Wajib Pahami Parents, Dokter Ungkap Beda Gejala DBD dan Tipes

Ilustrasi anak sakit.
Sumber :
  • Pexels/Cottonbro

JAKARTA – Indonesia kerap dihantui dengan penyakit-penyakit tropis saat musim tertentu tiba, termasuk demam berdarah dengue (DBD) dan thypoid (tipes). Kedua penyakit ini sendiri sering sulit dibedakan lantaran gejalanya yang nyaris serupa, namun sebenarnya perbedaannya dapat terasa dengan jelas apabila ditelisik lebih dalam.

Diungkapkan dokter Spesialis Anak RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dr. Mulya Rahma Karyanti, Sp.A(K), bahwa penyebab dari dua penyakit ini sebenarnya jauh berbeda. Pada DBD disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui nyamuk, sementara tipes disebabkan bakteri salmonella typhi. Meski keduanya menunjukkan gejala serupa seperti demam, namun bisa dibedakan dengan memahami perbedaan ini.

"Biasanya demam pada virus itu demamnya mendadak tinggi. Jadi tadinya anaknya normal, tahu-tahu (suhu) 39. Sama yang khas pada infeksi virus adalah mukanya merah. Sering kan anak mukanya merah merekah, itu biasanya infeksinya virus dan demamnya tinggi mendadak," ujarnya dalam acara Kementerian Kesehatan, baru-baru ini.

Demam berdarah kembali mewabah.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Menurutnya, gejala-gejala infeksi dengue yang sering terjadi adalah demam mendadak tinggi selama 2 sampai 7 hari, muka memerah, sakit kepala, mual kadang muntah, sakit perut, sakit tulang, kalau orang dewasa sering terjadi ngilu pada tulang sendi, nyeri otot.

"Tapi, kalau bakteri yang demam tifoid demamnya biasanya hari pertama 36, hari kedua 37,5, hari ketiga 38. Jadi step ladder, seperti naik tangga ya suhunya karena bakteri," jelasnya.

Gejala lain dari DBD sendiri berupa diare, bintik-bintik merah pada kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah darah, BAB berdarah, kemudian tangan dan kaki dingin dan lembab, lemah, hingga tidur terus. Biasanya, gejala tersebut muncul dalam fase kritis di hari ketiga sejak demam berlangsung yang membuat pasien kerap abai hingga berdampak fatal.

"Yang harus diwaspadai adalah fase kritis ini yang sering kecolongan oleh masyarakat. Kadang-kadang setelah hari ketiga suhu turun itu belum tentu tanda baik kalau anaknya tidur terus. Jangan-jangan dia pembuluh darahnya lagi kolaps, jadi dia lemas dan dehidrasi. Seringkali orang tua salah persepsi," terang dokter Karyanti.

Jika berhasil diatasi, maka fase penyembuhan terjadi di hari ketujuh.Apabila tak tertangani, maka fase selanjutnya terjadi pembocoran pembuluh darah di hari keenam dan berisiko pada penyakit lainnya. Paling utama adalah terjadinya syok atau kolaps pembuluh darah.

"(Pasien) tidur terus, tadi pagi muntah darah. Kalau sudah begitu bahaya. Begitu kita periksa nadinya tidak teraba. Tekanan darah tidak terukur. Artinya dia sudah masuk ke sindrom shock dengue jadi mengalami kolaps dari pembuluh darahnya," jelasnya.

Ilustrasi anak sakit.

Photo :
  • Freepik

Dokter Karyanti menjelaskan bahwa infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina. Nyamuk tersebut membutuhkan darah untuk dihisap supaya bisa bertelur. Maka, nyamuk ini pun memiliki waktu tertentu yang rentan menghinggapi manusia.

“Masa inkubasi 5 hingga 10 hari, rata-rata 7 hari sejak gigitan nyamuk sampai timbul gejala. Biasanya nyamuk tersebut mengigit di saat terang mulai jam 08.00 sampai jam 10.00 pagi dan menjelang sore jam 15.00 sampai 17.00. pada jam tersebutlah nyamuk paling aktif mengigit,” tutur dokter Karyanti.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Imran Pambudi, MPHM mengungkapkan bahwa nyamuk demam berdarah dengue (DBD) akan semakin ganas saat berada di suhu cuaca yang tinggi. Maka, masyarakat diminta semakin waspada terhadap gigitan nyamuk dengue.

Ada pun, Direktur Imran menyebutkan bahwa jika dilihat jumlah kasusnya dari tahun 1968, pola terjadinya kasus-kasus DBD yang tinggi ini pada saat adanya El Nino. Sebab, suhu udara meningkat dan ada penelitian bahwa nyamuk itu semakin ganas kalau dia berada di suhu yang panas.

Nyamuk Aedes Aegypti Mengandung Wolbachia Akan Dilepas di Jakarta pada Oktober 2024

"Jadi frekuensi dia menggigit itu akan meningkat 3 sampai 5 kali lipat pada saat suhunya meningkat di atas 30 derajat," ujar dr. Imran pada konferensi pers ASEAN Dengue Day Kementerian Kesehatan RI, dikutip Rabu, 14 Juni 2023.

Tahun ini, Direktur Imran mengimbau masyarakat perlu meningkatakan kewaspadaan terhadap DBD karena El Nino bisa terjadi kapan saja. Tidak hanya itu, musim hujan pun perlu diwaspadai mengingat akan ada banyak genangan air atau tempat berkembang biak nyamuk dengue.

1.400 Ember Berisi Telur Nyamuk Aedes Aegypti Wolbachia Akan Ditempatkan di Jakbar

Data Kemenkes RI pada 27 November 2022 menunjukkan kasus DBD periode 10 tahun terakhir mulai naik setiap bulan November, puncak kasus pada Februari, dan Maret – April mulai terjadi penurunan kasus. Siklus ini terjadi selama 10 tahun terkahir.

“Ini hubungannya dengan siklus musim hujan, jadi kalau musim hujan itu karena ada genangan air maka kasusnya meningkat dan ini terjadi setiap tahun seperti ini,” ungkap dr. Imran.

Salah Kapral Soal DBD: Kalau Sudah Pernah Terinfeksi Berarti Sudah Kebal, Ini Faktanya!
Ilustrasi nyamuk.

Keren! Mahasiswa Ini Ciptakan Alat Pembasmi Nyamuk Tanpa Asap

Andy Suryansah, warga Kampung Dupak Rukun, Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan, Surabaya, Jawa Timur, berhasil menciptakan alat anti nyamuk tanpa asap bernama Falle.

img_title
VIVA.co.id
23 Oktober 2024