Sereal Hingga Yogurt, Pakar Sebut Tidak Semua Makanan Ultra Proses Buruk

Sereal bar/sereal batangan.
Sumber :
  • Pixabay.

VIVA Lifestyle – Baru-baru ini, muncul pembahasan mengenai Makanan Ultra Proses atau Ultra Processed Food (UPF). Banyak yang menyebut bahwa makanan dengan jenis tersebut tidak baik untuk kesehatan. Benarkah semua UPF itu buruk?

Stunting dan Anemia Masih Tinggi di Indonesia, Hasil Studi Temukan Solusi Mengatasinya

Pakar sekaligus Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi menjelaskan bahwa tidak tepat apabila semua UPF dinilai tidak sehat. Yuk, scroll untuk tahu penjelasan selengkapnya.

Secara pribadi, Purwiyatno menilai, pengelompokkan makanan sebenarnya tidak semata-mata berdasarkan pada pengolahannya, khususnya untuk ultra processed food. 

Lobster Ternyata Sangat Disarankan Buat Ibu Hamil untuk Cegah Anemia dan Stunting, Tapi...

"Masalahnya adalah ketika ultra processed food dinilai paling tidak sehat, padahal belum tentu," kata Purwiyatno, kepada awak media.

Bahaya BPA Ditegaskan Bukan soal Bisnis, Tapi Ancam Kesehatan Konsumen

Di sisi lain, Ultra Processed Food sendiri adalah bagian dari makanan yang sudah diproses serta ditambah dengan zat aditif, seperti pewarna buatan, gula, garam, perisa buatan, lemak dan lainnya. Selain diproses untuk menjadikannya lebih lezat, terdapat beberapa manfaat lain dari makanan UPF. Beberapa di antaranya adalah makanan bisa lebih awet dan tahan lama, serta praktis dan enak untuk dikonsumsi. 

“Jadi, kecuali kita memetik apel langsung dari pohonnya atau meminum susu langsung dari sapi, jadi sebagian besar makanan yang kita makan diproses secara teknis,” kata dia.

Sejumlah ahli gizi, mengingatkan bahwa tidak semua pemrosesan makanan itu buruk. Misal, pengolahan susu menjadi yogurt atau gandum yang diolah menjadi roti merupakan contoh pemrosesan makanan sederhana yang tetap memiliki kandungan gizi. 

Oleh karena itu, sebaiknya kita tidak menyamaratakan semua teknik pemrosesan makanan sehat menjadi “sampah”. Hanya karena sesuatu telah melalui proses bukan berarti tidak sehat untuk dimakan.

UPF juga diperkaya dengan mikronutrien dan asam amino yang dapat dikonsumsi tubuh dengan mudah. Proses ini juga lazim dikenal dengan proses fortifikasi. Beberapa makanan diketahui memerlukan fortifikasi dengan penambahan banyak vitamin dan mineral penting untuk mengatasi kekurangan nutrisi seperti kekurangan zat besi, kalsium dan vitamin D.

Ilustrasi vitamin D.

Photo :
  • Freepik

Beberapa makanan yang diproses fortifikasi dengan penambahan vitamin dan mineral dibutuhkan untuk menggantikan kebutuhan nutrisi yang hilang selama proses pengolahan, seperti zat besi, kalsium dan vitamin D.

Sementara itu, menurut peneliti PRTPP BRIN ( Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional ) Ardiba Rakhmi Sefrienda, ada kemungkinan zat gizi yang terkandung dalam pangan tersebut hilang atau rusak pada saat proses pembuatan atau pengolahan. Atau, memang minim karena jumlah kandungan gizinya yang kurang. 

“Untuk itu perlu fortifikasi, untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas gizi makanan pada total asupan konsumsi pada kelompok, komunitas, atau populasi tertentu," papar Ardiba seperti dikutip dari laman BRIN.

Menurut dia, ada banyak bahan pangan yang dapat difortifikasi. Terutama, bahan-bahan pangan utama seperti garam, susu, beras, margarin, dan mi instan. Dia melanjutkan, fortifikasi tersebut tidak mengubah warna maupun rasa pada produknya. Oleh karena itu, dapat membantu perbaikan gizi ke masyarakat.

Misalnya, bubur bayi (MPASI komersial) juga diperkaya (fortifikasi) dengan zat besi dan mikronutrien lainnya sesuai standar WHO dan BPOM serta tidak mengandung pengawet atau bahan berbahaya. Di samping itu, MPASI komersial juga menawarkan kepraktisan dan memiliki kandungan gizi lengkap dan seimbang.

Fortifikasi pangan atau pengayaan zat gizi mikro pada bahan makanan komersial seperti garam, tepung terigu, dan minyak goreng sawit perlu dilakukan pemerintah untuk percepatan perbaikan gizi anak Indonesia.

Fortifikasi pangan sebagai salah satu upaya pemenuhan zat gizi mikro masyarakat merupakan intervensi yang terbukti cost-effective. Hal itu dikarenakan fortifikasi dilakukan melalui bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat secara luas terutama penduduk tidak mampu dan biaya yang relatif lebih rendah.

Beberapa makanan yang digolongkan ke dalam UPF ini antara lain, sereal, yogurt, roti, daging olahan, margarin, bumbu dan saus, serta masih banyak lagi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya