Anemia Bisa Picu Anak Stunting, Harus Dicegah Mulai dari Remaja
- Pexels/Cottonbro
VIVA Lifestyle – Indonesia masih memiliki angka stunting yang tinggi. Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka stunting di Indonesia masih mencapai 21,6 persen.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak.
Selain asupan gizi, ada kondisi kesehatan lain yang juga sangat berkaitan erat dengan stunting, yaitu anemia. Bahkan beberapa jurnal yang berdasarkan bukti menyebutkan stunting dan anemia sangat berkolaborasi dekat.
Dokter Spesialis Gizi Klinik, dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi, Sp.GK menjelaskan bahwa anemia bisa terjadi pada semua siklus kehidupan, mulai dari remaja.
Karenanya, untuk mengatasi anemia dilakukan dari remaja putri agar kandungan hemoglobin atau Hb baik pada saat dia hamil di kemudian hari. Sehingga, risiko anemia pada saat hamil menjadi kecil.
Hal ini penting sebab anemia bisa menyebabkan berat bayi lahir rendah (BBLR) hingga stunting.
Selain itu, dokter Nurul menambahkan, prevalensi anemia banyak terjadi pada ibu hamil muda, yaitu usia 15-34 tahun. Menurut penelitian yang sejalan di Asia dan Afrika menunjukkan bahwa ibu-ibu yang hamil di usia muda karena pernikahan dini banyak yang anemia dan melahirkan BBLR, sebagian besar bayi mengalami anemia, kemudian stunting.
"Bayi yang anemia akan berlanjut sampai anak-anak," tambah dokter Nurul dalam kegiatan Aksi Gizi Generasi Maju yang dilaksanakan di Lombok belum lama ini.
Penyebab anemia bisa bermacam-macam, namun 5-60 persen disebabkan defisiensi zat besi.
"Sel darah merah yang tidak cukup membuat metabolisme tubuh tidak optimal. Sel darah merah adalah transporter utama oksigen. Oksigen yang kurang membuat metabolisme tidak berjalan optimal dan terjadi gangguan pertumbuhan, kemudian hari bisa menjadi stunting," jelas dokter Nurul.
Selain anemia, faktor risiko lain stunting adalah infeksi berulang, tinggal di daerah padat penduduk, penggunaan air bersih yang kurang, sarana air minum yang kurang bersih sehingga anak berulang kali diare. Hal ini memicu terjadinya defisiensi energi dan protein.
Lebih lanjut dokter Nurul menjelaskan, infeksi membuat anak malas. Beberapa anak yang datang ke dokter bukan karena panas tapi karena tidak nafsu makan karena ada infeksi atau kelainan lain.
"Terkait asupan makan, anak kurus asupan makan kurang, hormon di tubuh timbul hormon anoreksi, gak nafsu makan," kata dia.