Menopause Tak Dapat Dihindari, Ketahui Risiko Penyakit yang Mungkin Muncul Saat Masanya

Menopause
Sumber :
  • Freepik

VIVA Lifestyle – Masa menopause merupakan sebuah kepastian bagi seorang perempuan yang terjadi secara natural. Perubahan hormon pada tubuh perempuan saat menopause mampu menurunkan kualitas hidup perempuan, baik secara fisik maupun mental.

Tak jarang perempuan merasa hidupnya seolah telah "berakhir" jika sudah mengalami menopause, karena merasa kesehatan tubuh langsung menurun dan kerap mengalami stress.

Menopause merupakan proses biologis yang terjadi pada semua perempuan, yang awalnya ditandai dengan masa perimenopause. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Pada masa perimenopause, seorang perempuan akan mengalami beberapa gejala, dan gejala tersebut akan bertahan ataupun bertambah bahkan saat Menopause terjadi.

Menopause

Photo :
  • Freepik

Maka, penting bagi perempuan untuk bisa mengatasi situasi ini, baik sebelum, saat, dan sesudah Menopause terjadi. Apalagi, saat ini Indonesia sudah masuk sebagai negara menua (aging country), yang sebagian di antaranya tentulah perempuan.

Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan populasi penduduk lansia setiap tahunnya. Pada 2010, penduduk lansia mengalami peningkatan sebesar 18 juta jiwa (7,56%), lalu pada 2019 meningkat menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%).

Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat menjadi 48,2 juta jiwa (15,77%) pada tahun 2035.

"Walaupun terjadi secara natural dan terjadi pada semua perempuan, bukan berarti mereka tidak mengalami kesulitan menjalaninya. Beberapa gejala sering kali membuat perempuan Menopause mengalami kesulitan, kesakitan, ataupun kurangnya percaya diri,” jelas dr. Ni Komang Yeni Dhana Sari, Sp.OG, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Klinik Health 360, dalam media briefing di Jakarta, Kamis 30 November 2023.

Menopause

Photo :
  • Freepik

“Adapun gejala-gejala tersebut seperti: obesitas di mana lingkar perut lebih dari 80 cm, siklus menstruasi yang tidak seperti biasa, vagina kering, semburan panas (hot flashes), demam, keringat pada malam hari dan gangguan tidur, perubahan metabolisme, rambut rontok, payudara mengendur, tekanan darah meningkat, kolesterol dan gula darah meningkat, hingga akhirnya bisa mempengaruhi kondisi mental mereka," lanjutnya.

Gejala-gejala tersebut bahkan terjadi beberapa tahun sebelum menopause dan terus berlanjut bahkan setelah menstruasi berhenti. Setiap perempuan biasanya menghadapi risiko unik berdasarkan genetika dan faktor lainnya.

Sehingga, sangat penting bagi perempuan untuk memahami cara melindungi diri dari meningkatnya risiko kesehatan lain setelah menopause.

Selain perubahan bentuk tubuh dan gangguan kesehatan umum, penurunan hormon estrogen selama menopause dapat meningkatkan risiko dari beberapa penyakit.

Hormon Estrogen

Photo :
  • IG mufti_spog

Pertama, bahaya terbesar yang mereka hadapi setelah menopause sebenarnya adalah penyakit jantung.

Alasan utamanya karena salah satu tugas estrogen adalah membantu menjaga pembuluh darah tetap fleksibel, sehingga berkontraksi dan melebar untuk mengakomodasi aliran darah.

Begitu estrogen berkurang saat menopause, fungsi ini pun akan menurun.

Selain penyakit jantung, beberapa penyakit yang risikonya semakin meningkat saat menopause yaitu osteoporosis, sebelum menopause, tulang wanita dilindungi oleh estrogen sehingga fungsi ini akan hilang.

Kemudian obesitas, menopause menyebabkan tubuh bertambah gemuk dan kehilangan massa jaringan tanpa lemak.

Osteoporosis

Photo :
  • eatthis.com

Ada juga infeksi Saluran Kemih/ISK, vagina yang semakin kering dan tipis menyebabkan bakteri lebih mudah berkembang. Serta Inkontinensia Urin yaitu lapisan estrogen yang hilang pada lapisan kandung kemih membuat otot vagina mengendur.

"Kenyataan ini membuktikan bahwa ada baiknya perempuan serta orang-orang disekitarnya tidak meremehkan Menopause karena jika tidak ditangani dengan tepat bisa membahayakan perempuan,” ujar dokter Ni Komang.

“Jika mengalami gejala dan efek yang berat sebelum, saat, dan setelah menopause, tentu ada terapi yang bisa dilakukan. Misalnya terapi hormon, di mana terapi estrogen bisa jadi pilihan pengobatan paling efektif untuk meredakan hot flashes menopause serta memperbaiki beberapa fungsi tubuh," terangnya.

Penelitian terkini membuktikan bahwa pengobatan hormon relatif aman bila diberikan topikal, melalui kulit, selaput lendir atau vagina.

Hormon

Photo :
  • dreamstime

Berikutnya, ada terapi Vaginal Estrogen untuk mengatasi vagina kering, terapi antidepresan dosis rendah, Gabapentin, Clonidine, Fezolitenant, dan pengobatan yang berkaitan langsung dengan gejala penyakit yang muncul.

Terapi hormon untuk keluhan menopause merupakan pengobatan utama untuk menopause. Namun perlu dilakukan skrining terlebih dahulu, terutama untuk mengetahui apakah ada potensi kanker atau tidak di dalam tubuh.

5 Alasan Berat Badan Susah Turun Meski Sudah Diet

"Sebelum memutuskan pengobatan apapun, perempuan harus tahu bahwa risiko perubahan tubuh dan risiko timbulnya penyakit akibat menopause harus tetap dicegah terlebih dahulu dengan kebiasaan hidup sehat seperti berolahraga teratur, mengonsumsi makanan bernutrisi sehat dan gizi seimbang, dan menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok dan minum miras,” ungkap dokter Ni Komang.

“Misalnya, perempuan harus rutin olahraga sebanyak 3x50 menit per minggu (total bergerak 150 menit per minggu) sesuai dengan anjuran WHO. Tentu saja dengan jenis aktivitas yang disesuaikan dengan usia. Aktivitas ini juga bisa membantu mengurangi resiko gangguan mental yang juga kerap timbul akibat Menopause," terangnya.

10 Cara Supaya Haid (Menstruasi) Cepat Selesai yang Aman Dilakukan
nyeri haid

Nyeri Haid Tak Tertahankan? Waspada Endometriosis! Kenali Gejalanya Sekarang

Salah satu penyebab nyeri haid yang berlebihan adalah endometriosis, kondisi kesehatan yang sering kali kurang disadari. Namun, gejalanya tidak hanya berhenti di situ...

img_title
VIVA.co.id
18 November 2024