Ramai Diperdebatkan, PB IDI Jelaskan Jejak Program Metode Nyamuk Wolbachia
- Pixabay
VIVA Lifestyle – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengadakan media briefing secara virtual merespons maraknya isu mengenai Bakteri Wolbachia dan kaitannya dengan pencegahan demam berdarah. Forum yang digelar dalam zoom meeting tersebut berlangsung pada Senin, 20 November 2023 pukul 13.00-15.00 WIB.
Mengangkat tema “Mengenal Wolbachia dan Fungsinya untuk Mencegah Demam Berdarah”, diskusi online tersebut turut menghadirkan para pembicara antara lain:
- DR Dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT selaku Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.
- Prof DR Adi Utarini, M.Sc, MPH, PhD sebagai Peneliti Bakteri Wolbachia dan Demam Berdarah dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan keperawatan Universitas Gadjah Mada.
- Dr Riris Andono Ahmad, BMedSc, MPH, PhD (Departemen Biostatistik, Epidemiologi, dan Kesehatan Populasi, Fakultas Kedokteran, kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada.
Dalam pemaparannya, Prof Adi Utarini mencoba menuturkan tentang jejak perjalanan program pengendalian dengue dengan menggunakan metode Wolbachia, dimana sebelumnya metode tersebut telah melalui fase riset dan implementasi teknologinya di Yogyakarta. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Selain itu, pada penjelasan hal tersebut juga turut disampaikan bukti efektivitas Wolbachia dalam pengendalian dengue. Tak cuma itu, berbagai fakta lain pun turut dikemukakan untuk menjawab berbagai isu yang berkembang seputar bakteri Wolbachia.
Pada materi yang disampaikannya, Prof Adi Utarini kembali menekankan sejumlah poin yang dapat memastikan bahwa program berbasis metode wolbachia tersebut telah melalui uji klinis aspek keamanan bagi manusia, hewan dan lingkungan.
Tak cuma itu, pelaksanaan program tersebut pun diketahui telah mendapat rekomendasi berbagai lembaga seperti Vector Control Advisory Group (VCAG) WHO dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) pada tahun 2021, serta analisis risiko teknologi Kemenristekdikti
Bukti efikasi yang telah dilakukan di Yogyakarta tersebut dinilai konsisten dengan hasil studi di Brasil, Vietnam, Australia dan telah mendapat rekomendasi WHO VCAG 2020.
Teknologi Ae aegypti berWolbachia yang dikembangkan oleh WMP terbukti memberi manfaat bagi kesehatan masyarakat untuk melawan Dengue.
Tim independen Kemenristekdikti juga telah melakukan analisis risiko teknologi dan menyatakan bahwa teknologi Wolbachia berada pada kategori risiko terendah yaitu dapat diabaikan (negligible).
Berdasarkan hal tersebut, AIPI merekomendasikan agar inovasi pencegahan Dengue dengan teknologi Wolbachia ini dapat menjadi kebijakan Kementerian Kesehatan untuk dimanfaatkan oleh masyarakat dalam penanganan Dengue di Indonesia.
Sementara itu, dalam hal partisipasi masyarakat yang turut dilibatkan dalam menjalankan program tersebut turut menjadi perhatian, dimana berbagai catatan penting mencuat dari kondisi tersebut, seperti sebagai berikut:
• Total ember yang sudah dititipkan kepada orang tua asuh (OTA) sebanyak 21,491 (Sleman), 19.463 (Bantul)
• Dititipkan di pemukiman dan fasilitas umum (kantor, sekolah, dll)
• Antusias masyarakat dan instansi pemerintah-non pemerintah sangat tinggi, >95% setuju untuk menjadi orang tua asuh
• Kader sebagai ujung tombak pelaksanaan di lapangan
• Kader yang terlibat aktif sekitar +3000 orang
• Komitmen yang baik
• Kemampuan dalam skil dan pengetahuan yang handal
Kesimpulan
• Wolbachia bukan rekayasa genetik, aman bagi manusia, hewan dan lingkungan
• Risiko intervensi Wolbachia untuk pengendalian dengue dapat diabaikan
• Riset Wolbachia di Yogyakarta menghasilkan bukti ilmiah terbaik, menurunkan 77% kejadian dengue dan 86% rawat inap akibat dengue
• Kebijakan kementerian kesehatan telah didasarkan oleh analisis risiko, bukti ilmiah terbaik, rekomendasi AIPI dan rekomendasi WHO VCAG.
• Implementasi intervensi Wolbachia sebagai pelengkap dari program pengendalian Dengue memerlukan kepemimpinan pemerintah, dukungan kuat dari pemangku kepentingan dan penerimaan masyarakat