Gemar Makan Nasi Telor Pontianak yang Viral, Dokter Ingatkan Bahaya Hipertensi
- Freepik/freepik
JAKARTA – Tekanan darah tinggi (hipertensi) menjadi salah satu permasalahan yang kerap dialami tanpa disadari lantaran tak bergejala. Mirisnya, hipertensi sendiri muncul akibat gaya hidup yang buruk, termasuk pola makan yang tinggi lemak seperti banyaknya makanan viral di medial sosial.
Dokter spesialis jantung dr. Bambang Widyantoro SpJP(K) mengatakan bahwa pola makan yang kurang baik menjadi pencetus munculnya hipertensi. Pola makan tersebut biasanya berangsur terjadi sejak beberapa tahun hingga akhirnya muncul hipertensi. Salah satu yang cukup disorot adalah pola makan tinggi lemak jenuh. Terlebih, makanan tersebut biasanya menjadi tren di media sosial. Scroll lebih lanjut ya.
"Nasi telor di pontianak yang ngetren, dikuahin pakai minyak jelantah. Enak banget untuk kuah, katanya. Tapi setelah diteliti, kita dapatkan bahwa orang-orang yang banyak konsumsi minyak jelantah, punya risiko kejadian hipertensi lebih tinggi," ujarnya dalam acara konferensi pers 'Pengabdian Dokter Jantung dan Pembuluh Darah Indonesia untuk Morotai, Dari Deteksi Dini Penyakit Kardiovaskular Sampai Pencegahan Stunting', di Jakarta, Senin 17 Juli 2023.
Menurut dokter Bambang, tak sedikit masyarakat yang kerap mengonsumsi makanan dengan tinggi lemak jenuh disertai asupan sumber natrium atau garam yang tinggi. Pada beberapa individu, dokter Bambang menjelaskan bahwa minimnya konsumsi protein tertentu ditambah dengan tingginya asupan konsumsi minyak jelantah akan memperbesar peluang hipertensi.
"Ada protein tertentu kalau rendah dikonsumsi dan konsumsi jelantah tinggi, maka hipertensinya itu bisa tinggi," imbuhnya.
Dokter Bambang menambahkan berbagai survei juga sudah menunjukkan di mana angka kasus hipertensi terus meningkat dari tahun ke tahun. Angka Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 juga menunjukkan tingginya kasus hipertensi sebesar 34,1 persen.
"Dari riskesdas 2007, 2013, sampai 2018, secara konsisten menunjukkan 1 dari 3 orang dewasa atas usia 18 tahun punya hipertensi," tegasnya.
Survei lain yang dilakukan oleh organisasi kedokteran turut menunjukkan angka serupa mengenai hipertensi. Skrining massal pada populasi dari tahun 2017 hingga 2021 menunjukkan bahwa 1 dari 3 orang dewasa mengalami peningkatan tekanan darah.
Hipertensi kerap diabaikan lantaran tak memiliki gejala, bahkan enggan mengonsumsi obat meski sudah terbukti mengalami tekanan darah tinggi. Miris, banyak individu yang akhirnya lebih awas terhadap hipertensi saat sudah mengalami komplikasinya.
"Ketika sudah kena stroke, serangan jantung, kesadaran hipertensi meningkat. Mereka yang sudah kena infark miokard, diabetes, tensi lebih terkontrol ketimbang yang belum ada komplikasi dan tanpa gejala," katanya.