Anak Anemia Rentan Dirundung Gegara Lemot, Bahaya Depresi Mengintai

Ilustrasi anemia, putus asa, pusing
Sumber :
  • Pixabay/ Counselling

JAKARTA – Anemia rentan dialami oleh anak-anak usia bawah lima tahun (balita) dengan mengintai bahaya pada perkembangan otaknya. Tak hanya itu, anak yang anemia juga mengalami masalah di bagian tubuhnya yang berbeda dibanding anak-anak sehat lainnya sehingga kondisi ini rentan memicu perundungan serta masalah kesehatan lain.

Psikolog Klinis Anak dan Keluarga Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., Psi., mengatakan bahwa orang tua perlu memahami bahwa anemia tidak hanya berdampak negatif secara fisik, namun juga terhadap kondisi psikologis anak. Dalam jangka pendek, secara kognitif anak cenderung terganggu.

"Anak kurang konsentrasi, tidak mudah menangkap dan mengingat, serta emosinya ajuga cenderung lebih negatif, lebih mudah sedih atau marah dan rentan stres," jelas Psikolog Nina, dalam acara media Bersama Cegah Anemia, Optimalkan Kognitif Generasi Maju oleh Danone di Jakarta.

Jika kondisi anemia pada anak tidak segera ditangani, kata Nina, dalam jangka panjang tumbuh kembangnya dapat terhambat. Bahkan, prestasinya cenderung rendah dan tak optimal karena mengalami kesulitan dalam belajar. Hal tersebut disebabkan adanya gangguan fungsi dopaminergik pada otak.

"Anak mudah stres, yang dapat menimbulkan perubahan tingkah laku dan menyebabkan gangguan proses belajar. Kemudian apa yang terjadi? Konsentrasi bermasalah, dia juga punya masalah dalam emosinya yang cenderung negatif. Lalu ketika berteman dan bergaul anak jadi tidak optimal," tambah Nina.

Kondisi tersebut dapat terjadi terus menerus hingga membuat si kecil sulit bergaul hingga berkomunikasi dengan baik di lingkungan. Nina mencontohkan bahwa anak yang seperti itu dianggap 'lemot' alias tidak nyambung dengan obrolan yang lain. Alhasil, ia rentan sulit bersosialisasi.

"Kalau anak alami emosi ini, dengan kondisi bullying emosinya makin rendah lagi. Aku kok dianggap tidak pintar, aku gagal, dan apalagi kalau prestasi buruk. Kondisi ini bisa memunculkan bibit masalah kejiwaan," tambaj Psikolog Nina.

10 Sinyal Bahaya! Apakah Kamu Sedang Berada dalam Hubungan Toxic?

Dampak buruknya lagi, masalah kejiwaan itu membuat anak rentan memandang buruk dirinya menjadi lebih negatif. Akibatnya, anak menjadi lebih mudah cemas dan enggan menyelesaikan masalah.

"Anak bisa mengalami kecemasan atau anxiety, jadi mau masuk sekolah udah deg-degan duluan. Mau maju mengerjakan soal udah takut duluan, akhirnya anak tidak berani coba," kata Nina.

Orang Tua Wajib Tahu: Ciri-ciri Anemia pada Anak yang Sering Terlewatkan

Mirisnya lagi, anak akan semakin murung dan berdampak pada kecemasan yang tanpa akhir hingga membuatnya depresi. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk memastikan asupan nutrisi anak baik dan juga selalu melakukan stimulasi yang dibutuhkan oleh anak, juga menjaga hubungan yang hangat dengan anak

"Contoh anak terasingkan oleh teman-temannya, nggak ngerti apa-apa, diajak main bola lemas banget, anak ini jadi sedih, ditambah badannya sudah lemas," tandas Psikolog Nina.

Bicara Soal Lolly, Vadel Badjideh: Gak Perlu Dibawa ke Psikolog, Psikiater
Ilustrasi balita.

Stunting dan Anemia Masih Tinggi di Indonesia, Hasil Studi Temukan Solusi Mengatasinya

Isu stunting dan anemia hingga kini masih jadi perhatian pemerintah di Indonesia. Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan prevalensi stunting 21,6 persen

img_title
VIVA.co.id
9 November 2024