Jadi Penyebab Stunting, 4 Defisiensi Nutrisi Ini Banyak Ditemukan pada Anak Indonesia

Ilustrasi balita.
Sumber :
  • Freepik/rawpixel.com

JAKARTA – Angka stunting di Indonesia masih sangat tinggi yaitu berada di 21,6 persen. Padahal, angka yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 20 persen. Itu artinya, negara kita masih punya pekerjaan rumah untuk menurunkan angka stunting.

Kegiatan Tukar Sampah Jadi Susu, Berikan Peluang bagi Warga Menukar Botol Plastik Bekas

Salah satu penyebab stunting adalah defisiensi nutrisi atau malnutrisi. Ini merupakan kondisi ketika tubuh kekurangan asupan zat gizi, baik makro maupun mikro, seperti vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam kadar ideal agar tubuh bisa berfungsi dengan baik. Hal ini membuat tubuh lebih rentan terserang penyakit. Yuk, scroll untuk menggali informasi lebih lengkap.

Brand Representative Belcube, Claudya Abednego, mengungkapkan defisiensi nutrisi yang paling banyak ditemukan di wilayah ASEAN, terutama Indonesia adalah kekurangan Kalsium, Vitamin A, Vitamin D, dan Zat Besi

Israel Tahan 270 Anak Palestina dengan Kondisi Memprihatinkan, Menurut Komisi Urusan Tahanan

"Empat hal ini biasa banyak ditemukan di protein hewani, termasuk susu, keju, dan yogurt. Ironinya di Indonesia itu konsumsi susu dan turunannya, yang terendah di ASEAN per kapita, sehingga banyak anak yang harus menderita stunting," ujar Claudya saat talkshow bertajuk 'Nutrisi Seimbang, Keharusan atau Kemewahan?’ yang digelar Belcube di Jakarta, baru-baru ini. 

UNRWA: Gaza Telah Menjadi Kuburan bagi Anak-anak Palestina

"Ini salah satu masalah yang bisa diatasi karena semua anak-anak di Indonesia berhak mendapatkan nutrisi yang baik dari orangtua,” sambungnya. 

Untuk itu, pemenuhan nutrisi yang baik harus diberikan pada bayi sejak lahir dengan pemberian ASI, termasuk saat anak baru dikenalkan makanan yaitu saat diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). Lalu, bagaimana cara memilih MPASI yang baik? 

Berada di tempat yang sama, Dokter Spesialis Anak, dr. Citra Amelinda, Sp.A, menyampaikan bahwa tekstur yang tepat untuk MPASI itu harus bisa diremas pakai jari. 

"Artinya, bisa digigit pakai rahang yang belum ada giginya. Contoh MPASI, ada beras, daging, sepotong keju, ditambah daun salam dan lengkuas biar enak. Kalau pakai slow cooker, pastikan suhunya di atas 60 derajat. Pemilihan keju untuk bayi juga harus di bawah 100 mg,” ujar dokter Citra.

Ilustrasi MPASI/parenting.

Photo :
  • Freepik/cookie_studio

Claudya menambahkan, Belcube juga menawarkan keju yang tinggi kalsium, tinggi protein, dan rendah garam sehingga aman dikonsumsi anak-anak, bahkan bayi yang baru memulai MPASI. 

"Dari segi kreasi menu juga sudah banyak, ya, ibu-ibu pengguna setia Belcube membagikan resep olahan mereka, seperti risoles, nasi goreng, atau bubur MPASI sekalipun banyak yang menambahkan Belcube sebagai pelengkap nutrisi dan pengganti garam," kata dia. 

"Jadi, rasa tetap gurih namun rendah garam. Kami percaya dengan gizi yang seimbang, anak-anak dapat tumbuh dengan lebih bahagia dan optimal untuk masa depan yang lebih baik,” tutup Claudya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya