Kenapa Petani Cengkeh Menolak Aturan Produk Tembakau di RPP Kesehatan?
- Pixabay
JAKARTA – Sektor pertanian Indonesia mengekspresikan penolakannya terhadap aturan produk tembakau yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Kesehatan. Penolakan ini disuarakan terutama oleh para petani cengkeh, yang meyakini bahwa implementasi aturan tersebut akan merugikan dan berpotensi mematikan keberlangsungan mata pencaharian mereka.
I Ketut Budhyman Mudhara, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), menyatakan bahwa meskipun tujuan RPP Kesehatan adalah untuk mengatur sistem kesehatan nasional, aturan yang ada saat ini terlalu luas dan berdampak negatif ke berbagai sektor, termasuk sektor pertanian. Scroll lebih lanjut ya.
“Ini kesehatan tapi kok mengatur segala hal, bahkan menyangkut cengkeh kita," ujar Budhyman dalam diskusi Halaqoh Nasional yang digelar oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) di Jakarta pekan lalu.
RPP Kesehatan yang sedang digodok ini mengandung banyak larangan bagi produk tembakau, yang menurut Budhyman akan berdampak pada menurunnya produksi rokok, dan karenanya merosotnya serapan cengkeh.
“Saat ini, jumlah petani cengkeh mencapai sekitar 1,5 juta orang. Kalau aturan ini diberlakukan, maka ini bisa jadi kerugian bagi para petani cengkeh. Kita sangat bergantung pada industri rokok, terutama rokok kretek,” jelasnya.
Budhyman menegaskan penolakan petani cengkeh terhadap aturan produk tembakau di RPP Kesehatan dan menyarankan kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk kembali ke Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 (PP 109/2012), yang menurutnya sudah mengatur produk tembakau secara komprehensif. “Kalau Kemenkes bilang PP 109 tidak efektif, menurut saya karena salah pelaksanaannya," tutur Budhyman.
Yakub Ginting, Ketua Tim Kerja Perkebunan dan Tanaman Semusim Lainnya Kementerian Pertanian (Kementan), juga mengemukakan keprihatinannya terhadap potensi dampak negatif dari aturan produk tembakau di RPP Kesehatan. Ginting menegaskan, "Kami di Kementan prinsipnya ada di pihak petani. Kami akan melindungi kepentingan petani.”
Kementan melalui Biro Hukumnya bahkan sudah mengajukan permohonan kepada Kemenkes untuk meninjau ulang sejumlah pasal dalam RPP Kesehatan, termasuk pasal 439 ayat 1 yang mengatur tentang kemasan rokok minimal 20 batang per bungkus dan pasal 457 ayat 7 yang memerintahkan alih tanam dari tanaman tembakau ke tanaman lain. Pasal-pasal ini dianggap bertentangan dengan UU Budidaya nomor 22 tahun 2019, yang memberikan kebebasan kepada petani untuk menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan.