Ngorok Bisa Menyebabkan Kematian? Begini Kata Dokter

Ilustrasi mendengkur/mengorok.
Sumber :
  • Freepik/nensurla

VIVA Lifestyle – Kasus sleep apnea atau gangguan tidur diasumsikan seperti gunung es. Meski terlihat sedikit, namun nyatanya kasus dan populasinya banyak dan banyak juga yang tidak terdiagnosis. 

Rupanya, ngorok atau mendengkur juga menjadi salah satu jenis gangguan tidur yang tak boleh diabaikan. Bukan menjadi pertanda tidur nyenyak, mendengkur bahkan bisa menjadi pertanda masalah kesehatan yang serius. Scroll untuk info selengkapnya.

Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan – Kepala Leher Konsultan Laring Faring, Dr. dr. Fauziah Fardizza, Sp.THT-KL (K), mengungkapkan, meski mendengkur kerap dianggap sepele, jenis sleep apnea ini dapat menurunkan imunitas hingga gangguan kardiovaskular

Ilustrasi tidur.

Photo :
  • Unsplash/Kinga Cichewicz

"Penampakannya yang kita lihat orang mendengkur ketika tidur kayanya lucu aja kali ya. Anak kecil nganga atau kakek-nenek ngorok. Cuma kita tau napasnya kok bunyinya beda. Padahal yang tidak terlihat masalahnya besar sekali," ujar dr. Fauziah saat launching Klinik Mendengkur di Brawijaya Hospital Duren Tiga, Jakarta Selatan, baru-baru ini. 

"Yaitu perbaikan sel-sel ketika tidur yang harusnya terjadi, tidak terjadi, karena tidurnya terbangun-bangun. Dan imunitas yang harusnya meningkat ketika tidur juga terganggu. Begitu juga akan terjadi gangguan kardiovaskular," sambung dia. 

Jika mendengkur dapat mengganggu imunitas hingga menimbulkan masalah kardiovaskular, apakah ngorok atau mendengkur ini bisa menyebabkan kematian?

"Henti napas ketika tidur atau OSA dapat menyebabkan penurunan oksigen di dalam tubuh kita. Badan menjadi stres dan akan bereaksi, salah satunya jantung akan berdebar lebih cepat dan pembuluh darah menyempit," jelasnya. 

Tanpa Obat-obatan, Zaidul Akbar Ungkap Cara Agar Terhindar dari Stroke dan Penyakit Jantung

Menurut American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine tahun 2010, menyatakan bahwa OSA meningkatkan risiko stroke 2-3 kali. Sementara Yale School of Medicine tahun 2007, memperingatkan OSA dapat meningkatkan risiko serangan jantung atau kematian sebesar 30 persen dalam periode 4-5 tahun. 

"Tahun 2013 Journal of the American College of Cardiology menyatakan, penderita OSA mempunyai risiko tinggi kematian akibat komplikasi jantung. Penelitian ini menemukan bahwa OSA dapat meningkatkan kematian akibat serangan jantung," tutur dokter yang berpraktik di RS Brawijaya itu.

Inilah 7 Makanan Penurun Kolesterol yang Baik untuk Dikonsumsi

Namun, Fauziah menegaskan, angka kematian tersebut bukan karena mendengkurnya, tapi karena komplikasi, baik serangan jantung atau stroke. Lalu, bagaimana jika terjadi pada anak, apa saja akibatnya?

10 Tips Ampuh Cegah Mengantuk di Siang Hari agar Kerja Lebih Produktif

"Kalo pada anak jalan napas ketutup. Kalo pada bayi (napas) lebih pendek, lebih tinggi laringnya. Kalo jalan napasnya ketutup akhirnya membuat oksigennya turun, dia biru," paparnya. 

"Kalo kaya gitu yang sering adalah pasien-pasien dengan kelainan kraniofasial. Jadi misalnya anak-anak dengan sindrom, down syndrome, anak beckwith wiedemann, yang lidahnya gede atau pierre robin yang dagunya kecil, jalan napasnya sempit. Kalau dia ketutup jalan napas atasnya, dia biru, dia saturasinya turun, ya bisa sampai kematian," tambahnya. 

Akan tetapi, kata dokter Fauziah, untuk kasus mendengkur pada balita, mendengkurnya sendiri tidak sampai menimbulkan kematian. Yang menyebabkan kematian adalah penyakit penyertanya. 

"Tapi kalau misalnya udah balita plus mendengkur sampai menimbulkan kematian, mendengkurnya sendiri gak, karena pasti akan terbangun. Tapi kalo penyakit sampingannya, meninggal karena penyakit jantung, stroke, itu sering sekali," pungkasnya.

Sedangkan untuk ciri-ciri tidur berkualitas, menurut dokter Fauziah bukanlah tidur nyenyak yang sampai terdengar dengkurannya. 

"Bagaimana sih tidur yang berkualitas? Apakah tidur mendengkur artinya tidurnya nyenyak? Tidak ternyata. Jadi yang bagus adalah tidur nyenyak, harus teratur jam tidur dan bangunnya. Kemudian durasi tidurnya normal," pungkas dr. Fauziah Fardizza.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya