Penderita Diabetes Lebih Mudah Kena Tuberkulosis, Ini Penyebabnya
- Pexels/Nataliya Vaitkevich
JAKARTA – Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang penyebarannya terus meningkat. Pemerintah perlu menerapkan terobosan dan inovasi baru yang nyata untuk meningkatkan penemuan kasus TB, mengingat ada begitu banyak daerah dari Sabang sampai Merauke yang harus diidentifikasi.
Penemuan kasus TB dilakukan agar bisa segera menindak lanjut pasien dan mengobatinya hingga tuntas. Penyakit TB ini bersifat kronis dan pengobatannya butuh antibiotik khusus yang diminum dalam jangka waktu lama.
Bersamaan dengan itu, mulai muncul stigma di masyarakat untuk menghindari penderitanya agar tidak tertular. Akibatnya, penderita TB bisa mengalami kerugian seperti kehilangan pekerjaan. Berdasarkan data dari Global TB Report, sekitar 73,8 persen kasus TB di Indonesia dialami orang berusia 15-64 tahun, yang merupakan usia produktif. Bisa dibayangkan apabila penderitanya dikucilkan dari masyarakat dan tidak segera ditangani dengan baik, maka bisa meningkatkan angka kemiskinan di negeri ini.
Sejauh ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah menemukan sekitar 40 persen kasus TB di Indonesia. Angka tersebut tentunya masih kurang dari apa yang diharapkan mengingat adanya berbagai kendala di lapangan.
"Untuk tahun 2023 penemuan kasus kita sampai Juli itu mencapai 40 persen. Jadi memang masih belum seperti yang kita harapkan. Harapannya kan kalau sudah setengah tahun kan sudah 50 persen ya, jadi masih ada 10 persen yang harus kita kejar," ujar dr. Imran Pambudi, MPHM, selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dalam acara talkshow "Indonesia Sehat dan Berdaya tanpa Tuberkulosis" bersama Bakrie Center Foundation, Senin 31 Juli 2023.
Untuk menanggulangi masalah tersebut, Kemenkes telah menerapkan beberapa langkah untuk meningkatkan progres pendataan para pasien TB.
Langkah pertama adalah memperbaiki jangka waktu pelaporan kepada pihak pusat. Pelaporan pasien TB biasanya bisa tertunda selama sekitar 1-3 minggu lamanya. Imran menduga hal ini disebabkan karena banyaknya beban kerja para pekerja pengelola program di puskesmas, di mana mereka juga sering menangani pendataan lainnya seperti masalah di laboratorium atau penyakit lainnya.
"Jadi sebenarnya pasien sudah datang, tapi belum tercatat dengan baik di sistem informasi kita. Ini mungkin saja karena bebannya teman-teman pengelola program di puskesmas itu kan juga cukup banyak," jelasnya.
Langkah awal yang diambil oleh Kemenkes untuk memperbaiki sistem pelaporan diharapkan bisa mempersingkat waktu yang tertunda menjadi lebih cepat, dari 1-3 minggu menjadi sekitar satu minggu saja.
Kemudian, Kemenkes juga akan mengoptimalkan skrining di berbagai daerah. Skrining yang dilakukan berupa active case finding atau menemukan kasus aktif pada pasien penderita TB. Untuk mewujudkan hal itu, ada dua cara yang bisa dilakukan, pertama yaitu melakukan investigasi kontak terhadap para penderita.
"Jadi kalau ada satu orang yang menderita, maka akan dilakukan kunjungan ke rumahnya dan di situ dilihat apakah keluarganya dia ada yang terkena TB," kata Imran.
Kemudian, hal yang sama juga dilakukan pada para pegawai yang masuk ke kantor baru dengan tes kesehatan atau medical check up. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kemenkes, setiap tahun ada sekitar 1,5 persen pegawai yang dinyatakan positif TB berdasarkan hasil pemeriksaan X-ray.
Active case finding berikutnya dilakukan di daerah padat penduduk terutama di kawasan yang tergolong sebagai kawasan kumuh. Penyebaran penyakit TB diyakini akan semakin cepat di area yang padat penduduk.
"Kemudian active case finding dilakukan di daerah yang kumuh, yang penduduknya padat juga, seperti asrama dan penjara. Itu cukup banyak juga mendapatkannya," ujarnya.
Upaya-upaya tersebut dilakukan oleh Kemenkes supaya bisa segera menemukan kasus pasien positif TB dengan lebih baik. Tidak hanya turun langsung ke masyarakat, pihaknya juga melakukan koordinasi dengan berbagai rumah sakit dan fasilitas kesehatan agar lebih memperhatikan penyakit-penyakit yang berkaitan erat dengan TB.
"Seperti diabetes, itu juga cukup banyak. Jadi ternyata orang yang kena diabetes, kena TB juga. Karena orang diabetes menurun kekebalannya sehingga dia lebih mudah terkena TB," kata Imran.