Polusi Udara Merebak, Derita Stunting Intai Anak
- VIVAnews/ M Ali Wafa
JAKARTA – Marak polusi udara yang buruk di Ibu kota Jakarta diduga menuai berbagai dampak buruk pada kesehatan masyarakat, termasuk anak-anak. Dokter menegaskan bahwa polusi udara yang tak tertangani sama seperti paparan rokok sehingga menyebabkan anak berisiko malnutrisi hingga stunting.
Malnutrisi kerap dikaitkan dengan stunting. Nyatanya, malnutrisi mengacu pada kondisi ketidakseimbangan nutrisi dalam tubuh, baik kekurangan maupun kelebihan. Di Indonesia, prevalensi malnutrisi terus meningkat setiap tahunnya, dengan dampak pada stunting yang diderita anak. Namun, apa kaitannya stunting dan polusi udara sendiri?
"Hubungannya (polusi dan stunting pada) Infeksi saluran napas atas (ISPA), anak sakit berulang," ujar dokter spesialis kesehatan anak nutrisi dan penyakit metabolik RS Pondok Indah - Puri Indah, dr. Novitria Dwinanda, Sp. A., dalam diskusi media di Jakarta, Selasa 8 Agustus 2023.
Menurut dokter Novitria, polusi udara sendiri terdiri dari berbagai zat berbahaya yang berasal dari kendaraan bermotor, asap rokok, hingga limbah pabrik. Paparan zat berbahaya yang bebas dihirup masyarakat, termasuk anak-anak ini, menyebabkan iritasi pada sistem pernapasannya seperti paparan langsung asap rokok pada anak.
"Seperti paparan asap rokok pada anak. Anak jadi iritasi, bronkitis, infeksi paru berulang, pilek berulang," tuturnya.
Ada pun kualitas udara di DKI Jakarta sedang sangat buruk dengan terpantau dari catatan di laman IQ Air. Berdasarkan catatan bahwa kualitas udara di ibu kota termasuk zona merah sehingga membahayakan masyarakat. Zona merah itu berarti sebagai tanda bahwa level udara tersebut sudah tidak sehat dengan air quality index (AQI) yang jauh di atas pedoman dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Akibatnya, sakit berulang yang dialami anak membuat nutrisi yang dibutuhkan tak mencukupi.
"Anak sakit nggak mungkin mau makan. Jadinya, nutrisi anak tidak cukup. Kaitan polusi udara dan stunting ya di sini," terangnya.
Dari stunting itu sendiri, dokter Novitria Dwinanda menjelaskan bahwa studi menemukan pada orang-orang yang malnutrisi di saat usia anak-anak, maka IQ atau kecerdasannya rendah saat usia 40 tahun. Hal ini membuat intervensi tepat pada anak malnutrisi tidak bisa sembarangan dan harus sesuai arahan serta pantauan dokter spesialis.
"Kalau tidak dilakukan intervensi tepat, akan menghasilkan berat bayi lahir rendah yang mencetuskan stunting-stunting baru. Ketika intervensi berlebih, akan menghasilkan gemuk-pendek memicu Penyakit tidak menular seperti diabetes," jelasnya.
"2 tahun pertama anak stunting, penanganan tidak komprehensif, diberikan makanan tinggi kalori aja, bisa gemuk tapi pendek. Tata laksana stunting harus sama dokter spesialis anak. Makanya, anak harus dipantau dokter. Karena anak stunting ini ada gangguan metabolisme lemak pada anak, jadinya harus dipantau oleh dokter," tandasnya.