Awas! Vape Bisa Sebabkan Kematian
- Unicare Clinic
JAKARTA – Beberapa waktu belakangan, rokok elektrik atau dikenal publik dengan vape menjamur di kalangan masyarakat tanah air. Bahkan dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap perokok elektrik di atas usia 15 tahun menunjukkan peningkatan dalam waktu 10 tahun terakhir.
Berdasarkan survei yang dilakukan Statista Consumer Insight yang dilakukan pada periode Januari – Maret 2023, menunjukkan Indonesia berada di urutan pertama dan mengalahkan Swiss, Amerika Serikat dan Inggris, dalam penggunaan vape. Scroll untuk informasi selengkapnya.
Berbicara mengenai rokok elektrik, rokok jenis ini memiliki varian perasa yang menjadi pemikat sejumlah pihak untuk mengonsumsinya. Namun tahukah Anda, rokok elektrik berperasa ini jauh lebih berbahaya? Berikut penjelasan Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof. DR. Dr. Agus Sp.P (K), FISR, FAPSR.
“Sebagian besar rokok elektronik atau vape itu berperasa dan WHO sendiri menyatakan dilarang. Karena studi-studi sebagian besar yang kandungan nikotin, karsinogen dan bahan yang sebabkan inflamasi itu lebih tinggi kandungan berbahayanya kalau dia mengandung perasa. Karena di dalam perasa itu banyak campuran-campurannya dan itu berpotensi menambah bahan toksik kalau dia diberikan perasa,” kata dia dalam virtual media briefing, Selasa 9 Januari 2024.
Lebih lanjut, diungkap Agus, jika rokok elektrik berperasa memiliki risiko 10 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan rokok elektrik tanpa perasa.
“Ibaratnya rokok tanpa perasa itu risikonya 2 kali, rokok perasa itu bisa 10 kali. Karena kandungan berbahayanya lebih banyak. Itu secara sederhana, makanya dilarang. Kalau rokok elektronik tidak berperasa itu tidak menarik di lapangan di pasaran, hambar-hambar saja tidak ada rasanya. Itu harus diperhatikan dari sisi penjualan dia sebagian besar dikasih perasa dan perasa itu justru banyak mengandung bahan berbahaya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prof Agus juga menjelaskan tentang kasus yang terjadi di Amerika dan Eropa akibat rokok elektrik berperasa. Di mana pasien mengalami gagal napas hingga meninggal dunia.
“Termasuk kasus di Amerika dan Eropa sebagian waktu itu booming electronic cigirate lung injury, itu ditemukan sebagian besar ditemukan pada rokok elektronik berperasa vitamin E. Vitamin E ini induksi paru akut yang sebabkan pasien banyak masuk rumah sakit gagal nafas pakai ventilator kemudian meninggal. Oleh karena itu, risiko itu lebih banyak pada yang berperasa,” kata dia.
Namun demikian, rokok elektrik tanpa perasa juga tetap memiliki risiko yang buruk bagi kesehatan, lantaran adanya kandungan nikotin hingga bahan-bahan yang sebabkan risiko karsinogen hingga inflamasi.
“Tidak beperasa juga berbahaya karena konsepnya ada nikotin, ada karsinogen ada bahan penyebab inflamasi berisiko. Kalau secara dasar berperasa dan tidak berperasa ada tiga komponen ini, tapi yang berperasa konsentrasinya lebih banyak,” ujar dia.