Kerap Dianggap Sepele, Dokter Ungkap Pentingnya Deteksi Dini Cegah Gangguan Pendengaran

Ilustrasi Telinga
Sumber :
  • pixabay/Adinavoicu

VIVA Lifestyle – World Hearing Day atau Hari Pendengaran Sedunia, diperingati setiap 3 Maret setiap tahunnya. Pada 2023 ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengangkat tema Ear and hearing care for all! atau Perawatan telinga dan pendengaran untuk semua! 

WHO Tetapkan TBC Penyakit Menular Paling Mematikan

Hal tersebut menyoroti betapa pentingnya mengintegrasikan perawatan telinga dan pendengaran dalam perawatan primer, sebagai komponen penting dari cakupan kesehatan universal. Namun sayangnya, masalah kesehatan pendengaran masih kurang diperhatikan. Yuk, scroll untuk informasi selengkapnya.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan, prevalensi gangguan pendengaran penduduk usia lima tahun ke atas di Indonesia sebesar 2,6 persen. Hal ini menunjukkan, masalah telinga dan pendengaran menjadi salah satu problem yang tak bisa diabaikan. 

Dharma Sebut Bio Weapon untuk Pandemi Selanjutnya Sudah Disiapkan, Gong Kematian Pengusaha Jakarta

"Karena, seperti yang diungkapkan WHO, masalah telinga dan pendengaran merupakan salah satu problem yang paling sering ditemui di masyarakat. Maka dari itu, kita di sini mengedukasi masyarakat, bahwa telinga dan pendengaran termasuk perawatan primer," ujar Deputy Chief Executive Officer (CEO) Kasoem Group Trista Mutia Kasoem saat acara World Hearing Day 2023 yang digelar Kasoem Hearing Center di Car Free Day (CFD) Sudirman, Jakarta, baru-baru ini. 

Peduli Kesadaran Kesehatan Mental, TikTok Gandeng WHO Luncurkan Program Literasi Generasi Muda

Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan - Kepala Leher Konsultan Otologi, dr. Harim Priyono, Sp.THT-KL (K), pun mengimbau untuk melakukan skrining sejak dini. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan Otoacoustic Emission (OAE). 

"Metode ini mampu mendeteksi fungsi sel rambut halus pada bagian luar rumah siput yang bekerja sebagai penangkap sinyal atau gelombang suara," kata dia di tempat yang sama. 

Kemudian menurut dokter yang berpraktik di RSCM itu, ada juga metode skrining Auditory Brainstem Response (ABR)/(BERA) yang mendeteksi sinyal listrik di batang otak

"Jika program Universal Newborn Hearing Screening rutin dilakukan, maka gangguan pendengaran sejak dini akan terdeteksi dan dapat dicegah. Sayangnya, program tersebut belum rutin dilakukan di negara berkembang termasuk Indonesia," ungkapnya. 

Dokter Harim melanjutkan, implan koklea atau cochlear implant dapat menjadi jalan terakhir bagi mereka yang mengalami gangguan pendengaran. Sebab, metodenya tidak hanya dapat dilakukan oleh orang dewasa, tapi juga pada bayi berusia 6 bulan. 

Ilustrasi pasangan suami istri yang memiliki bayi

Photo :
  • pixabay

Koklea sendiri merupakan organ pendengaran yang berfungsi mengirim pesan ke saraf pendengaran dan otak. Suara ditangkap daun telinga kemudian dikirim ke tulang pendengaran dan bergerak menuju koklea.

"Metode pembedahan yang dilakukan dengan menanam elektroda untuk organ pendengaran yang berisi saraf-saraf pendengaran yang terletak di telinga dalam," tuturnya.

Menurut dia, elektroda inilah yang akan meningkatkan organ pendengaran menjadi lebih optimal. Selain itu, dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hingga membantu memahami percakapan. 

"Namun, tidak semua gangguan pendengaran dapat diatasi dengan cara operasi tersebut. Beberapa kasus, ada pasien yang tidak memiliki rumah siput sehingga operasi sulit untuk dilakukan," tutup dr. Harim Priyono.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya