Guru Besar Undip: Kemasan BPA Free Belum Tentu Aman Digunakan

Ilustrasi BPA.
Sumber :
  • Pixabay.

VIVA Lifestyle – Meski dilabeli dengan tulisan BPA Free, kemasan pangan belum tentu aman digunakan. Hal itu diungkapkan oleh Guru Besar Bidang Pemrosesan Pangan Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro (Undip), Andri Cahyo Kumoro. 

Jadi Biang Kerok Banyak Penyakit, Begini Trik Kurangi Penggunaan Garam pada Masakan

Menurutnya, hal itu karena, meski aman dari kontaminasi BPA (Bisphenol A), tapi kemasan itu kemungkinan juga mengandung zat-zat kimia berbahaya lainnya yang berpotensi mengganggu kesehatan. Scroll untuk info selengkapnya.

Andri lebih lanjut mengatakan, kemasan yang diberi label BPA Free, juga perlu diteliti lagi apakah mengandung bahan kimia lain yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan.

Ternyata Ini 5 Manfaat Mengonsumsi Air Rendaman Nanas Setiap Hari, Efeknya Bikin Wow!

Ilustrasi Minuman Kemasan. Sumber : pixabay.com

Photo :
  • vstory

"Kalau memang kemasan itu BPA free, itu berarti hanya aman dari kontaminasi BPA. Tapi, perlu dilihat dulu apakah kemasan BPA Free itu mengandung bahan lain yang berpotensi bahaya seperti antimon atau Sb. Atau bahkan cemaran logam berat jika kandungannya melebihi ambang batas keamanan," ujar Andri dalam keterangannya, Kamis 9 Maret 2023. 

BPOM Terbitkan Izin Edar Untuk Dua Obat Terapi Kanker, Berapa Efikasinya?

Dia menyebutkan, setiap bahan kimia memiliki ambang batas yang berbeda-beda. Jadi, katanya, jangan berpikir bahan kimia itu sama nilai ambang batasnya.

"Itulah sebabnya kenapa kemasan yang tidak mengandung BPA itu aman untuk digunakan. Karena, tidak mengandung BPA belum tentu juga tidak mengandung bahan berbahaya lainnya,” tukasnya.

Menurut dia, itulah sebabnya penanganan bahan baku, produk, dan kemasan menjadi bagian penting dalam bisnis makanan dan minuman  termasuk yang siap saji. 

"Kalau mau aman itu ya bisa menggunakan bahan organik, degradable dan aman seperti plastik berbasis pati, lipid, rumput laut atau campuran dan turunannya. Tapi itu kan mahal cost-nya, tidak efisien untuk industri,” katanya.

Sebelumnya, Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Nugraha Edhi Suyatma juga menyampaikan hal serupa. Menurutnya, kemasan yang tidak mengandung BPA, belum tentu aman-aman saja. Dia mencontohkan kemasan PET yang BPA Free tapi mengandung bahan kimia lain yang berbahaya. 

Ilustrasi kemasan plastik

Photo :
  • Pixabay/pexels

"Dalam kemasan PET itu, meski BPA Free tapi ada kandungan antimon, acetaldehyde, etilen glikol, dan lain-lain yang juga berbahaya bagi kesehatan," tuturnya. 

Nugraha mengutarakan, sebenarnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan sudah mengatur batas migrasi dari zat-zat kimia yang ada dalam kemasan, antara lain tentang asetaldehid, etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan lain-lain. 

"Ini menunjukkan bahwa zat-zat kimia yang ada dalam kemasan itu semua bisa berbahaya bagi kesehatan jika melewati batas aman yang telah ditetapkan,” ungkapnya. 

Hasil riset yang pernah dilakukan para peneliti dari Texas juga menemukan bahwa sebenarnya plastik yang tergolong BPA Free juga mengandung komponen berbahaya. 

National Institutes of Health (NIH), lembaga utama pemerintah Amerika Serikat yang menangani penelitian biomedis dan kesehatan, menyampaikan, yang sering dipakai dalam industri plastik itu diketahui memiliki komponen aktif yang mirip dengan hormon estrogen. Disebutkan, zat kimia tersebut bisa larut dalam makanan dan diduga menyebabkan cacat pada janin, gangguan reproduksi, kanker dan masalah kesehatan lainnya. 

Menurut NIH, dalam penelitian yang dilakukan tim dari Universitas Texas, Amerika, para peneliti meneliti lebih dari 500 produk rumah tangga yang digolongkan bebas BPA (BPA Free) yang banyak dipasarkan seperti kemasan berbahan PE atau PP, PET, polistirena (PS), dan kemasan BPA Free lainnya. 

galon air

Photo :
  • Pixabay

Hasilnya menunjukkan, ternyata 92 persen produk itu mengandung zat berbahaya yang bisa larut ketika produk plastik tersebut dicuci, dipanaskan dan terpapar matahari. Bukan hanya itu, para peneliti juga menemukan bahwa produk bebas BPA itu, ternyata juga mengandung bahan kimia yang meniru hormon estrogen dalam kadar cukup tinggi. 

Bahan kimia berbahaya itu paling tinggi ditemukan dalam produk botol bayi yang mengandung Polyethersulfone (PES), atau polyethylene terephthalate glycol (PETG) yang kandungan BPA-nya sudah diganti.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya