BPOM Buka Suara Terkait Studi WHO Soal Pemanis Makanan Aspartam Picu Kanker

Ilustrasi BPOM
Sumber :
  • VIVA/ David Rorimpandey

JAKARTA – Badan penelitian kanker Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan aspartam pemanis buatan yang umum digunakan sebagai kemungkinan bersifat karsinogenik bagi manusia. Sifat karsinogenik tersebut mengacu pada masalah kesehatan berupa bahaya kanker yang mungkin mengintai.

Dharma Sebut Bio Weapon untuk Pandemi Selanjutnya Sudah Disiapkan, Gong Kematian Pengusaha Jakarta

Meskipun komite PBB lainnya menegaskan bahwa ada tingkat konsumsi harian yang aman, namun hasil studi WHO pada 14 Juli 2023 terkait kajian dampak kesehatan pemanis buatan aspartam (Aspartame Hazard and Risk Assesment) oleh Joint WHO/FAO Expert Committee on Food Additive (JECFA) dan International Agency for Research on Cancer (IARC), memicu keresahan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menjelaskan lebih dalam mengenai hal tersebut. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Peduli Kesadaran Kesehatan Mental, TikTok Gandeng WHO Luncurkan Program Literasi Generasi Muda

Logo WHO.

Photo :
  • WHO

BPOM menilai IARC sebagai lembaga di bawah WHO yang melakukan kajian bahaya, mengelompokkan aspartam sebagai golongan 2B (possibly carcinogenic to humans/kemungkinan menyebabkan kanker pada manusia). 

Negara Asia Dinilai Punya Peran Penting dalam Kesetaraan Negosiasi WHO Pandemic

"Namun demikian, bukti-bukti yang menjadi dasar pengelompokan tersebut masih terbatas," tulis BPOM dalam keterangannya.

Lebih dalam, BPOM melanjutkan bahwa JECFA sebagai gabungan tim ahli di bawah WHO dan FAO yang melakukan kajian risiko menyatakan bahwa penggunaan aspartam dalam pangan saat ini dinilai masih aman berdasarkan bukti-bukti yang ada.

Berdasarkan data tersebut, JECFA menegaskan kembali bahwa tidak ada alasan cukup untuk mengubah asupan harian yang dapat diterima (acceptable daily intake/ADI) aspartam yang telah ditetapkan sebesar 40 mg/kg berat badan, yang bermakna aman bagi seseorang mengonsumsi aspartam dalam batas tersebut per hari.

Kantor BPOM di Jakarta.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Willibrodus.

"Menurut JECFA, kaitan konsumsi aspartam dengan kanker pada manusia belum meyakinkan dan masih diperlukan kajian lanjut melalui studi kohort. IARC dan WHO akan melakukan penelitian lebih lanjut terkait paparan aspartam dan dampak kesehatannya pada manusia," tambah BPOM.

Sampai saat ini, lanjut BPOM, Codex Allimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi standar pangan internasional di bawah FAO/WHO masih merekomendasikan penggunaan aspartam pada pangan olahan dan berdasarkan hal tersebut, aspartam masih dikategorikan aman. 

Regulasi di Indonesia mengacu pada Codex General Standard for Food Additives (Codex GSFA) dan saat ini masih mengizinkan aspartam sebagai pemanis buatan dalam produk pangan. Maka dari itu, BPOM pun masih mengizinkan pemakaian pemanis buatan ini dalam batasan yang ditentukan.

Berdasarkan poin-poin di atas, regulasi untuk bahan tambahan pangan pemanis buatan aspartam masih tetap sesuai batas maksimum yang ditetapkan dalam PerBPOM Nomor 11 tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan.

BPOM belum perlu melakukan perubahan regulasi penggunaan aspartam pada pangan olahan. 

"Namun, tetap memonitor perkembangan lebih lanjut mengenai kajian keamanan aspartam oleh IARC dan JECFA," tandas BPOM.

Ada pun, aspartame telah digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman sejak tahun 1980-an, termasuk minuman diet, permen karet, es krim, dan produk susu lainnya seperti yoghurt; sereal sarapan, pasta gigi, dan obat-obatan seperti obat batuk dan vitamin kunyah.

dr. Francesco Branca, Direktur Departemen Gizi dan Keamanan Pangan di WHO mengatakan penilaian telah menunjukkan bahwa, meskipun keamanan bukan perhatian utama pada dosis yang biasa digunakan, efek potensial telah dijelaskan yang perlu diselidiki oleh studi yang lebih banyak dan lebih baik. Dia mengingatkan bahwa 1 dari 6 orang meninggal karena kanker 

“Ilmu pengetahuan terus berkembang untuk menilai kemungkinan faktor pemicu atau faktor pendukung kanker, dengan harapan dapat mengurangi angka-angka ini dan korban manusia," kata Francesco beberapa waktu lalu dikutip laman WHO.

Ilustrasi tuberkulosis.

WHO Tetapkan TBC Penyakit Menular Paling Mematikan

Dalam laporan WHO baru-baru ini diketahui sebanyak 10,8 juta orang terjangkit TBC tahun lalu dan baru 8,2 juta yang terdiagnosis.

img_title
VIVA.co.id
19 November 2024