Makan Berlebih Diklaim Picu Bobot 27 kg Bayi Kenzi, Pakar Imbau Perbaiki Pola Asuh
- VIVA/Rahmat Fatahillah Ilham
VIVA Lifestyle – Kasus anak berusia 16 bulan yang mengalami obesitas bernama Kenzi dengan berat badan mencapai 27 kilogram menjadi sorotan publik. Kenzi saat ini tengah dalam penanganan pakar di RS Cipto Mangunkusumo dengan dugaan faktor genetik.
Sebelumnya diberitakan VIVA, menurut sang ibu, Fitria, saat berusia enam bulan bobotnya semakin meningkat perlahan seberat 1 kilogram. bahkan Kenzi kerap mengonsumsi makanan ringan yaitu camilan kentang. Padahal, camilan kentang itu dibeli hanya satu bungkus.
"Ciki kentang yang harganya seribu, dia suka. Cuma itu doang udah makanan dia ngemil, buah-buahan sudah saya kasih apa aja dia nggak suka," kata Fitria.
“Prinsipnya adalah makanan yang masuk berlebihan, dan hanya sedikit yang dikeluarkan," ujar Dokter spesialis anak konsultan endokrinologi, dr. Frida Soesanti Sp.A(K), dalam keterangannya.
Faktor lain yang memicu obesitas meningkat pada anak sebenarnya ada pada anggapan masyarakat bahwa anak gemuk itu lucu dan menggemaskan. Anggapan demikian cenderung membuat orang tua berusaha menggemukkan anaknya. Tanpa sadar, mereka mungkin menerapkan pola asuh yang kurang tepat, sehingga anak memiliki persepsi yang salah tentang makanan.
Penting bagi orang tua untuk menerapkan kebiasaan makan yang baik sejak dini. idealnya, ini dimulai sejak si Kecil melewati masa ASI eksklusif dan mulai mendapat MPASI (makanan pendamping ASI) di usia 6 bulan.
“Asupan makanan tambahan akan menentukan pertumbuhan anak,” kata dokter Frida.
Pada dasarnya, semua bahan makanan boleh-boleh saja dikonsumsi, asalkan sesuai dengan peruntukan usia, dan tidak berlebihan. Yang perlu diperhatikan, dalam parenting, orang tua pun harus memiliki kebiasaan yang baik terkait makanan. Misalnya, cermat membaca label.
Pola Makan Sehat Dimulai dari Keluarga
Tak perlu menyalahkan ibu maupun keluarga dari bayi yang mengalami obesitas. Sebaliknya, kita bisa menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran dan refleksi mengenai pola asuh yang kita terapkan kepada anak. Perlu diingat bahwa anak gemuk itu bukannya lucu.
"Pasti akan menimbulkan komplikasi. Misalnya diabetes, kolesterol tinggi, hingga perlemakan hati dini. Dalam jangka panjang, akan menyebabkan kegagalan hati,” tutur dokter Frida.
Orang tua harus terus memantau berat badan dan tumbuh kembang anak sejak bayi, dengan kurva pertumbuhan. Melalui kurva ini, akan terlihat bagaimana penambahan berat badan bayi/anak; apakah sesuai dengan tinggi badan maupun usianya. Waspada bila berat badan si Kecil menurut tinggi badannya +2 SD (standar deviasi), yang menunjukkan bahwa ia sudah mengalami kegemukan.
Bila angkanya mencapai +3 SD, maka si Kecil tergolong obesitas. Ditekankan oleh dokter Frida, menurunkan berat badan anak yang gemuk/obes bukan dengan cara diet ketat dan melarang anak makan makanan tertentu.
“Apalagi sampai mengurangi jumlah kalori secara drastis, karena akan membuat anak craving atau kelaparan. Akhirnya, terjadi efek yoyo,” jelasnya.
Yang dibutuhkan adalah mengembalikan pola makan sesuai kebutuhan kalori yang normal. Pertama-tama, buatlah jadwal makan teratur. Terdiri dari tiga kali makan besar (sarapan, makan siang, makan malam), serta dua kali selingan.
“Paling bagus adalah menu yang berwarna-warni dalam satu piring. Kalau berwarna-warni pasti sehat karena ada warna sayuran,” papar dr. Frida.
Untuk membentuk pola makan yang baik, perlu kerja sama seluruh anggota keluarga di rumah. “Berikan contoh langsung karena anak akan meniru apa yang dimakan anggota keluarga lain,” tegasnya.