok jenis ini. Pertama, menganggap kadar nikotin lebih rendah dari rokok konvensional. Ada 719 dari 937 subjek atau sekitar 76,7 persen dalam riset yang dilakukan pada 2021 yang memiliki anggapan tersebut.
Kedua, mereka memilih menggunakan vape dengan alasan banyak varian rasa. Adapula yang memakainya karena tertarik dengan trik asap. Sisanya, ikut-ikutan alias hanya mengikuti tren.
Selanjutnya, Agus juga memaparkan alasan mengapa remaja terutama yang duduk di bangku SMA memilih menggunakan rokok elektrik. Berdasarkan riset yang dilakukan pada 2019 terhadap 767 murid SMA di Jakarta, 90 di antaranya menggunakan rokok elektrik.
Alasannya, pertama persepsi rokok elektrik lebih tidak adiktif dibandingkan rokok konvensional. Kemudian persepsi rokok elektrik tidak menyebabkan kanker hingga perizinan orangtua dan cukup uang untuk membeli rokok jenis ini.