TBC Jadi Penyebab Utama Kematian Pasien HIV, Begini Penjelasan Pakar
- Dokumentasi IPB
JAKARTA – HIV (Human Immunodeficiency Virus), virus yang menyerang dan melemahkan sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV masih menjadi masalah kesehatan global dan nasional.
Diungkap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, dr. Imran Pambudi, MPHN, kasus HIV di kawasan Asia Pasifik menyumbang hampir 25 persen dari total beban HIV di seluruh dunia.
Sementara itu di Indonesia, prevalensi HIV di sebagian wilayah rata-rata adalah 0,26 persen. Sementara di Papua dan Papua Barat mencapai 1,8 persen. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
“Sampai September 2023 dari estimasi 500 ribu ODHIV yang bisa kita identifikasi sekitar 455 ribu atau sekitar 88 persen. GAP paling besar bagaimana memasukkan para ODHIV melakukan pengobatan,” kata dia dalam virtual media briefing, Kamis 30 November 2023.
Dalam pemaparannya, Imran juga menyinggung soal terkait ODHIV dengan TBC. Dimana dijelaskan Imran bahwa penyebab kematian paling banyak pada pasien ODHIV lantaran penyakit TBC.
HIV dan TBC merupakan kombinasi yang mematikan, masing-masing mempercepat perkembangan penyakit lainnya.
Tanpa pengobatan yang tepat, rata-rata 60 persen orang HIV-negatif dengan TBC dan hampir semua orang HIV-positif dengan TBC akan meninggal.
Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2022, sekitar 167.000 orang meninggal karena TBC terkait HIV. Persentase pasien TBC yang diberitahu dan memiliki hasil tes HIV yang terdokumentasi pada tahun 2022 adalah 80 persen naik dari 76 persen pada tahun 2021.
WHO Wilayah Afrika memiliki beban TBC terkait HIV tertinggi. Secara keseluruhan pada tahun 2022, hanya 54 persen pasien TBC yang diketahui mengidap HIV dan menjalani terapi antiretroviral (ART).
“Kenapa HIV/AIDS meninggal karena virusnya merusak sistem kekebalan tubuh. Akibat kekebalan tubuh yang rusak maka terjadi berbagai macam infeksi masuk termasuk toksoplasma otak yang sebabkan kematian, jamur bisa serang usus dan sebabkan kematian,” kata spesialis penyakit dalam Prof. dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD-KHOM.
“TBC amat sering ditemukan pada pasien HIV dan itu menjadi penyebab kematian utama kalau tidak diobati,” kata dia lebih lanjut.
Prof Zubairi juga mengungkap bahwa baik TBC dan HIV sendiri bisa diobati. Namun sayangnya angka kematian akibat penyakit tersebut masih tinggi lantaran tidak terdeksi dengan cepat.
“Sebetulnya dua-duanya bisa diobati, HIV dengan RAT, TBC-nya dengan obat TBC dan dua-duanya disediakan gratis oleh pemerintah. Penting memang edukasi, secara teoritis tidak sebabkan kematian karena obatnya gratis dan ada. Namun kenyataan tinggi karena tidak terdeteksi kemudian putus obat,” jelas Zubairi.
Sementara itu Imran menjelaskan bahwa pemerintah sendiri sudah melakukan penguatan terkait penanganan TBC dan HIV. Salah satunya adalah dengan melakukan screening secara rutin pada pasien.
“Memang di data kami TB adalah infeksi oportunistis paling banyak atau sekitar 30 persen pada ORHIV. Kita selalu melakukan penguatan TB dan HIV. Pertama semua ODHIV dilakukan screening secara rutin. Apabila di screening tidak ditemukan TB akan diberikan DPT dan kalau dia ternyata kena TB diberikan OHT dan ART,” jelas dia.
Sementara itu, merujuk pada WHO. WHO merekomendasikan pendekatan 12 komponen kegiatan kolaboratif TB-HIV, termasuk tindakan pencegahan dan pengobatan infeksi dan penyakit, untuk mengurangi kematian.