Kemenkes Soroti 4,2 Juta Balita di Indonesia Idap Hepatitis B
- Pixabay/ joffi
JAKARTA – Kementerian Kesehatan RI menyatakan bahwa jumlah kasus hepatitis di Indonesia masih sangat memprihatinkan, terutama tipe B dan C. Mirisnya, Kemenkes RI ini bahkan mencatat bahwa hepatitis B dialami oleh kelompok bayi usia di bawah lima tahun.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI Imran Pambudi menyebutkan bahwa kasus Hepatitis B dan C masih dialami oleh puluhan juta masyarakat Indonesia. Padahal, kedua jenis hepatitis tersebut sangat bisa dilakukan pencegahan yang tak disadari masyarakat luas. Scroll untuk info selengkapnya.
"Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, penderita Hepatitis B dan C di Indonesia diperkirakan ada sekitar 20 juta orang," katanya dalam acara media daring Hari Hepatitis Sedunia 2023, Rabu 26 Juli 2023.
Masih dari data yang sama, Imran mencatat bahwa sebesar 7,1 persen kasus hepatitis atau sekitar 18 juta orang Indonesia mengalami hepatitis B. Sementara sekitar 1 persen atau sebanyak 2,5 juta orang Indonesia mengidap hepatitis C. Dari kasus tersebut, Imran menyoroti hepatitis B yang mengintai anak-anak di Indonesia.
"4,2 persen hepatitits B pada balita dari total penderita di Indonesia," jelasnya
Dengan total kasus hepatitis tersebut di tahun 2013, maka Indonesia dinilai sebagai negara dengan tingkat endemisitas yang cukup tinggi. Artinya, penularan hepatitis B di Indonesia cukup masif dan meluas dari seluruh lapisan.
"Dan saat ini, Indonesia digolongkan sebagai negara dengan prevalensi hepatitis B dengan tingkat endemisitas menengah sampai tinggi," imbuhnya.
Kasus hepatitis ini tak bisa disepelekan karena berdampak pada bahaya komplikasi penyakit mematikan mulai dari sirosis hati hingga kanker hati. Tak heran, dampak kasus hepatitis ini memicu biaya pengobatan yang membengkak.
"Penyakit Hepatitis B dan C jadi salah satu penyebab utama sirosis hati yang merupakan kasus dengan biaya katastropik (menghabiskan biaya besar) karena membutuhkan pengobatan dan laboratorium yang cukup canggih," kata dia.
Senada, Ketua Komite Ahli Hepatitis dan Pencegahan Penyakit Saluran Pencernaan Prof David Mulyono mengatakan bahwa hepatitis B disebabkan oleh virus Hepadnaviridae. Bila imunitas tubuh anak dapat dijaga baik, maka virusnya bisa hilang dengan sendiri.
"Kalau orang kena virus tersebut, dia akan masuk pada sel inti hati kita dan selamanya ada di situ. Bisa sembuh, kalau sistem imunnya baik, tapi DNA virus masih tersimpan di DNA pasien," katanya.
Apabila hepatitis B ini tidak diatasi sejak awal, maka balita dapat mengalami gejala hepatitis B akut. Ketika perawatannya terlambat dan tidak tepat risiko menjadi kronis sehingga bisa memicu bahaya kanker hati pada anak.
"Kalau kena masa kecil, apalagi perinatal atau saat dilahirkan, maka 95 persen menjadi kronis," jelasnya.
Pada bayi yang lahir dapat diberi vaksin hepatitis B Immunoglobulin dari ibu yang terdiagnosis Hepatitis B pada waktu 24 jam usai melahirkan.
Selain itu, Kemenkes melakukan tiga strategi dalam menanggulanginya antara lain meningkatkan akses layanan skrining, testing, dan treatment, kedua yaitu desentralisasi dan simplifikasi pelayanan, serta terakhir adalah menggunakan metode diagnostik tepat.
Juga, Kemenkes kerap memberikan obat antivirus Tenofovir pada ibu hamil yang terdiagnosis Hepatitis B sebagai pencegahan penularan pada bayi. Program ini sudah bergulir sejak 2022 dan telah berjalan di 180 fasilitas kesehatan di 34 kabupaten/kota dan 17 provinsi.
"Secara bertahap akan kami tambah supaya pada 2029, semua kabupaten/kota dapat memberikan obat antivirus Tenofovir pada ibu hamil," tandas Imran.