Miris, Darurat Sampah Plastik Picu Bahaya Demam Berdarah Hingga Kematian

Ilustrasi Sampah Plastik
Sumber :
  • ist

JAKARTA – Studi mengungkap bahaya plastik terhadap lingkungan, terutama kesehatan tubuh dan ekosistem laut. Dari lebih dari 8 miliar ton plastik yang diproduksi sejak 1950-an, kurang dari 10 persen telah didaur ulang sehingga sampah plastik kian menumpuk dan darurat untuk diatasi.

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), volume timbulan sampah di Indonesia pada 2022 mencapai 19,45 juta ton. Angka tersebut menurun 37,52 persen dari 2021 yang sebanyak 31,13 juta ton. Scroll untuk informasi selengkapnya.

Sampah plastik berada di urutan kedua dari mayoritas timbulan sampah nasional 2022 dengan proporsi 18,55 persen. Sementara di urutan pertama berupa sampah sisa makanan dengan proporsi 41,55 persen.

“Plastik mengancam kesehatan manusia di setiap tahap jalur produksinya – mulai dari ekstraksi karbon fosil, minyak dan gas, yang merupakan konstituen utama plastik, hingga pembuatan, penggunaan, dan pembuangannya," kata Philip Landrigan, direktur Observatorium Global di Polusi dan Kesehatan dan penulis utama Komisi Lancet tentang polusi dan kesehatan, dikutip Washington Post, Senin 26 Juni 2023.

Hubungan antara plastik dan kesehatan juga disoroti di Afrika oleh para peneliti dari Stanford dan Technical University of Mombasa. Setelah puluhan tahun berburu virus yang dibawa oleh nyamuk di pesisir Kenya, mereka menerima salah satu pesan terbaik dari sekelompok anak sekolah dasar.

Para ilmuwan telah mencoba mengungkap tempat perkembangbiakan nyamuk yang menyebabkan sejumlah penyakit yang secara teratur membuat sakit lebih dari setengah populasi pesisir Kenya. Ini termasuk demam berdarah, chikungunya, dan lainnya yang dapat menyebabkan demam parah, sakit kepala, ruam, nyeri sendi, pendarahan yang mengancam jiwa dan kematian.

Dengan meningkatnya penyakit ini, para peneliti mengajar anak-anak sekolah tentang tahapan kehidupan dan habitat serangga yang berfungsi sebagai vektor. Pada tugas pekerjaan rumah untuk menemukan bentuk nyamuk yang belum dewasa di komunitas mereka, anak-anak menemukan sesuatu yang tidak terduga, nyamuk pembawa penyakit berkembang biak di sarang sampah plastik di sekitar rumah mereka.

Ridwan Kamil Ingin Buat Pasukan Tiga Rompi untuk Urus Masalah Banjir hingga Anak Jalanan di Jakarta

"Kami sangat terkejut. Penemuan anak-anak ini membantu kami menyadari bahwa mayoritas nyamuk berkembang biak di sampah plastik dan wadah lain yang mengotori jalan dan pekarangan orang," kata dokter anak dan peneliti Stanford Desiree LaBeaud, yang memimpin proyek tersebut.

Plastik kedap air dan membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai, menciptakan habitat yang sempurna bagi nyamuk. Penemuan inovatif ini dibangun di atas temuan terbaru lainnya yang menghubungkan degradasi lingkungan dengan kesehatan manusia, termasuk efek kesehatan dari asap kebakaran hutan, tekanan panas, dan risiko pandemi yang disebabkan oleh penggundulan hutan dan gangguan ekologis lainnya.

Kementerian LH Kirim Surat Peringatan ke 306 Kepala Daerah Terkait Pengelolaan Sampah

Ilustrasi Sampah Plastik

Photo :
  • ist

“Kami menyadari bahwa kami perlu melihat jauh lebih dari sekadar mengobati orang sakit. Untuk menghentikan penyakit ini pada sumbernya, kami perlu mengatasi masalah plastik," kata LaBeaud, yang merupakan penulis senior pada publikasi mendatang di PLOS Neglected Tropical Diseases mengenai topik tersebut.

Ingin Jakarta jadi Kota Layak Huni Kelas Dunia, Ini yang Akan Dikerjakan Ridwan Kamil-Suswono

Salah satu cara mengatasi sampah plastik ini dengan edukasi akan pentingnya daur ulang. Maka, The Coca-Cola Company saat ini menawarkan setidaknya satu merek yang terbuat dari 100 persen rPET (daur ulang) di lebih dari 40 negara di seluruh dunia. 

Kemasan rPET sekarang tersedia untuk merek Coca-Cola Trademark, Fanta, Sprite dalam kemasan 390ml, dan Sprite Waterlymon dalam kemasan 425ml. Botol tersebut memiliki nilai lebih dari penggunaan pertama karena dapat digunakan berulang kali, sehingga membantu mendukung ekonomi sirkular loop tertutup.

"Hari ini, kami dengan bangga menyatakan bahwa satu dari setiap tiga botol yang ada di pasar Indonesia sekarang terbuat dari 100% plastik rPET (daur ulang), dibuat secara lokal di Amandina Bumi Nusantara, pabrik daur ulang yang didirikan oleh mitra pembotolan kami Coca-Cola Europacific Partners Indonesia bersama Dynapack Asia," kata Julio Lopez, Presiden Direktur Coca-Cola Indonesia. 

Dengan diperkenalkannya botol yang terbuat dari 100% rPET baru, Coca-Cola memberikan kontribusi besar terhadap tujuan ini di Indonesia dengan mengurangi ketergantungan pada plastik baru dan menurunkan emisi karbon dalam proses produksi.

Botol 100% rPET Coca-Cola mempertahankan standar kualitas tinggi yang biasa diharapkan oleh konsumen dari perusahaan, serta keamanan kemasan plastik rPET yang sesuai dengan peraturan Indonesia dan standar global The Coca-Cola Company yang ketat untuk kemasan rPET food grade. 

Ilustrasi sampah plastik.

Photo :
  • Freepik

"Kami menyadari urgensi dan kompleksitas tantangan sampah plastik di Indonesia. Kami berkomitmen untuk menawarkan desain kemasan, pengumpulan, dan sistem daur ulang yang inovatif serta menjalin aliansi strategis dengan para pemangku kepentingan. Kami juga memanfaatkan kekuatan serta jangkauan merek Coca-Cola untuk secara aktif melibatkan konsumen dalam inisiatif daur ulang dan membangun kesadaran tentang potensi luar biasa mengubah botol plastik menjadi baru," lanjut Lopez.

Komitmen ini sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi sampah sebesar 30?n mengurangi sampah laut sebesar 70% pada tahun 2025 dalam mengatasi polusi plastik. Pendekatan kolaboratif dari semua pemangku kepentingan sangat penting untuk mencapai tujuan ini, dengan fasilitas daur ulang Amandina Bumi Nusantara yang baru.

"Kami akan mengubah botol lama menjadi yang baru karena kami membantu mempercepat sistem pengemasan loop tertutup di Indonesia," kata Presiden Direktur Coca-Cola Europacific Partners Indonesia dan Papua Nugini, Xavi Selga.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya