TKDN Capai Target, Alat Kesehatan Buatan Indonesia Bahkan Sudah Banyak Diekspor
- Freepik
VIVA Lifestyle – Pemerintah terus mendorong penggunaan produk dalam negeri, termasuk alat kesehatan atau alkes. Pemerintah menargetkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) mencapai 40 persen pada 2020 dan naik menjadi 50 persen pada 2024.
Namun dalam industri alat kesehatan, rupanya tidak hanya patuh untuk menggunakan produk lokal saja, produsen dalam negeri juga sudah mampu ekspor ke luar negeri. Yuk, scroll untuk mengetahui info selengkapnya.
Ketua GAKESLAB Indonesia Prov DKI Jakarta, RD. Kartono Dwidjosewojo, mengatakan, sudah sangat banyak alat-alat kesehatan yang diproduksi di Indonesia. Termasuk barang-barang standar habis pakai.
"Kemarin, tidak disangka kita mendapatkan pandemi COVID-19, dengan itu kami merasa terdesak dan terdorong untuk membuat barang-barang seperti IC Ventilator, high frecuency nasal cannula, yang tadinya barang-barang itu tidak kita mimpikan bisa kita produksi di Indonesia. Dan kita harapkan sekarang ada mesin anestesi. Sampai hari ini, minimal sudah 35 persen produk yang tadi kita impor, sudah kita lakukan produksi di dalam negeri," ujarnya ditemui saat Peresmian Kantor Sekretariat GAKESLAB Indonesia Prov DKI Jakarta, di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Kartono melanjutkan, pemakaian TKDN dalam alkes sudah mencapai target 40 persen, bahkan ada yang sampai 70 persen. Namun, karena alat kesehatan jumlah dan jenisnya sangat banyak, belum semua alkes bisa diproduksi sendiri. Tapi jangan salah, bukan hanya diproduksi dan digunakan di negeri sendiri saja, alkes kita bahkan sudah mulai diekspor ke luar negeri.
"Alkes seperti piramida, yang high end seperti MRI dan lain-lain tidak akan bisa kita produksi karena quantity-nya tidak mencukupi. Kita yang di bawah ini saja, yang hampir 70 persen dibutuhkan oleh RS dan masyarakat, mulai dari kursi roda, tempat tidur. Bahkan tempat tidur di Indonesia sudah mulai diekspor," ungkapnya.
Tantangan alkes dalam negeri
Menurut Kartono, tantangan utama dalam memproduksi alkes dalam negeri adalah terkait bahan pokok. Di mana tidak semua bahan baku terdapat di Indonesia.
"Paling mudah dan paling sederhana, barang-barang untuk pembuatan instrumen bedah itu kan harus dibuat dari stainless steel, nah stainless steel untuk alat medis di sini belum diproduksi," kata dia.
"Kita harapkan saat ini akan ada Morowali yang akan memproduksi stainless steel. Kami harapkan kalau Morowali itu sudah berfungsi untuk memproduksi bahan baku stainless steel, kita bisa memiliki TKDN lebih tinggi lagi dalam produksi dalam negeri," harapnya.
Meski stainless steel belum diproduksi di Indonesia, namun Kartono tidak memungkiri bahan baku dari besi sudah tersedia di Indonesia. Sehingga, produk alkes seperti tempat tidur, TKDN-nya sudah mencapai 80 persen, karena diproduksi di Indonesia, bahkan sudah berhasil diekspor.
"Dan jangan lupa bahwa barang-barang yang sangat sederhana saja, seperti stetoskop itu di kita sudah ekspor. Jadi tidak hanya berkiprah di dalam negeri. Jadi sudah begitu banyak perusahaan yang berkiprah tidak hanya di pangsa pasar dalam negeri, tapi juga sudah ekspor," tuturnya.
"Contohnya, Pak Jokowi yang tiga minggu lalu pergi ke Hannover, Jerman, dari Gakeslab juga ada yang ke Jerman, itu sudah mulai mengekspor dengan mitra kerja di Jerman. Dan kita harapkan hal ini bisa didukung oleh sektor pemerintah terus-menerus, agar kita tidak hanya berkembang dalam negeri, tetapi kita juga akan meminta pihak asing untuk berinvestasi di Indonesia untuk produksi di dalam negeri," sambungnya.
Wakil Ketua GAKESLAB Indonesia, Ary Gunawan Murtomo, turut menambahkan hambatan yang dihadapi Indonesia dalam memproduksi alkes sendiri.
"Hambatannya dari segi orangnya. Merubah dari pedagang ke industri ini kan perlu proses, karena konsepnya kalo orang sudah tinggal impor, sekarang harus produksi. Untuk bikin pabrik yang bagus, mungkin sumbang saran pemerintah juga dibutuhkan. Tapi kendala itu sudah teratasi karena sekarang industrinya sudah banyak yang berubah dari pedagang menjadi industri," paparnya.
"Jadi saya yakin, 3-4 tahun lagi ini akan seperti farmasi. Farmasi dulu seperti itu, sekarang sudah lokal semua. Cuma perlu diatur clustering. Jangan seperti kalau di farmasi Amoxicillin, semua produksi sehingga harganya hancur. Jadi perlu diatur clustering, strategi industri," tambah dia.
Ketua Komite Tetap Sosial Kadin Prov DKI Jakarta, Saladin Bonaparta, turut mendukung langkah-langkah yang diambil oleh GAKESLAB.
"Kalo dari Kadin Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini tetap harus mendukung teman-teman dari GAKESLAB. Kita tetap harus memfasilitasi secara organisasi, kita sebagai kamar dagang Indonesia Provinsi DKI tetap memfasilitasi, mendukung semua teman-teman GAKESLAB di wilayah DKI," imbuhnya.