Berkaca Kasus Bayi Kenzi Berbobot 27kg, Ini Bahaya Obesitas Selain Pemicu Diabetes-Sakit Jantung

Ilustrasi anak gemuk/obesitas.
Sumber :
  • iStockphoto.

VIVA Lifestyle – Bayi obesitas berusia satu tahun asal Bekasi bernama Kenzie menjadi sorotan dengan bobot tubuhnya yang mencapai 27 kilogram. Kenzie saat ini tengah ditempatkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk ditangani secara tepat agar mendapat berat badan ideal serta terhindar dari dampak berbahaya obesitas.

Dianggap Berisiko! 6 Kondisi Kehamilan Ini Disarankan Periksa ke Konsultan Fetomaternal, Apa Itu?

Direktur RSCM, dr Lies Dina Liastuti, mengatakan bahwa kondisi bayi tersebut masih dalam pemeriksaan lantaran adanya dugaan kelainan genetik hingga beratnya mencapai 27 kg. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Lies menyebutkan bahwa pemeriksaan pada bayi Kenzie masih berlangsung untuk memastikan penyebab kelebihan berat badannya, baik itu riwayat penyakit atau penyebab lainnya. Sebab, kasus bayi Kenzie ini terbilang cukup langka di Indonesia dan dunia.

IDI Banjarnegara Memberi Edukasi Bahaya Penyakit Diabetes dan Pengobatan yang Tepat

"Kenzie masih diperiksa, kan kasusnya langka, jadi nggak mudah untuk mencari penyebabnya. Bukan hanya karena pola makan tapi karena masalah faktor genetika, masalah nutrisi, dan itu nggak banyak kan case-nya," terangnya di RSCM, Jakarta, Jumat 3 Maret 2023.

Terlebih, Lies sendiri belum mendapatkan diagnosis pasti mengenai tipe obesitas pada bayi Kenzie karena masih butuh hasil laboratorium.

Jadi Biang Kerok Banyak Penyakit, Begini Trik Kurangi Penggunaan Garam pada Masakan

Bayi obesitas, Kenzi.

Photo :
  • VIVA/Rahmat Fatahillah Ilham

Namun, dari dugaan awal para dokter, ada kelainan genetika yang berperan terhadap penyakit kelebihan berat badannya.

"Obesitas itu lagi dicek kan, itu kan obesitasnya kan tidak biasa. Kalau anak gemuk kebanyakan makan kan biasa ya, ini kan bukan karena kebanyakan makan tapi ada suatu kelainan bawaan genetika," tambah Lies.

Dampak Obesitas

Obesitas dan obesitas sentral merupakan masalah kesehatan global yang terus mengalami peningkatan kasus setiap tahunnya, dengan perkiraan akan berdampak pada 1,9 miliar penduduk dunia pada 2035. Masalah peningkatan prevalensi obesitas juga terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes RI Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes., menyampaikan bahwa menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa Indonesia meningkat dari 19,1 persen pada 2007 menjadi 35,4 persen pada 2018, menunjukkan bahwa obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling mendesak di Indonesia.

Ilustrasi diabetes

Photo :
  • Pixabay/ tumisu

"Peningkatan ini kemungkinan disebabkan oleh dua faktor: stigma mengenai obesitas dan ketidaksadaran akan tingkat keseriusan kondisi obesitas," terangnya dikutip keterangan pers Novo Nordisk, Minggu 5 Maret 2023.

Faktanya, obesitas dapat menyebabkan komplikasi, seperti hiperglikemia, diabetes tipe-2, dan penyakit kardiovaskular. Obesitas juga bisa menyebabkan kematian.

Menurut penelitian, setiap 5 unit indeks massa tubuh (IMT) di atas 25kg/m2 dapat meningkatkan risiko kematian sebesar 30 persen. 

"Obesitas juga bertanggung jawab atas 4,7 juta kematian dini setiap tahunnya. Untuk itu, tindakan nyata diperlukan untuk mencegah beban pada sistem kesehatan dan biaya sosial ekonomi yang disebabkan obesitas," tambahnya.

Faktor Risiko Obesitas 

Bertepatan dengan World Obesity Day yang jatuh pada 4 Maret, Kementerian Kesehatan dan Novo Nordisk Indonesia mengajak semua pihak untuk mengambil peran dan meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan obesitas dan mengambil aksi nyata untuk mengubah persepsi buruk dan mendorong perubahan dalam penanganan obesitas.

Kementerian Kesehatan juga menyampaikan apresiasi kepada Novo Nordisk Indonesia dan semua pihak yang telah menginisiasi berbagai gerakan terkait obesitas di Indonesia.

Hamburger, obesitas, kegemukan, kekenyangan

Photo :
  • pixabay/ jeonomias

Sejalan dengan tema WOD tahun ini, “Mengubah Perspektif: Mari Bicara Tentang Obesitas (Changing Perspectives: Let's Talk About Obesity)", Novo Nordisk Indonesia berusaha untuk memantik diskusi tentang obesitas, mengubah norma dan memberikan dampak kesehatan yang baik untuk banyak orang, karena obesitas bukan hanya tentang “saya”, tetapi “kami”. 

Inisiatif ini bertujuan untuk mengubah persepsi negatif mengenai penyakit tersebut karena stigma yang ada membuat masyarakat beranggapan bahwa obesitas bukanlah penyakit, namun kegagalan pribadi, walaupun fakta mengatakan bahwa faktor genetik atau keturunan berkontribusi pada 40-70 persen kasus obesitas.

Stigma ini tentu memengaruhi kesehatan mental dan fisik pasien, dan dapat menghentikan mereka dalam mencari perawatan medis yang diperlukan. 

Berbicara mengenai rendahnya kesadaran akan keseriusan obesitas, studi terbaru mengungkapkan bahwa prevalensi obesitas di Indonesia tidak disadari ketika dinilai menggunakan batas IMT saat ini (obesitas ≥ 27,0).

Hal itu pun menyebabkan walaupun ada peningkatan kasus penyakit kronis yang berkaitan dengan obesitas, prevalensi obesitas di Indonesia masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara maju. 

“Kami telah merilis publikasi yang menyarankan untuk merevisi nilai batas IMT ≥25 kg/m2, ambang batas ini mungkin lebih tepat untuk mendefinisikan obesitas pada populasi orang dewasa di Indonesia. Kami juga menyarakan untuk menambahkan Edmonton Obesity Staging System (EOSS) ke dalam klasifikasi antropometri untuk evaluasi klinis obesitas yang lebih baik," tambah Ketua Bidang Organisasi Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) dr. Dicky L. Tahapary, Sp.PD-KEMD, Ph.D.

Edmonton Obesity Staging System adalah sistem analisa yang mencakup faktor metabolik, fisik, psikologis dan evaluasi klinis untuk memberikan opsi intervensi obesitas yang terbaik.

Sistem ini mengklasifikasikan obesitas ke dalam 5 kategori (0–4 tingkatan), tingkat 0 menunjukkan tidak ada faktor risiko terkait obesitas atau gangguan kesehatan apa pun; dan tingkat 4 menunjukkan kecacatan parah akibat penyakit kronis terkait obesitas.

Pencegahan Tepat Obesitas

Selain itu, batas lingkar pinggang yang lebih rendah dari standar WHO harus diterapkan di Indonesia. Di banyak populasi Asia, prevalensi risiko metabolik yang tinggi terjadi pada WC yang lebih rendah dibandingkan dengan orang Eropa.

Dokter Dicky menyimpulkan bahwa temuan tersebut mendorong revisi batas optimal untuk pencegahan dini dan pengendalian obesitas.

“Penting bagi kita untuk mengedukasi masyarakat bagaimana memahami dan melakukan pengukuran lingkar pinggang sendiri,” tambah dr. Dicky.

Sebagai upaya mengatasi dan mengendalikan penyakit kronis ini, Vice President dan General Manager Novo Nordisk Indonesia Sreerekha Sreenivasan mengatakan bahwa Novo Nordisk Indonesia fokus pada tiga area untuk mendorong perubahan terkait obesitas.

Obesitas lebih dari sekadar kelebihan berat badan, namun ini adalah masalah kesehatan jangka panjang. Oleh karena itu, pihaknya akan fokus pada tiga area.

"Pencegahan, di mana kami bekerja untuk membangun lingkungan yang lebih sehat; pengakuan, di mana kami bekerja untuk menumbuhkan empati bagi orang-orang dengan obesitas dan menjadikan obesitas sebagai prioritas perawatan kesehatan; dan perawatan - area kami bekerja untuk memastikan orang dengan obesitas memiliki akses ke perawatan berbasis sains dan komprehensif," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya