P3M dan Tokoh Agama Tolak Pasal Produk Tembakau di RPP Kesehatan
- ist
JAKARTA – Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) bersama dengan tokoh agama, masyarakat, kelompok petani, serta para pemangku kepentingan lainnya, telah mengajukan permohonan agar pasal yang mengatur pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau dikeluarkan dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Undang-Undang (UU) Kesehatan yang saat ini sedang disusun oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Mereka berpendapat bahwa aturan ini seharusnya melibatkan partisipasi publik dan memberikan manfaat yang lebih luas kepada masyarakat.
Permintaan untuk menghilangkan pasal pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau dari RPP Kesehatan ini merupakan salah satu poin dalam pernyataan sikap hasil kegiatan Halaqoh Nasional dengan tema Telaah Rancangan RPP tentang Pelaksana UU Kesehatan 2023 terkait Pengamanan Zat Adiktif, yang diadakan oleh P3M akhir pekan yang lalu. Scroll lebih lanjut ya.
Selain permintaan ini, Direktur P3M, Sarmidi Husna, juga menekankan bahwa pembahasan pasal pengamanan zat adiktif dalam RPP Kesehatan harus melibatkan partisipasi publik secara luas, termasuk pemangku kepentingan terkait, untuk memastikan adanya aturan yang seimbang.
Sarmidi mengungkapkan, "Isi pasal-pasal pengamanan zat adiktif dalam RPP Kesehatan ini mengancam dan berpotensi membahayakan kelangsungan ekosistem dan perdagangan tembakau."
Selain itu, pasal pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau dalam RPP Kesehatan juga diharapkan mengikuti prinsip-prinsip kemaslahatan umat secara umum, yang berarti kebijakan negara atau pemerintah harus mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat.
Selanjutnya, perumusan RPP Kesehatan harus mematuhi prinsip-prinsip seperti pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban, kepastian hukum, serta keseimbangan, keserasian, serta keselarasan, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Sarmidi menambahkan, "Menurut kami, pemerintah bersama berbagai pemangku kepentingan harus merumuskan pasal-pasal terkait RPP yang non-diskriminatif, lebih berkeadilan, dan berkedaulatan."
Sarmidi juga mencatat bahwa pihaknya mendukung pembentukan aliansi masyarakat sipil, asosiasi, akademisi, serta tokoh agama untuk melakukan advokasi kebijakan tembakau di tingkat pusat dan daerah.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Wisnu Brata, menyatakan bahwa pernyataan sikap ini harus diambil demi kebaikan bersama dan untuk menghindari konflik sosial. "InsyaAllah kami akan datang lagi ke Jakarta untuk menolak pembahasan RPP ini."
Wisnu Brata juga menyatakan bahwa para petani tembakau telah merasa sangat terbebani oleh kebijakan pemerintah yang selalu mengganggu mata pencaharian mereka. "
Setiap musim politik, kami akan mendukung siapa yang mendukung tembakau. Kami akan berjuang sampai titik darah penghabisan untuk melawan penghapusan aturan produk tembakau dari RPP Kesehatan karena itu berpengaruh pada hidup dan mati kami," katanya.