Menkes: 674 Puskesmas dan 66 RS Siaga Obati Penyakit Imbas Polusi Udara
- Pixabay
JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin mengatakan bahwa terdapat dua upaya sektor kesehatan dalam menangani polusi udara di Indonesia, yaitu pemantauan kualitas udara, dan penurunan risiko dan dampak kesehatan. Maka dari itu, Menkes Budi menegaskan bahwa ratusan fasilitas kesehatan disiagakan dalam menangani keluhan kesehatan masyarakat terkait polusi udara memburuk.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyiapkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menangani penyakit yang disebabkan polusi udara, khususnya di wilayah Jabodetabek.
“Kita berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan untuk penanganan pasien. Kalau penyakit pernafasan seperti apa, kalau masuk kategori ISPA bisa ditangani di puskesmas, kalau sudah pneumonia harus dirontgen di RS,” jelas Menkes Budi.
Sebanyak 674 puskesmas disiapkan untuk pemeriksaan ISPA dengan melakukan pemeriksaan aspirator. Sebanyak 66 rumah sakit di Jabodetabek disiapkan untuk pemeriksaan pneumonia dengan melakukan pemeriksaan rontgen.
Kemenkes menyiagakan RSUP Persahabatan sebagai koordinator respiratory disease Kemenkes untuk mendeteksi/mendiagnosis gejala pneumonia melalui pemeriksaan darah lengkap, kultur darah, kultur sputum, dan ID-AST.
Bahaya Kesehatan Imbas Polusi Udara
Polusi udara, ungkap Menkes, berdampak serius terhadap kesehatan dan menjadi penyebab utama penyakit gangguan pernafasan di Indonesia, dan juga menjadi faktor risiko kematian tertinggi ke-5 di Indonesia.
“Kita juga menganalisa apa penyebab penyakit pernafasan ini. Salah satu penyebab yang paling dominan adalah polusi udara, antara 28-37 persen dari 3 penyakit utama tadi pneumonia, ISPA, dan asma disebabkan polusi udara,” lanjut Menkes.
Secara lebih detail polusi udara menyebabkan 37% kejadian PPOK, 32% kejadian Pneumonia, 28% kejadian asma, 13% kejadian kanker paru, dan 12% kasus tuberkulosis.
"Perlu kita sampaikan di sini, yang 3 besar ada infeksi paru/pneumonia, ISPA dan asma. Ini totalnya sekitar Rp8T dari total Rp10T pembiayaan JKN,” ungkap Menkes Budi.
Pemerintah, lanjut Menkes Budi diminta memonitor 5 komponen di udara, 3 sifatnya gas, 2 sifatnya articulate matters. Gasnya SOX, CO, NOX. Partikelnya PM 10 mikro dan PM 2.5.
“Yang bahaya di kesehatan adalah yang 2.5 karena bisa masuk sampai pembuluh alveoli di paru, itu yang sebabkan pneumonia terjadi, makanya di kesehatan yang kita liat di PM 2.5 karena ini mengakibatkan pneumonia yang beban pembiayaan di BPJS Kesehatan paling besar,” ucap Menkes Budi.
Upaya Pencegahan 6M+1S
Dalam upaya melakukan surveilans, Kementerian Kesehatan juga sudah menyiapkan sanitarian kit untuk puskesmas dengan fokus indoor measurement. Bisa juga dipakai outdoor tapi tidak bisa terus menerus untuk mengetahui komponen kesehatan udara, tanah, dan air.
Langkah selanjutnya adalah dilakukan edukasi masyarakat secara terus menerus untuk tindakan pencegahan. Kemenkes telah merilis protokol kesehatan pencegahan polusi udara 6M dan 1S, yaitu:
1. Memeriksa kualitas udara melalui aplikasi atau website.
2. Mengurangi aktivitas luar ruangan dan menutup ventilasi rumah/kantor/sekolah/ tempat umum di saat polusi udara tinggi.
3. Menggunakan penjernih udara dalam ruangan
4. Menghindari sumber polusi dan asap rokok
5. Menggunakan masker saat polusi udara tinggi
6. Melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
7. Segera konsultasi daring/luring dengan tenaga kesehatan jika muncul keluhan pernapasan
“Kita juga menyarankan standar maskernya KF 94 atau KN 95 minimum yang memiliki kerengketan untuk menahan particulate matter 2.5 (ini bahaya bisa masuk ke pembuluh darah paru)," kata Menkes Budi.