Jaringan Dokter Muda Soroti 3 Klaster RUU Kesehatan

Demo dari berbagai organisasi kesehatan yang menolak RUU Omnibus Law Kesehatan
Sumber :
  • Dok. Istimewa

VIVA Lifestyle –  Beberapa waktu belakangan ini Rancangan Undang Undang Kesehatan tengah menjadi sorotan para tenaga kesehatan medis. Pro-kontra bermunculan terkait sejumlah persoalan yang diatur dalam RUU tersebut.

Dokter Sonia Wibisono Ungkap Cara Menurunkan Berat Badan Sehat Tanpa Rasa Lapar Berlebihan

Di tengah isu terkait dengan RUU Kesehatan yang saat ini tengah dibahas oleh DPR dan pemerintah, berbagai pendapat bermunculan salah satunya datang dari Jaringan Dokter Muda Indonesia (JDMI). Koordinator JDMI, dr. Koko Khomeini menyebut, setidaknya ada tiga klaster manfaat RUU yang menyasar dokter-dokter muda.

Klaster pertama terkait perlindungan hukum. Selain pasal-pasal perlindungan yang sudah berlaku saat ini, RUU ini menambah pasal-pasal perlindungan baru yang antara lain perlindungan untuk peserta didik (dokter yang sedang internship dan yang sedang mengambil program spesialis).

Richard Lee Vs Doktif Ribut, Deddy Corbuzier Singgung Sumpah Dokter: Buat Memperkaya Diri?

“Pemerintah dan DPR mengusulkan pasal agar peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan berhak memperoleh bantuan hukum dalam hal terjadinya sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan,” kata Koko dalam keterangannya.

Warganya Ditangkap Usai Tabrak Kerumunan Pasar Natal di Jerman, Begini Respons Arab Saudi

Usulan lain, kata Koko, adalah tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan.

“Lalu ada usulan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dimana dokter yang telah melaksanakan sanksi disiplin yang dijatuhkan terdapat dugaan tindak pidana, aparat penegak hukum wajib mengutamakan penyelesaian perselisihan dengan mekanisme keadilan restoratif,” tuturnya.

Klaster kedua terkait sistem pendidikan spesialis yang murah dan transparan melalui sistem berbasis rumah sakit. Peserta didik yang mengikuti pendidikan berbasis rumah sakit tidak perlu membayar biaya pendidikan karena akan dianggap sebagai dokter magang atau bekerja.

“Ini akan mempermudah para dokter muda mengambil program spesialis. Kebanyakan dokter memang bercita-cita menjadi dokter spesialis sebagai jenjang karier mereka. Jadi nantinya akan ada dua opsi, spesialis melalui universitas dan melalui rumah sakit, sehingga kesempatan para dokter untuk mengambil pendidikan lanjutan akan sangat luas,” kata Koko.

Klaster ketiga terkait penyederhanaan perizinan praktek karena cukup 1 izin setiap 5 tahun dari saat ini 2 izin untuk 5 tahun di mana Surat Tanda Registrasi (STR) berlaku seumur hidup namun Surat Izin Praktek (SIP) berlaku setiap 5 tahun sekali.

“Fungsi kontrol terhadap kualitas dan kepastian kompetensi dokter secara berkala nantinya diusulkan melekat pada SIP. Sehingga dokter dukun atau tremor atau sakit dapat dicegah secara berkala melalui mekanisme ini. Sistemnya juga akan dibuat transparan untuk menghindari conflict of interest dan kolusi,” kata Koko.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya