Salah Kaprah Pola Pikir Orang Indonesia Tentang Kanker: Makin Cepat Tahu, Makin Cepat Meninggal!

Ilustrasi sel kanker.
Sumber :
  • Pixabay

JAKARTA – Kanker paru masih menjadi penyebab utama kematian akibat kanker di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia, angka kematian akibat kanker paru terbilang masih sangat tinggi karena penemuan kasusnya yang terlambat. Penderita kanker paru biasanya baru terdeteksi setelah menginjak stadium lanjut yang mana peluang bertahan hidupnya semakin kecil.

Labu Siam dapat Mencegah Penyakit Kanker? Ini Dia Makanan Sehat yang Bisa Jadi Pertahanan Tubuh!

Sebaliknya, apabila kasus kanker paru bisa dideteksi sedini mungkin maka pencegahan bisa segera dilakukan dan peluang untuk sembuh semakin tinggi. Yuk, scroll untuk informasi selengkapnya.

Diungkapkan oleh Theresia Sandra D. Ratih, MHA, Head of the Working Team on Cancer and Blood Disorders, Kementerian Kesehatan RI, bahwa masih banyak orang Indonesia yang punya pola pikir terbalik terkait screening kanker. Tidak sedikit yang takut penyakitnya akan ketahuan sehingga membuat beban pikiran yang nantinya akan memperparah kondisi mereka.

Penderita Kanker Rektum Takut Kehilangan Fungsi Anus dan Tak Bisa BAB, Ini Penyebab dan Gejalanya

"Orang Indonesia ini ada lucunya. Kalau kita minta screening pada ngga mau karena takut ketahuan. Katanya makin cepat ketahuan makin cepat sakit dan meninggal. Padahal kebalik, kalau makin cepat tahu, makin cepat diobati, dan cepat sembuh," ujar Theresia Sandra, dalam Talkshow Lungs of Tomorrow: Young Health Programme Drives Lung Cancer Screening, yang digelar AstraZeneca di Jakarta, Rabu 1 November 2023.

Pasien Kanker Alami Nyeri Luar Biasa, Ternyata Ini Penyebabnya

Sejauh ini, Kemenkes juga fokus pada penanganan beberapa jenis kanker yang jumlahnya masih tinggi di Indonesia yakni kanker payudara, serviks, paru, dan kolorektal. 

Empat jenis kanker tersebut telah direkomendasikan agar biaya pengobatannya dapat ditanggung sepenuhnya oleh BPJS untuk mempermudah masyarakat Indonesia melakukan pengobatan.

"Jadi dalam BPJS nanti kalau mau screening secara mandiri, bisa mencoba melihat risiko kanker di puskesmas, agar puskesmas melakukan screening. Terutama pada orang berusia 45-71 tahun, laki-laki, perokok. Terutama itu, karena perokok paling banyak laki-laki tapi tentu saja tidak menutup kemungkinan untuk perempuan," jelasnya.

Di samping itu, screening atau deteksi dini penyakit kanker sangat penting dilakukan guna mengetahui sampai di mana risiko terjadinya kanker tersebut di dalam tubuh. Hasil screening kanker paru nantinya akan menunjukkan tiga tingkatan yakni risiko rendah, sedang, dan tinggi yang masing-masing punya penanganan yang berbeda.

"Screening ini gunanya untuk mengetahui risiko sampai di mana. Risiko rendah, sedang, atau tinggi. Kalau rendah akan dirujuk ke rumah sakit untuk radiologi rontgen, dilihat adanya kanker," kata Theresia Sandra.

Ilustrasi kesehatan atau dokter.

Photo :
  • Pixabay

"Kalau tingkat sedang, dirujuk untuk melihat nodus CT Scan untuk membantu deteksi lebih baik. Risiko tinggi akan dikirim ke dokter ahli untuk pemeriksaan lebih lanjut," sambungnya.

Semua pemeriksaan ini nantinya dapat dilakukan di seluruh puskesmas hingga dokter-dokter yang praktik secara mandiri maupun di klinik. Tujuan diadakannya screening kanker paru ini tak lain sebagai upaya meningkatkan angka peluang kesembuhan. Jika kanker bisa dideteksi sedini mungkin, maka angka harapan hidup pun semakin tinggi.

"Tujuannya untuk mendorong anggota keluarga terutama anak muda. Dianjurkan yang berusia 45-71 tahun supaya mau ke klinik untuk periksa. Diharapkan nanti bisa diketahui ketika masih stadium awal 1-2, itu angka survivalnya masih tinggi sekitar 75 persen. Sementara untuk stadium lanjut 3-4, biasanya angka peluang hidupnya semakin rendah," jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya