Dokter Sebut Kebiasaan Tak Sarapan Seperti Panji Petualang Picu Diabetes-Hipertensi

Panji Petualang.
Sumber :
  • YouTube/Panji Petualang

VIVA Lifestyle  – Panji Petualang tengah mengalami penyakit diabetes yang diidap meski usianya terbilang masih cukup muda. Salah satu penyebabnya adalah pola makan buruk dengan tidak mengindahkan sarapan di pagi hari yang dilakukan sebagai kebiasaan pria pecinta satwa liar ini.

Dianggap Berisiko! 6 Kondisi Kehamilan Ini Disarankan Periksa ke Konsultan Fetomaternal, Apa Itu?

Rupanya, Panji Petualang tidak makan dengan pola teratur seperti saat pagi hari yang seharusnya untuk sarapan. Pola makan itu ia lakukan sejak muda sehingga berimbas pada kondisi tubuhnya yang kini mengalami diabetes melitus atau gula.

"Saya berhenti makan kadang itu subuh. Pagi juga kadang tidak sarapan," jawab Panji Petualang.

Mau Berat Badan Turun? Coba 5 Manfaat Bunga Telang yang Luar Biasa Ini!

Berkaca kasus diabetes Panji Petualang, Dokter spesialis kesehatan anak nutrisi dan penyakit metabolik RS Pondok Indah - Puri Indah, dr. Novitria Dwinanda, Sp. A., mengatakan bahwa pola makan teratur harus diterapkan pada anak sejak dini. Sebab, dampak dari tidak sarapan terbukti justru memicu anak mengonsumsi makanan lebih banyak yang berdampak pada kegemukan atau pun lonjakan gula darah yang imbasnya pada diabetes seperti Panji Petualang.

"Nggak boleh skip sarapan, makin diskip, makin anak balas dendam makan banyak makannya. Porsi biasa aja, jangan dipotong-potong porsinya," tutur dokter Novitria dalam acara media, Selasa 8 Agustus 2023.

Terpopuler: Penyebab Gangguan Pembuluh Seperti dr. Azmi Fadhlih, Diet Sukses 10 Idol K-pop

Diabetes sendiri termasuk dari salah satu penyakit tidak menular yang mengintai seseorang dengan kondisi obesitas. Tak hanya itu, kondisi obesitas tersebut bukan saja menyerang orang dewasa, tapi juga kelompok anak yang berisiko terhadap penyakit tidak menular di masa depan.

Dokter Novitria menjelaskan bahwa penyakit tidak menular dapat dialami anak apabila kondisi obesitas tak diatasi. Sayangnya, kondisi obesitas pada anak ini kerap diabaikan lantaran pengetahuan masyarakat yang masih minim.

"Sekarang trennya ada dua, gemuk itu lucu dan kedua, pendek tapi aktif. Itu salah," ujar dokter Novitria Dwinanda.

Penyebab obesitas sendiri bermula dari pola makan yang kurang baik dianut anak sejak dini yang diterapkan oleh orang tuanya. Salah satu kesalahan yang tak disadari adalah menerapkan pola makan dengan tidak mengharuskan sarapan pada anak. Dampak anak yang dibiarkan obesitas tanpa penanganan akan memicu gangguan di organ tubuh dalam dengan komplikasi penyakit yang mengintai.

"Tentukan anak obesitas dan tidak, harus diukur dulu. Degradasi obesitas ada dari overweight baru obesitas. Ada fisiknya chubby. Harus cek, yang menakutkan adalah komorbidnya apakah diabetes melitus, hipertensi, asam urat tinggi, fatty liver, hiperlipidemi," tuturnya.

Apabila anak terlanjur obesitas, maka cegah sebelum terjadi diabetes melalui asupan makan yang tepat. Paling utama adalah memangkas sumber nutrisi tinggi gula dan ganti dengan kudapan sehat.

"Anak masih tumbuh dan berkembang. Tata laksana obesitas pada anak, dipotong itu snack nya. Snack yang manis, wafer, permen. Snack diganti buah potong. Buah dijus nggak boleh karena gulanya jadi naik," tambahnya.

Porsi makan utamanya, dibiarkan tetap sesuai kebutuhannya karena anak masih tumbuh dan berkembang. Namun, perlu disesuaikan dengan kegiatan sehari-harinya. Dimulai dengan kegiatan rutin di rumah yang dibiasakan banyak gerak lalu selanjutnya berolahraga secara rutin.

"Kegiatan ringan yang bisa dikerjakan setiap hari. Selanjutnya, bisa 3-5 kali seminggu bisa jalan santai 30 menit, main sepeda, yang sedikit aerobik. Terakhir, penguatan 1-2 kali seminggu bisa berenang, karate, basket, jadi aktivitas terarah," imbuhnya.

Menutup perbincangan, dokter Novitria menegaskan bahwa anak yang obesitas jangan dianggap sepele apalagi dinilai lucu dan gemas. Segera cek kondisi secara menyeluruh dan pastikan anak mendapatkan penanganan tepat agar mencegah penyakit berbahaya di masa depan seperti diabetes melitus.

"Anak sehat itu aktif, kritis, bisa analisis, cerdas. Penampakan anak sehat, dia slim sesuai dengan tingginya. Maka timbang ukur berat badan dan tinggi. Yang penting, pertumbuhan yang disusun sekarang, itu yang dipetik nanti, IQ nya yang dijaga, penyakitnya jangka panjang dicegah," tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya