Jadi Penyebab Kematian Tertinggi ke-6 pada Anak, Masuk Musim Hujan Waspada DBD
- Pexels/miroshnichenko
JAKARTA – Semua orang di Indonesia berisiko terkena demam berdarah dengue (demam berdarah/dengue/ DBD) tanpa melihat umur, di mana mereka tinggal, dan gaya hidup.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2022 tercatat 143.266 kasus DBD dengan 1.236 kematian. Scroll untuk mengetahui data lainnya.
Jumlah kasus DBD tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya (2021) dengan 95.895 kasus yang tercatat, 36,10 persennya merupakan golongan produktif dari rentang umur 15-44 tahun.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan dari awal 2023 sampai dengan minggu ke-33 tahun ini, terdapat 57.884 kasus dengue atau 21,06 kasus per 100.000 penduduk dengan kematian sebanyak 422 kematian.
Kasus Dengue/DBD terlaporkan dari 462 Kab/Kota di 34 Provinsi, sedangkan kematian akibat dengue terjadi di 177 Kab/Kota di 32 Provinsi. Sementara pada anak, dengue merupakan penyebab kematian nomor 6 tertinggi.
Hal ini menjadikan kasus demam berdarah selalu menjadi perhatian kesehatan masyarakat Indonesia hingga saat ini. Sangat penting bagi seluruh golongan masyarakat untuk tetap melakukan pencegahan dengue dengan komprehensif.
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), dr. Iriani Samad M.Sc, mengatakan, pencegahan dengue membutuhkan komitmen dari berbagai pihak, termasuk kerja sama pemerintah dengan publik-swasta.
“Kami mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mendukung gerakan Ayo 3M Plus dan Vaksin DBD,” ujar dr Iriani dalam acara Kader Jumantik dalam rangka perayaan Hari Kesehatan Nasional ke-59, yang digelar Kemenkes dan Takeda di Jakarta Convention Center (JCC).
Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, dr. Ngabila Salama, MKM, menambahkan, tantangan memberantas dengue semakin berat mengingat tingginya pertumbuhan dan mobilitas penduduk, masifnya pembangunan, serta tantangan perubahan iklim.
“Di DKI Jakarta, pemerintah provinsi terus menggalakkan implementasi program Jumantik. Program ini memiliki peran yang signifikan dalam pemberantasan sarang nyamuk penyebab dengue, mengingat masih kurangnya upaya pencegahan penyakit DBD yang dilakukan oleh masyarakat,” terangnya.
“Para Kader juga kami harapkan dapat mengedukasi masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Serta mensosialisasikan upaya-upaya pencegahan untuk memutus mata rantai hidup jentik nyamuk DBD,” sambungnya.
Selain pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan juga bisa dilakukan dengan vaksinasi, seperti yang dijelaskan oleh dr. Attila Dewanti, Sp.A (K), Spesialis Anak IDAI Jakarta Selatan. Di mana vaksinasi DBD direkomendasikan oleh asosiasi medis dalam mencegah DBD.
“Organisasi medis di Indonesia, seperti IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia), merekomendasikan pemberian vaksin dengue untuk masing-masing anak-anak dan orang dewasa,” kata dia.
“Vaksin secara klinis dapat mencegah keparahan dengue dengan profil keamanan yang baik. Saat ini vaksinasi DBD dapat diberikan pada seluruh anggota keluarga dengan rentang umur 6 sampai 45 tahun dengan anjuran dokter,” jelas dr. Atilla.
Berada di tempat yang sama, Andreas Gutknecht, Presiden Direktur, PT Takeda Inovative Medicines mengapresiasi pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Kesehatan atas beragam upaya penanggulangan dengue yang tertuang dalam Strategi Nasional Penanggulangan Dengue 2021 – 2025.
“Lebih dari sekadar menyediakan vaksin untuk mencegah DBD, kami juga terus berkomitmen melalui kemitraan publik dan privat yang kuat, seperti edukasi Kader Jumantik saat ini,” ujarnya.
“Kami juga menjadi salah satu anggota pendiri KOBAR (Koalisi Bersama) Lawan Dengue sebagai inovator, serta implementasi kampanye masyarakat #Ayo3mplusVaksinDBD yang berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan dalam rangka menyukseskan Nol Kematian Akibat Dengue pada tahun 2030,” imbuh Andreas.