Tuai Polemik, 6 Kota akan Ditebar Jutaan Nyamuk Wolbachia untuk Berantas DBD

Nyamuk.
Sumber :
  • Times of India

VIVA Lifestyle – Gerakan Sehat untuk Masyarakat Indonesia menolak keras program Pemerintah Indonesia yang akan menyebarkan jutaan telur nyamuk Aedes Aegypti yang terpapar bakteri Wolbachia.

Gereja Katolik Tertua di Banjar Tuka Gelar Misa Malam Natal dengan Sentuhan Budaya Bali

Rencananya pelepasan 200 juta nyamuk ber-Wolbachia ini akan dilakukan di Pulau Bali dan 5 kota lain di Indonesia yakni Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang dan Bontang.

Program pendistribusian nyamuk yang bekerja sama dengan World Mosquito Program (WMP) ini diklaim mampu menurunkan Demam Berdarah, padahal Pemerintah telah berhasil mengendalikan Demam Berdarah dalam 10 tahun terakhir. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Deretan Potret Raffi Ahmad Ajak Keluarga Kunjungi Panti Asuhan di Bali, Tulis Isi Hati Menyentuh

Penolakan terhadap program ini diungkapkan bersama oleh “Gerakan Sehat untuk Masyarakat Indonesia”, sebuah gerakan yang diprakarsai oleh SFS Foundation, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) dan Gladiator Bangsa, serta didukung oleh Puskor Hindunesia dalam konferensi persnya pada Minggu, 12 November 2023 di Hotel Grandhika, Jakarta Selatan.

Antisipasi Kemacetan Saat Nataru, Ini Rekayasa Lalu Lintas yang Dilakukan Polda Bali

Hadir sebagai pembicara pada konferensi pers tersebut DR dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K), Menteri Kesehatan RI periode 2004-2009, Komjen. Pol. Dr. Dharma Pongrekun, SHMM, MH, Mirah Sumirat, SE (Presiden ASPEK Indonesia) dan Dr. Ir. Kun Wardana Abyoto, MT.

Dr.Ir. Kun Wardana Abyoto, MT menjelaskan bahwa program pelepasan ratusan juta nyamuk Wolbachia di Indonesia akan membawa berbagai risiko serius, antara lain;

Pertama, risiko terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.

“Saat ini belum ada kajian komprehensif jangka panjang di Bali, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang dan Bontang sehingga berpotensi menimbulkan risiko terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, termasuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),” jelas doktor Kun Wardana, seperti dikutip laman AsiaToday.

Kedua, ancaman terhadap industri pariwisata.

“Pelepasan jutaan nyamuk ini jelas berpotensi merugikan industri pariwisata dan perekonomian masyarakat setempat,” ujarnya.

Nyamuk aedes aegypti.

Photo :
  • Pixabay

Ketiga, Tidak Ada Tanggung Jawab.

“Siapa yang bertanggung jawab jika terjadi kesalahan dan mempunyai konsekuensi yang tidak dapat diperkirakan?” tegasnya.

Agenda Globalis

“Dampak dari nyamuk ini adalah Japanese Encephalitis (JE) atau radang otak. Vaksin dan obatnya sudah ada, program dan anggarannya sudah ada,” kata Dharma Pongrekun.

Menurut Pongrekun, semua program tersebut dirancang oleh para globalis untuk mengendalikan manusia dan seluruh negara di dunia.

“Bangsa kita di ambang kehancuran, tapi elite politik hanya haus akan kekuasaan yang dikuasai asing. Karena saya tidak tahu. Ini adalah program jahat. 240 juta adalah nyamuk bionik,” ucap Dharma Pongrekun.

“Presiden Jokowi harus menghentikannya,” tegasnya.

Petugas Dinas Kesehatan menunjukkan nyamuk saat melakukan kegiatan pemberantasan jentik nyamuk di kawasan kota Temanggung, Jawa Tengah

Photo :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Petugas Dinas Kesehatan menunjukkan nyamuk saat melakukan kegiatan pemberantasan jentik nyamuk di kawasan kota Temanggung, Jawa Tengah

Photo :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Menurut Pongrekun, globalis menjalankan 3 program utama yaitu uang, kekuasaan, dan pengendalian populasi.

Ia menjelaskan, kesehatan merupakan isu utama ketahanan nasional. Masalah kesehatan berperan untuk mengintervensi tubuh manusia.

“Apotek Besar yang menguasai dunia bertujuan untuk mengendalikan setiap individu, saat ini menggunakan nyamuk bionik yang dikendalikan gelombang sebagai senjata untuk menyasar setiap individu,” ucapnya.

“Semuanya memang disengaja. Kita semua buta karena tidak mampu mengantisipasinya. Ciptakan masalah, ciptakan reaksi, dan ciptakan solusi. Itulah agenda globalis. “Ini program mereka menuju percepatan digitalisasi,” jelasnya.

Menurut Pongrekun, hal ini ada kaitannya dengan Omnibus Law Kesehatan dan UU Cipta Kerja yang semakin menjerat Indonesia dalam utang luar negeri. Karena itu, kata dia, harus dilakukan Due Diligence yang mendalam, evaluasi menyeluruh terhadap program ini sebelum dilakukan pelepasan nyamuk.

Selain itu, ada pula dugaan tentang ancaman keamanan nasional terkait hal ini yang perlu dilakukan investigasi terhadap risiko Teknologi Kekayaan Intelektual melalui Wolbachia.

“Harus ada transparansi penuh karena masyarakat harus mengetahui dan menyatakan persetujuan terhadap program ini,” ujarnya.

Ilustrasi nyamuk.

Photo :
  • Pixabay/Nuzree

Efektif dalam Mengobati Demam Berdarah

Sementara itu, Kementerian Kesehatan mengungkapkan teknologi Wolbachia untuk menekan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) telah terbukti di sembilan negara.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Siti Nadia Tarmizi mengatakan negara yang dimaksud adalah Brazil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Meksiko, Kiribati, Kaledonia Baru, dan Sri Lanka.

Oleh karena itu, kata Nadia, teknologi ini juga diterapkan di Indonesia.

Teknologi Wolbachia melengkapi strategi pengendalian yang arsipnya telah masuk dalam Strategi Nasional, kata Nadia dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 15 November 2023.

Nadia mengungkapkan, pemerintah sedang melaksanakan pilot project teknologi Wolbachia di Indonesia di lima kota. Kelima kota tersebut adalah Kota Semarang, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Kupang, dan Kota Bontang.

Hal ini dikatakannya sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaraan Pilot Project Wolbachia sebagai inovasi pencegahan penyakit DBD.

Dikatakannya, efektivitas wolbachia telah diteliti sejak tahun 2011 oleh WMP di Yogyakarta dengan dukungan filantropis dari Tah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya