Polusi Udara Memburuk Rawan Infeksi, Ilmuwan Muda Berburu Cara Pencegahannya

Polusi Udara Jakarta
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

JAKARTA – Polusi udara buruk di Jakarta dan kota besar lainnya kian terasa dengan dampak pada kesehatan dalam jangka pendek, seperti Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Tren ISPA di Jakarta sendiri polanya terlihat sama dari tahun ke tahun dan diprediksi mulai naik pada bulan September.

"Warga yang terkena batuk, pilek, bahkan pneumonia setiap bulan rata-rata 100.000 kasus dari 11 juta penduduk," kata Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama, beberapa waktu lalu.

Puncaknya, kata Ngabila, bisa terjadi pada akhir-akhir tahun yakni Oktober dan November. Sementara, bulan April kasus ISPA sendiri cenderung konsisten.

Ngabila merinci bahwa selama Januari hingga Juni 2023, terdapat 638.291 kasus ISPA yang tercatat Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Polusi Udara Jakarta

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Tidak ada kenaikan kasus ISPA yang bermakna sejak bulan April sampai Juli 2023," sambung dia. 

Rinciannya antara lain Januari sebanyak 102.609, Februari 104.638, Maret 119.734, April 109.705, Mei 99.130 dan Juni 102.475 kasus. Menurut Ngabila pola kasus ISPA akan sama dari tahun ke tahun yakni mulai meningkat pada September lalu, puncak di Oktober sampai November dan mulai kembali turun sesudah Maret. 

"Beberapa sebab polusi udara di Jakarta: emisi kendaraan (pusat kota atau jalan besar), industri d kawasan pabrik, pemukiman rumah tngga daerah border debotabek. Menurut saya pencegahan dengan sosialisasi hemat listrik d rumah, arsitektur bangunan hemat energi, masifkan transportasi publik, kurangi emisi industri," jelasnya.

Olahraga Lari saat Polusi Udara Buruk Bukan Ide Bagus, Begini Bahayanya bagi Kesehatan

Anak-anak Korban ISPA Berjatuhan di Riau

Photo :
  • VIVA.co.id/Ali Azumar

Gejala ISPA

Viral Netizen Keluhkan Polusi Udara Jakarta yang Kian Memburuk, Kesehatan Warga Jadi Taruhan

Siapapun yang pernah menderita flu pasti tahu apa itu ISPA. ISPA adalah infeksi pada saluran nafas atas akut, dimana saluran nafas bagian atas meliputi hidung, tenggorokan, faring, laring dan bronkus.

Infeksi ini biasanya disebabkan oleh virus tetapi dapat juga disebabkan oleh bakteri. Biasanya menyerang hidung dan tenggorokan dan tidak memerlukan perawatan medis. Akan tetapi pada beberapa orang dapat mengalami komplikasi dan memerlukan perawatan medis.

Ridwan Kamil Janji Bereskan Masalah Polusi Udara di Jakarta, Ini Jurusnya

Gejala ISPA meliputi batuk, pilek, sakit tenggorokan, hidung tersumbat, sakit kepala, demam, bersin-bersin, dan kelelahan. Gejala ini sering muncul 3 hari setelah paparan dan bertahan antara 7-10 hari, namun pada beberapa orang bisa bertahan hingga tiga minggu.

Seorang bocah di Pekanbaru Riau gangguan pernapasan akibat kabut asap karhutla (15/9/2019).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Rony Muharrman

Perawatan ISPA

Lakukan kompres hangat pada daerah wajah agar pernafasan lebih nyaman dan mengurangi kongesti. Beberapa dokter biasanya memberikan dekongestan hidung yang dapat membantu mengurangi gejala hidung tersumbat atau kombinasi dengan antihistamin untuk membantu meredakan gejala.

Salah satu cara aman untuk mengurangi gejala adalah dengan menghirup uap dan berkumur air garam. Irigasi dengan salin dapat meningkatkan kemampuan mukosa nasal melawan agen infeksius.

Perbanyak minum untuk menggantikan kehilangan cairan bila tidak ada kontra indikasi.

Analgesik dapat diberikan untuk membantu mengurangi demam dan nyeri

Lantas, bisakah ISPA dicegah? Jawabannya, ya. Upaya pencegahan ini dituangkan kolaborasi antara Organisasi Riset Ilmu Hayati dan Lingkungan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (“BRIN”) dan Universitas Gadjah Mada dengan Merck.

Masing-masing penelitian harus mengandung salah satu kriteria metode riset yang sudah ditentukan dan dilakukan di Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Ilustrasi polusi udara.

Photo :
  • Pixabay

Melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang ilmu hayati khususnya bioteknologi dalam pemanfaatan biodiversitas di era global ini berjalan dengan sangat cepat. Vaksin, obat, material maju dan produk industri strategis di negara-negara maju sekarang semuanya dapat diproduksi hanya berbasis data, yaitu data genom dan protein. 

Di era data mining dalam ilmu pengetahuan dan teknologi bidang hayati ini menuntut penguasaan teknologi kunci dalam bidang rekayasa genetika dengan bantuan multidisiplin ilmu lainnya termasuk teknologi digital dan artificial intelligence.

Disinilah peran talenta-talenta periset muda di Indonesia sangat dibutuhkan untuk menjawab berbagai tantangan khususnya dalam bidang ilmu hayati, kesehatan dan keilmuan terkait.

"Kami sangat menyambut baik kolaborasi dan dukungan dari berbagai pihak, seperti dukungan yang dilakukan Merck melalui ajang Merck Young Scientist Award yang diharapkan dapat mengidentifikasi dan melahirkan talenta inovator atau ilmuwan muda terbaik di Indonesia untuk mempercepat akselerasi riset dan inovasi di Indonesia," tandas Kepala Organisasi Riset Ilmu Hayati dan Lingkungan BRIN Iman Hidayat, Ph.D.

Kualitas Udara Tidak Sehat, Anak-anak Rentan

Photo :
  • VIVA

Dalam Merck Young Scientist Award (“MYSA”) 2023 telah diselenggarakan sejak tahun 2018. MYSA 2023 akan berfokus pada 5 tema besar yaitu penelitian terkait penyakit infeksi (Infectious Diseases), riset tentang kanker (Cancer Research), ilmu kedokteran (Medical Science), proses untuk menemukan kandidat obat baru (Drug discovery), dan sintesis Kimia Industri & Hijau (Industrial & Green Chemical Synthesis). 

“Tahun ini, kami berfokus pada pengembangan pengobatan inovatif berkelanjutan. Kami percaya bahwa para ilmuan muda memainkan peran kunci dalam memajukan bidang kesehatan dan sains. Sebab, generasi muda adalah corong utama dalam keberlangsungan penelitian ilmiah, dan kami meyakini bahwa perspektif baru dan pengetahuan yang mereka miliki mampu membentuk masa depan yang lebih cerah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia,” ujar Presiden Direktur PT Merck Chemicals and Life Sciences, Bruno A. Mateus, dalam keterangan pers MERCK.

Ajang ini terbuka untuk seluruh ilmuwan warga negara Indonesia, baik ilmuwan profesional, mahasiswa pascasarjana dan ilmuwan dari universitas, ilmuwan dari institusi swasta dan negara, hingga ilmuwan di rumah sakit yang berusia maksimal 40 tahun pada akhir Desember 2023.

Kualifikasi penelitian mencakup pengembangan produk dan pengetahuan dalam sektor pertanian, kesehatan, dan lingkungan yang telah dikaji dalam uji laboratorium.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya