Polusi Udara Buruk, Dokter Sebut Anak Rentan Diintai Sakit Ini
- Pexels/miroshnichenko
JAKARTA – Polusi udara makin memburuk di berbagai kota di Indonesia yang membahayakan masyarakat, tak terkecuali kelompok anak-anak. Partikel berbahaya dari polusi udara tersebut dapat terhirup dan menyebabkan anak menjadi rentan diintai penyakit, terutama terkait Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).
Konsultan kesehatan anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Bernie Endyarni Medise, SpA(K), MPH, menegaskan bahwa kasus ISPA mengintai anak-anak yang kerap terpapar pajanan polusi udara. Gejala ISPA yang kerap dialami anak, menurut dokter Bernie, cenderung pada batuk dan pilek yang sulit sembuh. Scroll untuk info selengkapnya.
"Batuk pilek lebih banyak, tapi nggak demam ya. Lebih ke alergi polutan. Cukup banyak (anak yang mengalami)," ujar dokter spesialis anak ini dalam acara memperingati Hari Anak Nasional, di Jakarta.
Dokter Bernie menambahkan bahwa kondisi ISPA ini tentu cukup mengganggu saat anak harus fokus belajar di sekolah. Namun, dokter Bernie menyebut bahwa anak yang kondisinya sehat agar bisa tetap bersekolah tanpa perlu mengubah kebijakan menjadi pembelajaran jarak jauh atau PJJ di tengah polusi buruk ini.
"Supaya anak ini harus terus bisa sekolah dong, jadinya mungkin perlunya pemerintah apa," jelas Bernie.
Lebih dalam, dokter Bernie menilai bahwa PJJ sendiri dinilai kurang efektif untuk memaksimalkan pembelajaran anak. Maka, perlu upaya menanggulangi polusi buruk pada anak sekolah ini harus dipikirkan oleh sektor pemerintah dalam jangka pendek dan panjang. Ia mencontohkan dengan mengadakan transportasi umum yang nyaman sehingga dapat mengurangi pemakaian kendaraan pribadi sehingga meminimalisir polusi.
"Kemudian mungkin pengguna kendaraan karena kan polusi banyak dari kendaraan mungkin lebih banyak pakai transportasi (umum) yang nyaman mungkin. Jadi apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi polusi ini," tambahnya.
Di sisi lain, orangtua diimbau agar dapat memaksimalkan pola hidup sehat pada anak sehingga imunitasnya terjaga meski menghirup polusi. Termasuk, dengan menjalankan pola tidur yang baik dan nutrisi yang tepat di masa tumbuh kembangnya.
"Anak cukup makan, harus dapat imunisasi, harus cukup tidur istirahat, stimulasinya harus dilakukan supaya dia berkembang juga," tandasnya.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menyoroti angka kasus Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dialami sebanyak 100 ribu warga di Ibu Kota. Kondisi tersebut pun dikaitkan dengan polusi udara yang kian memburuk di sejumlah kota-kota besar di Indonesia. Benarkah polusi udara dan tingginya kasus ISPA saling terkait?
"Warga yang terkena batuk, pilek, bahkan pneumonia setiap bulan rata-rata 100.000 kasus dari 11 juta penduduk," kata Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama.
Kendati begitu, Ngabila mencatat bahwa kasus ISPA yang tercatat setiap bulannya itu diakibatkan oleh peralihan cuaca panas dan hujan. Namun, Ngabila tak menepis bahwa polusi udara dapat memperberat kasus ISPA yang berakibat pada penyakit kronis lain seperti radang paru, Penyebab Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), asma, dan penyakit sirkulasi darah seperti hipertensi dan jantung.Â
"El nino kemarau ekstrem dan udara kering memperburuk kualitas udara saat ini. Polusi akan berdampak kronis: PPOK, asma, bronkitis, penyakit sirkulasi," kata Ngabila.