Wabah Campak Meluas, Kemenkes Sebut Kasus Terbanyak di Jawa Barat
- ANTARA FOTO/Ampelsa
VIVA Lifestyle – Usai pandemi COVID-19 yang melanda sudah mulai mereda dan terkendali, Indonesia diterpa oleh sejumlah penyakit menular yang mengintai anak-anak. Salah satu penyakit menular yang sebelumnya sempat tak ada lagi kasusnya di Indonesia, ialah campak, yang kini disorot lantaran memicu wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa wilayah.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bahwa data yang dilaporkan pada 8 Mei 2023 mencatat sejumlah wilayah yang terdapat kasus campak. Dengan munculnya satu kasus, maka suatu wilayah rentan timbul penularan meluas sehingga dinyatakan KLB. Scroll untuk info selengkapnya.
"Rendahnya cakupan imunisasi pada anak dan bayi mengakibatkan tidak terbentuknya Herd Immunity, tentunya nanti akan berpotensi terjadinya Outbreak (wabah) atau KLB," ujar Juru bicara Kementerian Kesehatan RI dr Mohammad Syahril, dalam konferensi pers cakupan imunisasi, dikutip Kamis 25 Mei 2023.
Syahril menyebut bahwa sejumlah provinsi melaporkan kasus campak pada anak. Namun, Syahril mengatakan bahwa provinsi yang paling diperhatikan adalah Jawa Barat dengan kasus tertinggi. Sebab, jumlah penduduk di Jawa Barat pun terbilang cukup tinggi.
"Nah ini kalau lihat data ini yang paling tinggi itu Jawa Barat. Alasannya karena penduduknya sangat banyak dan jangkauannya sangat luas, sehingga menjadi perhatian betul di Kabupaten-kabupaten di Jawa Barat," bebernya.
Wilayah di Jawa Barat yang melaporkan KLB Campak, antara lain:
Kabupaten Bandung Barat (12 kasus), Kabupaten Pangandaran (5 kasus), Kabupaten Ciamis (6 kasus), Kota tasikmalaya (2 kasus).
Kota Bekasi K1 (12 kasus), Kota Bekasi K2 (23 kasus), Kota Bekasi K3 (11 kasus), Kota Bekasi K4 (7 kasus)
Kota Depok (4 kasus), Subang (4 kasus), Kabupaten Cirebon K2 (6 kasus), dan Kabupaten Cirebon K3 (13 kasus).
Sementara itu, daerah lain selain Jawa Barat dengan laporan kasus campak yang cukup tinggi ada di Papua Tengah yakni 33 kasus di Paniai, 56 kasus di Nabira, dan 231 kasus di Mimika.
Untuk provinsi lainnya yakni Sulawesi Selatan – Kabupaten Luwu Timur 5 kasus, Kalimantan Utara - Kota Tarakan 2 kasus, Sumatera Barat- Kabupaten Agam 4 kasus dan Kabupaten Pafang Pariaman 2 kasus.
Untuk itu, Kementerian Kesehatan mengimbau melakukan imunisasi kejar yang dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian beberapa jenis vaksin lainnya atau imunisasi rutin. Artinya, anak bisa mendapat suntikan vaksin lebih dari 1 kali dalam satu waktu.
Misalnya, dengan pemberian Vaksin Hexavalen yaitu kombinasi vaksin DPT (Difteri, Tetanus, Pertusis), Hib (Haemophilus influenzae tipe b), Hepatitis B dan Polio. Maka dari itu, masyarakat harus betul-betul memahami bahwa hanya dengan Imunisasi Rutin Lengkap (IRL) anak-anak Indonesia terlindungi secara optimal dari PD3I, sehinga dapat tumbuh jadi generasi emas di masa mendatang.
Pada pertengahan tahun 2022 lalu, Kementerian Kesehatan juga telah menambahkan jumlah imunisasi rutin wajib di Indonesia, dari 11 antigen menjadi 14 antigen, yaitu vaksin Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) untuk mencegah penyakit pneumonia, Vaksin Rotavirus untuk mencegah diare yang disebabkan oleh rotavirus, dan vaksin Human Papilloma Virus (HPV) untuk mencegah kanker serviks.
Hal ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah untuk terus memperluas akses imunisasi dasar lengkap kepada seluruh anak-anak Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk memastikan anak mendapatkan imunisasi sesuai dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan serta juga dapat merujuk pada jadwal imunisasi yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
“Tujuan akhir dari peringatan Pekan Imunisasi Dunia adalah agar lebih banyak anak, orang dewasa dan masyarakat terlindungi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, sehingga memungkinkan mereka hidup lebih sehat. Salah satunya imunisasi kejar yang diperlukan untuk melengkapi imunisasi anak yang tertunda selama pandemi," jelas Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI, dr. Prima Yosephine, MKM.