Subvarian COVID-19 EG.5 Terdeteksi di Indonesia, Seperti Apa Gejala Khasnya?

Ilustrasi COVID-19/virus corona.
Sumber :
  • Pixabay/mattthewafflecat

JAKARTA – Kasus COVID-19 di Indonesia diketahui mengalami peningkatan. Peningkatan kasus terlihat pada rentan waktu Oktober hingga November 2023.

Sering Tak Disadari, Ini 4 Penyebab Pecah Pembuluh Darah di Kepala yang Mengancam Nyawa

Dari data yang diungkap Ketua Satgas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Prof. Dr.dr. Erlina Burhan, SpP(K), Msc peningkatan terjadi hampir lebih dari 2 kali lipat. Scroll lebih lanjut ya.

"Oktober 65 kasus terkonfirmasi, 20-26 November kasus naik dua kali lipat menjadi 151 kasus. Kasus meninggal ada 1 kasus di November," kata Erlina Burhan dalam virtual media briefing, Rabu 6 Desember 2023.

Elon Musk Sebut Singapura Terancam Punah, Apa Sebabnya?

Lebih lanjut Erlina menduga peningkatan kasus ini didominasi oleh subvarian EG.5 yang juga ditemukan di Singapura. Meski demikian untuk gejalanya kata Erlina cukup ringan sama seperti gejala Omicorn.

Bertemu Prabowo, GAVI Janji akan Perkuat Kerja Vaksin dengan Indonesia

"Belum ada data subvarian EG.5, dan HK.3 menghasilkan gejala yang berbeda dari varian lainnya. Jadi sama gejalannya ada demam tinggi, batuk, rhinorrhea (hidung meler), kehilangan penciuman dan pengecap,"ujar Erlina.

Selain itu diungkap Erlina bahwa varian ini juga memiliki gejala yang umum seperti varian COVID-19 lainnya yakni nyeri tubuh.

Obat untuk COVID-19

Photo :
  • Times of India

“Sakit tenggorok, gejala umum nyeri badan pada Covid, gejalanya enggak jauh berbeda, termasuk nyeri badan,” kata Erlina.

Di sisi lain, terkait dengan kasus kematian yang dilaporkan pada November lalu. Erlina menjelaskan bahwa faktir penentu berat ringannya gejala seorang terpapar COVID-19 ini tergantung pada kekebalan tubuh seseorang daripada varian yang menyebabkan infeksi.

Kekebalan tubuh yang rendah umumnya ditemukan pada lansia, orang dengan komorbid seperti diabetes mellitus, hipertensi yang tidak terkontrol, gangguan ginjal dan orang dengan kondisi imunokompromis seperti HIV, autominun, dan kanker.

"PB IDI menganjurkan untuk memeriksa tieter antibody lansia, orang dengan komorbid, orang dengan imunokompromise dan menganjurkan orang tersebut untuk dibooster," ujar Erlina.

 Di sisi lain, terkait dengan gejala ringan yang umum ditunjukkan oleh mereka yang terkonfirmasi positif COVID-19 subvarian EG.5 ini lantaran beberapa faktor. Diungkap Erlina salah satunya lantaran subvarian EG.5 ini masih merupakan varian dari omicron. Selain itu, masih adanya tieter antibody usai vaskin booster yang dijalani oleh masyarakat meski kata dia sudah menurun.

“Orang booster sudah lewat dari enam bulan memang masih ada tieter antibodynya meski sudah menurun. Seperti kita tau bahwa vaksinasi tidak mencegah tapi menurunkan risiko kesakitan,” ujar Erlina Burhan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya