Soal Dugaan Malpraktik Ibu Lumpuh Pasca Caesar di RS Ciputat, Menkes Akhirnya Buka Suara
- Pixabay.com/cynthia_groth
VIVA Lifestyle – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin akhirnya buka suara mengenai kasus dugaan malpraktik pada seorang ibu yang lumpuh usai menjalani persalinan di sebuah rumah sakit di Ciputat, Tangerang Selatan. Pada kasus tersebut, sang ibu berinisial Y diduga dipaksa melakukan persalinan caesar dengan 12 kali suntikan bius hingga membuat kakinya tak bisa bergerak selamanya.
Kasus yang viral pada tahun 2020 lalu ini kembali disorot, termasuk oleh Kementerian Kesehatan. Kabar terbaru menyebutkan bahwa kuasa hukum ibu berinisial Y tersebut meminta pertanggungjawaban pada pihak rumah sakit atas dugaan malpraktik. Scroll untuk informasi selengkapnya.
Menanggapi laporan tersebut, Menkes Budi menyebutkan bahwa tengah mengkajinya bersama komite etik untuk memastikan kemungkinan tudingan malpraktik itu. Menkes berjanji bahwa pihaknya bersama para pakar akan melakukan audiensi bersama korban di rumah sakit di Ciputat.
"Kita nanti akan terima kemudian nanti kita akan ajak juga teman-teman dari majelis kode etik kedokteran untuk melihat ininya seperti apa," ujar Menkes Budi di RS Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Jumat, 3 Maret 2023.
Menurut Menkes, pihaknya akan selalu memastikan agar masyarakat mendapat keadilan, termasuk dengan menerima berbagai kritik dan masukan. Menkes tak menampik bahwa kasus dugaan malpraktik tersebut akan ditangani sebaik mungkin.
"Tapi semua masukan kritik dari masyarakat pasti kita terima dan kita dengar," tambah dia.
Akan tetapi, Menkes Budi belum memberi keterangan detail terkait audiensi dari pihaknya yang akan digelar di RS di Ciputat itu. Menkes Budi menuturkan bahwa masih perlu diskusi dengan pihak lainnya.
"Nanti diatur," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan VIVA, insiden memilukan harus dialami seorang ibu yang menderita kelumpuhan seumur hidup diduga usai dipaksa melakukan persalinan caesar di sebuah rumah sakit di Ciputat, Tangerang Selatan. Kondisi kecacatan fisik perempuan tersebut diduga kuat terkait malpraktik yang dilakukan seorang dokter usai memberi anastesi atau suntikan obat bius sebanyak 12 kali.
Hal itu diungkap oleh Kantor Hukum dan HAM, Lokataru, yang menyayangkan sikap Rumah Sakit di Ciputat yang tidak mau bertanggung jawab atas kecacatan fisik yang dialami oleh Y pasca operasi caesar pada 18 Februari 2020.
Pada 18 Februari 2020 sekitar pukul 21:00 WIB, Y bersama suaminya dalam keadaan normal atau tidak dalam keadaan gawat darurat, menggunakan sepeda motor datang ke Rumah Sakit Buah Hati Ciputat untuk bersalin. Tanpa adanya persetujuan dari pihak pasien dan atau keluarga pasien, pihak Rumah Sakit langsung melakukan tindakan operasi caesar. Itu dilakukan tanpa melakukan diagnosis terlebih dahulu terhadap Y.
Usai bersalin, Y merasakan keanehan pada tubuhnya. Wanita itu ingin mencoba memiringkan tubuh pasca persalinan, tak mampu melakukannya, bahkan tidak merasakan apapun di bagian pinggang hingga kaki.
Y belum dapat menggerakkan tubuh bagian pinggang hingga ujung kaki, karena saat operasi caesar, dokter diduga menyuntikkan anastesi sebanyak lebih dari 12 kali terhadap Y dan mengenai saraf tulang belakang yang mengakibatkan kecacatan secara fisik.
Atas kesalahan tersebut diduga telah terjadi malpraktik, di mana secara definisi adalah setiap sikap tindakan yang salah, kekurangan keterampilan dalam ukuran tingkat yang tidak wajar.
Klarifikasi pihak RS
Melalui kuasanya, pihak rumah sakit yakni RS Buah Hati Ciputat mengungkap fakta hukum yang mengacu pada putusan hukum atas aduan pasien. Berikut pernyataan lengkap RS Buah Hati Ciputat yang disampaikan lewat kuasanya Muhamad Joni, SH.,MH dari Law Office Joni & Tanamas.
1. Benar Yuliantika pernah menjadi pasien persalinan di RS Buah Hati Ciputat, pada 18 Februari 2020, dan padanya dilakukan layanan medis dan tindakan sesuai standar operasional dan prosedur.
2. Tidak benar opini atau informasi sepihak yang beredar menuding telah dilakukan suntikan Anestesi Spinal sebanyak 12 (dua bekas) kali terhadap pasien Yuliantika. Kelirunya aduan pasien itu sudah terungkap dan terbantah dalam sidang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang berwenang memeriksa dan memutuskan berdasarkan UU Praktek Kedokteran. Lagi pula tudingan 12 (dua belas) kali suntikan Anestesi Spinal itu musykil dan mustahil terjadi.
3. Dalam hal keadaan Yuliantika mengaku mengalami kelumpuhan, berdasarkan fakta persidangan bukanlah dikarenakan suntikan Anestesi Spinal. Hal itu merujuk pemeriksaan pada pengadu, teradu, sejumlah saksi dan ahli, dan hasil Putusan Majelis Pemeriksa Disiplin dari MKDKI yang dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum tanggal 24 Agustus 2021.
4. Atas aduan Yuliantika, telah terbit Amar Putusan MKDKI yang menyatakan bahwa: "...Pasien mengalami kelumpuhan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan di muka sidang oleh karena itu tidak ditemukan pelanggaran disiplin profesi kedokteran..".
5. Juga, terhadap gugatan Yuliantika kepada dokter dan RS melalui Pengadilan Negeri Tangerang telah diputuskan yang dalam pokok perkara amar putusan berbunyi: "Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima".
6. Dengan kerendahan hati, berkenan kami sampaikan pernyataan manajemen RS Buah Hati Ciputat, bahwa tidak benar opini seakan peristiwa sedemikia itu telah terjadi berkali-kali pada RS Buah Hati Ciputat. Itu tidak benar dan tidak faktual. Namun hanya aduan pasien Yuliantika itu saja. Lagi pula sama sekali tidak terbukti pelanggaran disiplin kedokteran, ataupun tuduhan makpraktek medis. Karena hal itu telah terjawab lugas dengan putusan MKDKI atas aduan Yuliantika, maupun Putusan PN Tangerang No. atas 1324/Pdt.G/2021/PN Tng., atas gugatan Yuliantika, yang kedua putusan tersebut telah bersifat final dan mengikat.
7. Kiranya kami dengan hormat mohon kearifan kita semua untuk menahan diri dengan tidak menyebarkan informasi yang bukan sebenar-benarnya, dan berbeda dari putusan-putusan hukum. RS Buah Hati Ciputat menghormati putusan hukum yang telah ada. RS Buah Hati Ciputat semenjak awal kejadian bertanggungjawab dan aktif memberikan perawatan terbaik bagi pasien Yuliantika ke RS rujukan, dan tetap berempati pada Yuliantika.
Demikianlah pernyataan ini hanya dimaksudkan untuk meluruskan opini dari beredarnya informasi sepihak. Demi kebenaran hukum dan keseimbangan informasi bagi publik dan masyarakat luas.