Diidap Mendiang Ayah Indy Barends, Kenali Tanda dan Pencegahan Dini Kanker Paru
- U-Report
VIVA Lifestyle – Presenter Indy Barends tengah berduka atas kepergian ayahnya, Hiras Sidabutar yang meninggal dunia pada hari ini, Rabu 22 Februari 2023. Sahabat Indra Bekti tersebut mengungkapkan bahwa salah satu penyebab mendiang meninggal dunia lantaran mengalami kanker paru yang sudah didiagnosa sejak dua bulan lalu.
"Sebenarnya ayah kanker paru-paru, tapi baru terdiagnosa satu dua bulan ini,” ujar Indy kepada awak media, di Rumah Duka Sinar Kasih, Bogor, Jawa Barat, dikutip dalam video di YouTube.
Presenter berusia 51 tahun ini menuturkan bahwa ayahnya sudah sempat dirawat inap di salah satu rumah sakit di Bogor. Namun ketika dilakukan perawatan, belum terdeteksi kanker paru yang diidapnya selama ini.
“Sebelumnya memang dirawat, tapi di rumah sakit di Bogor cuma belum terdiagnosa dengan tepat," tambah ibu satu anak ini. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Perempuan asal Bogor ini mengaku bahwa mendiang ayahnya tak pernah mengeluhkan gejala terkait kanker paru tersebut. Namun usai diperiksa dan didiagnosis, kondisinya sudah memburuk dengan sel kanker yang meluas ke organ lain.
"Pada saat sekarang, kanker paru-parunya sudah menyebar ke kelenjar getah bening di ketiak dan di leher. Akhir-akhir ini lagi banyak sakitnya," sambung perempuan dengan rambut pendek yang khas itu.
Meski mengaku sempat terkejut dengan diagnosis tersebut, Indy Barends tetap berupaya melakukan yang terbaik untuk mengobati kanker paru ayahnya dengan menjadwalkan kemoterapi. Akan tetapi, mendiang ayahnya sudah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa untuk 'disembuhkan' lebih cepat.
"Disembuhkan, dipanggil kemarin malam mendadak sekali. Kejadian ayah pergi itu di saat kondisi tidak sakit. Kamis besok harusnya kemoterapi, jadi ayah lagi senang-senangnya karena mau kemoterapi, ada tindakan jalan lebih lanjut untuk kesembuhan,” kata Indy pasrah.
Kanker Paru Pemicu Kematian Terbesar
Ada pun kanker paru termasuk dalam 3 jenis kanker dengan kematian tertinggi di dunia pada tahun 2020. Lebih rinci, kematian akibat kanker paru sebanyak 1,8 juta dibanding kanker hati yang sebanyak 830 ribu pasien serta kanker lambunh sebanyak 789 ribu pasien.
"Gejala pada kanker paru seringkali tidak tampak pada stadium awal, ini berakibat dimana data saat ini menunjukkan bahwa 60 persen pasien kanker paru datang dalam stadium lanjut, sebab kanker paru memiliki gejala yang serupa dengan penyakit umum lainnya seperti TBC," ujar Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP, dalam webinar.
Lebih lanjut Prof. Aru menyampaikan bahwa penting bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan tentang faktor risiko, gejala, dan perawatan yang tersedia. Termasuk modalitas diagnosis kanker paru sehingga kanker paru dapat diobati dengan tepat.
Waspadai Gejala dan Faktor Risiko
Senada, dalam kegiatan diskusi media memperingati Bulan Kesadaran Kanker Paru 2022, Pengurus Pusat Yayasan Kanker Indonesia dan Bekerja di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI - RSUP Persahabatan, Prof. dr. Elisna Syahrudin, PhD. SpP(K), memaparkan perlu mewaspadai orang yang memiliki faktor risiko.
Juga, pada mereka yang mempunyai gejala-gejala respirasi meski sulit membedakan dengan penyakit paru lainnya.
"Gejala yang timbul pada pasien kanker paru, diantaranya batuk yang persisten, darah pada mukus atau lendir, bernapas pendek, nyeri di area dada, kelelahan yang berlebihan, penurunan bobot badan dan penurunan nafsu makan," imbuhnya.
Faktor risiko yang berpotensi menyebabkan kanker paru yang paling utama adalah merokok. Selain itu kontak dengan zat-zat karsinogenik (Radon, Arsen, Asbestos), keluarga yang memiliki riwayat kanker paru, dan riwayat penyakit paru kronik lainnya.
Maka, bagi mereka yang merasakan gejala tersebut disertai faktor risiko yang dialami, patut melakukan skrining atau deteksi dini.
Pada kelompok berisiko tinggi itu adalah upaya yang paling baik yang harus dilakukan untuk meningkatkan angka tahan hidup penderita kanker paru.
"Berdasarkan data Globocan 2020, di Indonesia terlihat masalah kanker paru ada dua poin penting yaitu jumlah kasus paru yang terus meningkat dan hanya dapat diatasi dengan melakukan pencegahan atau pengendalian faktor risiko kanker paru. Masalah kedua masih buruknya prognosisnya dibanding kanker lain yaitu dengan pendeknya angka harapan hidup akibat Sebagian besar penyakit ditemukan pada stadium lanjut," kata dia.
Dokter Elisna menekankan bahwa pemeriksaan kanker paru sangatlah penting untuk memahami kanker yang dialami pasien secara spesifik. Dengan demikian, pasien dapat memperoleh pengobatan dengan hasil yang optimal dan bertahan hidup lebih lama.
"Maka usaha skrining atau deteksi dini akan secara langsung akan memperpanjang harapan hidup. Namun kabar baiknya, pasien kanker paru stadium lanjut yang mendapat pengobatan yang spesifik berdasarkan karakteristik kelainan molecular menunjukkan hasil yang baik," terangnya.