Banyak Pria Alami Disfungsi Ereksi, Kenali Tanda dan Cara Atasinya

Ilustrasi kelamin pria
Sumber :
  • pixabay

VIVA Lifestyle – Disfungsi ereksi cukup banyak dialami pria. Berdasarkan Jurnal Ilmiah Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang terbit pada tahun 2019, dari total 255 responden yang mengisi survei, 35,6 persen di antaranya mengalami disfungsi ereksi atau sebesar 92 responden.

Kebiasaan hidup tidak sehat, obesitas, hipertensi, dan kebiasaan merokok menjadi beberapa faktor yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami disfungsi ereksi. Ada beberapa jenis disfungsi ereksi yang dapat diderita seseorang berdasarkan dengan penyebabnya. Berikut merupakan beberapa jenis disfungsi ereksi:

1. Disfungsi ereksi organik: Jenis ini terjadi karena penyakit sistemik atau cacat organik yang mempengaruhi fungsi ereksi penis. Beberapa contoh penyakit yang dapat menyebabkan disfungsi ereksi organik, seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, dan penyakit neurologis. Disfungsi ereksi akibat masalah hormon dan trauma atau cedera fisik juga termasuk dalam klasifikasi disfungsi ereksi organik.

Ilustrasi alat kelamin pria.

Photo :
  • The Sun

2. Disfungsi ereksi psikogenik: Jenis disfungsi ereksi ini terjadi karena masalah psikologis, seperti kecemasan, depresi, atau trauma psikologis.

3. Disfungsi ereksi campuran: merupakan disfungsi ereksi yang disebabkan karena campuran dari masalah psikogenik dan organik.

Perlu diperhatikan bahwa tata laksana disfungsi ereksi membutuhkan waktu dan tidak dapat diselesaikan secara instan. Pertama, seorang pasien disfungsi ereksi perlu dilakukan diagnosis terlebih dahulu untuk menentukan jenis dari penyakit disfungsi ereksi yang diderita. Selanjutnya, dari diagnosis tersebut, penyakit disfungsi ereksi dapat diberikan obat-obatan. Jika obat-obatan tidak dapat menyembuhkan, penanganan pasien dapat berlanjut ke tahap operasi.

Dokter Spesialis Urologi dan Konsultan Andro Urologi, Endo Urologi RS Siloam ASRI, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Prof. dr. Ponco Birowo, Sp.U (K), Ph.D. menyebutkan, tanda dan gejala jika seseorang mengalami gangguan kesuburan pria adalah adanya gangguan pada kualitas dan jumlah sperma yang dihasilkan saat ejakulasi, penurunan gairah seksual yang memengaruhi kemampuan dalam menghasilkan sperma, ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi, dan munculnya rasa sakit atau ketidaknyamanan saat ejakulasi atau saat melakukan hubungan seksual.

“Masalah kesehatan fisik seperti faktor usia, diabetes, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, obesitas, penyakit pernapasan, dan penyakit kronis lainnya merupakan beberapa faktor risiko yang dapat memengaruhi timbulnya disfungsi ereksi dan masalah kesuburan pada seseorang,” jelas Prof. Ponco, dalam keterangan tertulis.

Selain kesehatan fisik, Prof. Ponco juga menjelaskan jika masalah psikologis seperti depresi, kecemasan, stres, dan trauma emosional masa lalu seseorang dapat berpengaruh kepada disfungsi ereksi dan kesuburan pria. Ditambah seseorang tersebut memiliki riwayat merokok, minum alkohol berlebihan, atau menggunakan obat terlarang juga merupakan faktor lain yang dapat memicu disfungsi ereksi dan gangguan pada kesuburan pria.

Kasus Diabetes Anak Melonjak, Dokter Ungkap Jajanan Ini Bisa Jadi Sebab Obesitas Hingga Gagal Ginjal

Ilustrasi depresi/stres.

Photo :
  • Freepik/jcomp

Disfungsi ereksi bukan penyakit komplikasi, tetapi dapat menjadi tanda dari adanya masalah kesehatan yang mendasar atau penyakit yang memengaruhi sistem vaskular atau saraf. Namun, jika dibiarkan tanpa pengobatan, disfungsi ereksi bisa memburuk dan memengaruhi kehidupan seksual dan bisa memicu masalah psikologis seperti depresi atau kecemasan, dan juga memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan sehingga kesuburannya akan terganggu. Oleh karena itu, sangat penting untuk segera mencari bantuan medis jika mengalami disfungsi ereksi.

6 Manfaat Sarapan untuk Anak, Salah Satunya Cegah Obesitas

Mekanisme RigiScan® untuk Diagnosis Disfungsi Ereksi 

Dalam menangani masalah disfungsi ereksi dan gangguan kesuburan pria, lulusan Hannover Medizinische Hochschule Jerman ini menjelaskan jika RigiScan® menjadi salah satu metode yang dapat digunakan untuk pemeriksaan diagnostik awal. RigiScan® merupakan alat diagnostik yang digunakan untuk menilai kualitas ereksi pria pada malam hari (ereksi nokturnal). 

Wanita Lompat dari Peron Kereta di Stasiun Depok Baru, Kaki Kanan Putus

Umumnya pria yang sehat mengalami sekitar 3 hingga 6 ereksi setiap malam. Karena penis adalah salah satu bagian dari tubuh pria yang memiliki kulit, tetapi tidak memiliki otot di bawah kulitnya, ereksi pada malam hari adalah metode tubuh untuk menjaga jaringan di dalam penis tetap sehat. Dengan kata lain, ereksi pada malam hari adalah cara tubuh “melatih” penis sehingga penis cukup sehat untuk melakukan aktivitas seksual.

RigiScan® digunakan untuk mengukur frekuensi, kualitas, dan durasi ereksi malam hari. Alat ini dapat membantu dalam membedakan antara disfungsi ereksi organik dan psikogenik. Hasil diagnostik juga dapat memberikan informasi dan membantu dokter menentukan cara terbaik untuk memulai tata laksana disfungsi ereksi. 

“Dalam hal disfungsi ereksi, RigiScan bersifat sebagai alat pendukung diagnostik. Artinya, hasil dari pemeriksaan menggunakan RigiScan harus dipertimbangkan bersamaan dengan gejala dan riwayat kesehatan pasien untuk menentukan diagnosis dan tata laksana yang tepat,” sebut Prof. Ponco yang juga merupakan salah satu anggota tim transplantasi ginjal di RS Siloam ASRI.

Ilustrasi rumah sakit.

Photo :
  • Pexels/Saulo Zayas

Terapi ESWT untuk Pengobatan Disfungsi Ereksi 

Setelah melakukan pemeriksaan menggunakan RigiScan®, dokter ahli urologi dapat menentukan tatalaksana yang tepat berdasarkan kondisi pasien. Prof. Ponco menyebutkan jika ESWT (Extracorporeal Shock Wave Therapy) dapat menjadi salah satu pilihan terapi dalam mengatasi masalah disfungsi ereksi dan kesuburan pada pria dengan tingkat keberhasilan terapi ESWT kepada pasien mencapai 60-70 persen.

Cara kerja ESWT adalah dengan merangsang pertumbuhan sel dan pembuluh darah kapiler baru pada penis yang telah mengalami kerusakan atau tersumbat. Hal tersebut dapat membantu meningkatkan aliran darah ke penis dan memperbaiki fungsi ereksi.

Pada terapi ESWT dilakukan pengaplikasikan gelombang kejut dengan intensitas rendah pada penis. “Biasanya, pasien tidak memerlukan anestesi, namun beberapa pasien mungkin mengalami sensasi kesemutan di area yang diterapi. Terapi ESWT untuk disfungsi ereksi biasanya membutuhkan beberapa sesi perawatan dengan jeda waktu beberapa minggu antara setiap sesi,” ujar peraih European Society for Sexual Medicine Grant for Medical Research tersebut. 

Terapi ESWT juga dapat digunakan untuk mengatasi penyakit peyronie (kelainan kurvatura penis) dan infeksi prostat (prostatitis). Jika Anda, kerabat, maupun teman di lingkungan Anda memerlukan bantuan dalam mengatasi permasalahan penyakit urologi seperti di atas, Siloam Hospitals ASRI yang memiliki Center of Excellence atau Pusat Unggulan Urologi telah menyediakan layanan tersebut. Prof. Ponco Birowo sebagai konsultan bidang andro urologi akan memberikan penanganan yang tepat sesuai prosedur dan kebutuhan pasien.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya