Tren Kasus COVID-19 Kembali Meningkat, Kapan Akan Mereda?

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin
Sumber :
  • VIVA/ Isra Berlian

JAKARTA – Kasus subvarian JN.1 diketahui telah ada di Indonesia. Berdasarkan hasil whole genome sequencing dari 77 sampel yang diperiksa ada 43 persen diantaranya terkonfirmasi subvarian JN.1 dari total kasus yang mencapai 2 ribuan selama sepekan.

Sibuk Politik, 2024 Jadi Tahun yang Penuh Guncangan bagi Krisdayanti

Peningkatan kasus JN.1 relatif lebih cepat dari pekan sebelumnya, yang masih berada di angka 19 persen dari total kasus.

“JN.1 ini memang naik tadinya hanya 1 persen ya,  di minggu ke-2 November naik ke 19 persen, di minggu ke-3 November, kemudian di awal Desember ini sudah 43 persen.  Dari varian yang ada di Indonesia ini JN.1.  Nah pengalaman kita nanti akan naik terus sampai sekitar 80-90 persen pada saat itu ucapnya bisa tercapai,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Kementerian Kesehatan, Jumat 22 Desember 2023.  

Konser Superdiva Diundur Januari 2025, Titi DJ Akui Sempat Kecewa dan Down

Diungkap Menkes bahwa Januari 2024 akan menjadi puncak untuk kasus sub varian JN.1 ini. Dengan rentan waktu 2 hingga maksimal 4 pekan. Dengan demikian kasus COVID-19 akan menurun pada Februari

Menkes Budi Blak-blakan Indonesia Masih Tertinggal dalam Penyediaan Produk Medis Inovatif

“Jadi kalau aku melihat ya harusnya di Januari ini harusnya puncaknya JN-1 ini sudah bisa kita lihat. Peaknya paling 2 minggu sampai 4 minggu maksimal sudah kemudian terjadi penurunan.  Jadi mudah-mudahan nanti kita lihat kalau misalnya peaknya terjadi di Januari,  itu harusnya si Februari insyaallah ini sudah turun kembali,” kata dia.

Menkes juga menyebut, hospitalisasi akibat subvarian ini juga tidak terlalu signifikan. Bahkan disebutnya bed ocupancy di rumah sakit juga masih rendah.

“Ini hospitalisasinya rendah.  Sampai sekarang kan kita lihat rumah sakit-rumah sakit kita sih masih relatif kosong.  Bornnya masih relatif kosong,” ujar dia. 

Sejauh ini, angka perawatan akibat COVID-19 terpantau rendah dibandingkan tren gelombang COVID-19 sebelumnya yakni 357 pasien, paling banyak di DKI Jakarta yakni 80 kasus.

“Memang ada beberapa kematian, sekitar 27 orang tapi ini ada komorbid ya ada sakit jantung, stroke tapi begitu ditest dia positif COVID-19. Jadi nggak semuanya meninggalnya gara-gara positif.  Gara-gara covid-nya, tapi gara-gara penyakit lainnya,” ujar dia. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya