Gula Jagung Lebih Aman dibanding Gula Putih?

Ilustrasi gula.
Sumber :
  • Pixabay/moritz320

JAKARTA –  Gula adalah salah satu komponen nutrisi yang tidak bisa dipisahkan dari asupan sehari-hari, baik melalui makanan dan minuman rumahan maupun makanan dan minuman olahan.

Kejar Target Swasembada Gula, PTPN III Dorong Peran Generasi Muda Genjot Sektor Pertanian

Berbicara mengenai gula, Perekayasa Ahli Utama BRIN, Dr. Noer Laily, M.Si, mengungkap tentang beberapa jenis gula yang ada di dalam industri pengolahan makanan. Pertama, gula alami dan gula sintetis. 

Untuk gula alami adalah gula putih atau sukrosa yang dimurnikan, dekstrosa, fruktosa, gula kristal rafinasi, gula kelapa, gula aren, dan madu. Sedangkan gula sintetis misalnya sorbitol, manitol, isomalt, xilitol, dan lain-lain.

Akselerasi Swasembada Gula, PTPN Group Luncurkan 4 Varietas Tebu Unggul

Selain itu ada juga pemanis buatan pengganti gula, misalnya Asesulfam-K, Aspartam, Siklamat, Sakarin, sukralosa dan neotam.

Pemanis alami (Natural sweetener) adalah pemanis yang dapat ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya secara sintetik ataupun fermentasi. Sedangkan pemanis buatan (Artificial sweetener) adalah pemanis yang diproses secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat di alam,” jelas Noer Laily.

Pengamat Nilai Penangkapan Tom Lembong Kental Muatan Politis, Ini Alasannya

Ditambahkan Noer Laily, pada dasarnya gula merupakan salah satu sumber energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Namun asupan gula yang berlebihan dapat mengganggu kesehatan tubuh dan proses tumbuh kembang pada anak-anak. Kelebihan asupan gula biasanya dihubungkan dengan penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit kardiovaskular,diabetes tipe 2 dan kanker.

Noer Laily, juga menghimbau asupan gula perlu dibatasi, dan yang perlu diingat adalah asupan gula yang dimaksud tidak hanya konsumsi gula alami seperti gula pasir, gula kelapa, atau gula yang biasanya ada dalam makanan dan minuman manis seperti kue kue, permen gula atau makanan apapun yang manis.

“Konsumsi pemanis buatan juga harus dibatasi. Pemanis buatan memiliki rasa manis yang lebih tinggi namun memberikan asupan energi yang lebih kecil atau tidak memberikan energi sama sekali. Meskipun memberikan kalori yang lebih kecil, konsumsi pemanis buatan sebaiknya tetap dibatasi,” lanjut Noer Laily.

Sesuai dengan regulasi pemerintah, jenis pemanis dan jumlah yang diperkenankan diatur sesuai dengan kategori pangan (Perka BPOM no 4/2004). Sebagai contoh berdasarkan regulasi keamanannya pemanis buatan Aspartame memiliki nilai ADI 40mg/Kg berat badan. 

Pada kategori minuman berbasis susu berperisa atau susu fermentasi (contoh minuman susu coklat dan minuman yoghurt) batas aman maksimumnya adalah 600 mg/kg, dan pada produk kembang gula/ permen sebesar 3000 mg/ kg.

Bijak Mengonsumsi Gula dan Kedepankan Menu Gizi Seimbang

Sementara itu, Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI), Dr Elvina Karyadi, SpGK menjelaskan, pola makan masyarakat saat ini memang didominiasi trend makanan yang serba cepat yang kadang tidak memilih gizi seimbang.

Menurut Elvina, harusnya masyarakat mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak dibatasi tidak boleh lebih dari 25 persen total kalori. Selain itu, dengann membatasi gula di mana anjuran konsumsi gula oleh Kemenkes tidak boleh lebih dari 4 sendok makan  per orang per hari atau 50 gram per hari.

“Gula termasuk karbohidrat dan kita tetap perlu karbohidrat tapi kompisisi makanan kita harus diperhatikan, jangan banyak gula tapi rendah protein, itu yang tidak sehat,” paparnya.

Bagaimana menjaga asupan gula agar tidak berlebihan? Terlebih banyak yang tidak menyadari mengonsumsi gula yang ditambahkan misalnya tidak hanya dari yang diminum tapi banyak gula yang tersembunyi dalam makanan dan dikonsumsi secara berlebihan, misalya dari snack atau kudapan yang kita makan, minuman manis, dan minuman dengan pemanis dalam kemasaan.

Maka dari itu Elvina, mengungkap penting masyarakat untuk diedukasi agar cerdas dalam mengonsumsi gula dan mengedepankan pola makan sehat dengan gizi seimbang.

Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes menambahkan, Kemenkes terus berupaya mengedukasi masyarakat agar bijak mengonsumsi makanan olahan terutama yang mengandung gula tinggi.

Ada beberapa cara untuk mengurangi asupan gula setiap hari dengan cara mengurangi konsumsi makanan olahan yang mengandung gula, garam, dan lemak yang tinggi seperti contohnya adalah cemilan berupa biskuit, kue dan camilan lainnya. Masyarakat disarankan mengonsumsi makanan dalam bentuk yang asli contohnya bisa didapatkan di buah-buahan segar.

Kemudian, mengurangi konsumsi makanan atau minuman yang memiliki gula tambahan dalam sajiannya seperti yang bisa kita temukan pada minuman bersoda, permen, hingga jus buah yang diberikan pemanis lagi. 

“Biasakan membaca nilai informasi gizi dari setiap makanan atau bahan makanan yang anda beli, sehingga kita bisa menakarnya sesuai dengan anjuran di atas,” kata dia.

Benarkah Gula Jagung Lebih Aman?

Ilustrasi garam, MSG dan gula.

Photo :
  • Pixabay/Stocksnap

Berbicara mengenai gula, gula jagung atau corn syrup disebut-sebut sebagai alternatif pengganti gula yang dianggap lebih sehat. Menurut Noer Laily, asupan gula jagung juga akan memberikan tambahan kalori, jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang dan jumlah yang berlebihan akan menimbulkan masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan diabetes tipe 2.

“Masih ada pro dan kontra perihal klaim gula jagung lebih baik atau lebih buruk dari gula biasa. Gula jagung merupakan pemanis dari jagung yang biasanya diolah menjadi sirup tinggi fruktosa. Konsumsi fruktosa dalam jumlah yang tinggi dapat menyebabkan kerja liver menjadi bertambah. Intinya jika ingin sehat kurangi asupan gula dalam bentuk apapun, baik gula maupun pemanis,” terangnya.

Kadang kata dia masyarakat juga belum terinformasi dengan baik bahwa gula biasa di susu kental manis justru lebih aman daripada gula sintetis.

Makanan yang mengandung pemanis buatan atau sintetis, lanjutnya, sebaiknya tidak dikonsumsi secara rutin apalagi berlebihan karena akan berdampak terhadap kesehatan tubuh. Gula sintetis tidak bisa diberikan pada balita. Sebagai contoh beberapa penilitian menunjukkan bahwa konsumsi pemanis buatan jika dikonsumsi berlebihan justru akan meningkatkan berat badan, dan meningkatkan resiko penyakit degeneratif.

  

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya