Malas Bercinta Karena Tak Bergairah? Waspada Gangguan Seksual Ini

Ilustrasi pasangan/bercinta.
Sumber :
  • Freepik/nikitabuida

VIVA Lifestyle – Bercinta bagi pasangan merupakan suatu kebutuhan fisik dan psikis yang perlu dipenuhi untuk membangun keharmonisan dalam sebuah hubungan. Namun, hasrat untuk berhubungan intim pasangan suami istri dapat terganggu oleh berbagai hal, termasuk hypoactive sexual desire disorder (HSDD).

Ini Update Pasangan Calon yang Melawan Kotak Kosong di Pilkada 2024

Pada sisi suami, faktor dapat berasal dari masalah ejakulasi dan stres. Sementara pada istri, berbagai masalah seperti vaginismus, kelainan fungsi hormon, dan stres. Serta hypoactive sexual desire disorder (HSDD) dapat menjadi penurun libido bagi keduanya. Sebetulnya apa itu HSDD? Siapa saja yang bisa mengalami gangguan seksual ini? Yuk, scroll untuk tahu jawabannya.

"Semua orang dapat mengalami penurunan hasrat untuk berhubungan intim sesekali. Namun, hal ini menjadi tidak wajar apabila Anda mengalami kehilangan ketertarikan berhubungan intim dengan pasangan Anda dalam waktu yang lama. Bisa jadi, Anda mengalami hypoactive sexual desire disorder (HSDD)," kata Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi RS Pondok Indah, dr. Putri Deva Karimah, Sp.OG, dalam keterangan pers, dikutip VIVA, Jumat 10 Februari 2023.

Dede Yusuf Sebut Ibunda Sosok Tangguh, Alami Serangan Jantung hingga Sempat Idap Kanker

Ilustrasi pasangan malas bercinta.

Photo :
  • U-Report
           
Pramono-Rano Deklarasi Menang Pilkada Jakarta 2024, Warganet: Inget Harus Nurut Apa Ibu Ketum

Prevalensi HSDD
Dokter Putri Deva melanjutkan, HSDD adalah kondisi di mana berkurang hingga hilangnya hasrat dan fantasi seseorang untuk berhubungan intim atau seksual. Kondisi ini dapat disebabkan oleh masalah psikis dan non-psikis, atau adanya gangguan medis seperti permasalahan hormon, dan kelainan fungsi organ. 

Umumnya, kondisi ini lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan pria, yakni 8,9 persen pada wanita usia 18-44 tahun dan 12,3 persen pada wanita usia 45-64 tahun berdasarkan studi tahun 2016 dalam Parish.J.Sharon et al. Beberapa penelitian lainnya menyebutkan bahwa 1 dari 10 wanita mengalami HSDD, dan sebanyak 32 persen wanita dan 15 persen pria berkemungkinan mengalami kehilangan hasrat yang dapat berlangsung hingga beberapa bulan.

Tahapan Siklus Seksual
Ada pun tahapan siklus respons seksual manusia mencakup empat tahap. Pertama, Desire atau keinginan, dorongan, dan motivasi untuk berhubungan. Dorongan ini biasanya timbul dengan adanya kerja dari otak (psikoneuroendokrin).

Selanjutnya siklus arousal, di mana gairah saat berhubungan. Pada fase ini tahap lubrikasi pada vagina, kerja jantung, dan pernapasan semakin cepat. Berlanjut pada orgasme, di mana hubungan intim atau seksual yang sehat akan melewati fase ini hingga mencapai puncak kepuasan. 

Pernapasan dan kerja jantung semakin meningkat, tekanan darah meningkat, terjadinya kontraksi otot yang menghasilkan ejakulasi pada pria, dan kontraksi rahim serta vagina pada wanita.

Diakhiri dengan resolution. Fase ini terjadi setelah tercapainya orgasme, tubuh akan menjadi rileks dan nyaman, pernapasan dan kerja jantung kembali normal. Namun, apabila tidak terjadi orgasme, justru ketidaknyamanan yang akan dirasakan. Apabila dari salah satu fase atau siklus ini tidak dilalui, tentu saja rasa nyaman, kenikmatan, hingga orgasme tidak dapat dicapai. 

ilustrasi organ intim/vagina.

Photo :
  • Pixabay/pexels

"Alih-alih malah rasa nyeri dan terganggu yang dirasakan. Contohnya, wanita dengan gangguan pada arousal akan membuat daerah vagina menjadi kering karena kurangnya produksi lubrikan atau pelumas untuk membasahi daerah vagina," tambahnya.

Dampak HSDD dalam Hubungan
Salah satu yang menyebabkan wanita lebih sering mengalami HSDD adalah adanya faktor perubahan hormon ketika menjelang dan memasuki usia menopause. Kondisi HSDD dapat menjadi masalah besar dan penting untuk diperhatikan apabila sudah mengganggu kualitas hidup dan terdapat kondisi medis yang mendasarinya. 

"Kondisi ini tidak jarang memengaruhi mental penderitanya, seperti stres, atau rusaknya hubungan dengan pasangan," tambahnya.

Umumnya, wanita dengan HSDD tidak memiliki keinginan untuk memikirkan segala hal mengenai seks hingga berhubungan intim, atau ketika berhubungan intim tidak didapatkan rasa nyaman atau kenikmatan. Hal ini akan berpengaruh pada proses siklus respons seksual sang wanita.

Faktor Pemicu HSDD
HSDD dapat dipicu oleh adanya masalah psikologis atau mental, seperti trauma, masalah dengan pasangan, faktor sosial seperti wanita pekerja yang sangat sibuk, terutama pada wanita usia menengah. Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan oleh masalah medis seperti adanya perubahan hormon pada wanita menjelang dan ketika sudah menopause. 

Penurunan hormon estrogen menyebabkan kurangnya lubrikasi pada vagina dan menyebabkan rasa nyeri ketika berhubungan intim (dispareunia). Gangguan pada sistem kerja otak, riwayat operasi pada organ reproduksi, serta konsumsi obat-obatan tertentu, juga dapat menjadi faktor pemicu.

Ilustrasi obat/vitamin.

Photo :
  • Freepik

"Beberapa faktor pemicu HSDD lainnya seperti senyawa organik di otak yang bernama neurotransmiter tidak aktif, yang mengganggu hasrat dan fungsi seksual. Masalah sulit tidur yang menyebabkan Anda mudah lelah," jelasnya.

Faktor lainnya seperti efek dari beberapa obat seperti obat antidepressant, obat kemoterapi, dan lain-lain. Lalu, beberapa penyakit penyerta, seperti diabetes, masalah jantung, inflammatory bowel disease (IBD), kanker, dan lain-lain. Terakhir, momen kehamilan, persalinan, atau sedang menyusui.

Cara mengatasi dan menangani kondisi ini memerlukan pendekatan secara medis dan psikologis, serta adanya keinginan dari pihak suami dan istri. Jadi, apabila Anda sudah mulai mengalami gejala enggan berhubungan intim dengan pasangan, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter spesialis andrologi dan seksologi, atau dokter spesialis kedokteran jiwa/psikiater.

"Jangan khawatir, HSDD sebenarnya dapat ditangani. Namun, harus diketahui terlebih dahulu penyebabnya, apakah terdapat penyakit yang menyertainya atau tidak, dan apakah penyakit tersebut dapat diobati atau tidak," pungkas dia. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya